Selasa, 21 April 2009

EVALUASI PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DALAM BIDANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang: (1) tingkat kebutuhan masyarakat dan dukungan lingkungan terhadap program; (2) karakteristik peserta didik, nara sumber teknis (NST), penyelenggara, program pembelajaran, serta sarana dan prasarana; (3) proses penyelenggaraan program, meliputi: proses pembelajaran, pendampingan dan penilaian pembelajaran; (4) hasil program berupa capaian kecakapan hidup yang diperoleh peserta didik dan manfaat program terhadap penyelenggara dan UPTD SKB.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan: Pertama, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap program cukup tinggi; Kedua, dukungan lingkungan terhadap program cukup memadai; Ketiga, karakteristik peserta didik memenuhi kriteria, tetapi pemahaman NST terhadap konsep PBKH serta rasio NST dengan peserta didik belum memadai. Disamping itu, pemahaman penyelenggara terhadap konsep PBKH masih kurang, serta masih terdapat penyelenggara yang belum memiliki struktur dan uraian tugas yang jelas; Keempat, program pembelajaran tidak disusun secara integratif; Kelima, kualitas dan kuantitas bahan belajar pokok dan pelengkap masih kurang; Keenam, aktivitas belajar mandiri peserta didik masih kurang, demikian pula dengan aktivitas koordinasi lintas sektor penyelenggara masih kurang; Ketujuh, pendampingan belum terlaksana dengan baik; Kedelapan, penilaian pembelajaran belum menggunakan teknik bervariasi, belum terdokumentasi dan belum diolah dengan baik; Kesembilan, peserta didik telah menunjukkan capaian aspek social skills dan vocational skills yang baik. Sebaliknya, capaian aspek personal skills dan daily living skills berada dalam kategori kurang. Meskipun demikian, Program PBKH telah memberi manfaat terhadap penyelenggara maupun bagi UPTD SKB.





















PENDAHULUAN
Dalam rangka menjawab berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia dewasa ini, Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan berbagai kebijakan dan upaya, antara lain dengan terus-menerus mengusahakan pemerataan/perluasan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat, sejalan dengan era desentralisasi pendidikan. Khusus berkenaan dengan mutu dan relevansi, disamping mengembangkan kurikulum pendidikan yang berbasis kompetensi, juga mengarahkan sistem pendidikan di berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan pada pendidikan kecakapan hidup (life skills) melalui pendekatan pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan masyarakat luas (Broad Base Education).
Di bidang pendidikan luar sekolah dan pemuda (selanjutnya disebut PLSP), kebijaksanaan penyelenggaraan pendidikan berorientasi kecakapan hidup (selanjutnya disebut PBKH) terutama ditujukan untuk membantu warga masyarakat agar memiliki bekal kemampuan untuk bekerja yang dapat mendatangkan penghasilan yang layak guna memenuhi kehidupannya. Program PBKH menjadikan kecakapan vokasional sebagai entry point dalam menggarap segmen masyarakat miskin dan menganggur untuk dibekali dengan berbagai kecakapan hidup yang dibutuhkan. Pelembagaan PBKH melalui jalur PLSP dilaksanakan melalui berbagai lembaga penyelenggara PLSP yang membentuk kelompok belajar keterampilan pilihan/tertentu yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
Sejak Tahun 2002, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (Ditjen Diklusepa) telah menyelenggarakan Program PBKH melalui berbagai lembaga PLSP yang ada, baik di pusat maupun di daerah. Salah satu institusi PLSP berkedudukan di daerah yang menyelenggarakan program dimaksud adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten/Kota.
Program PBKH bidang PLS yang diselenggarakan oleh SKB merupakan program rintisan yang masih memerlukan perbaikan dan pengembangan lebih lanjut dari berbagai aspek. Dengan demikian, diperlukan tersedianya hasil kajian evaluasi terhadap program yang sedang berjalan sebagai bahan masukan dalam rangka menyusun kebijaksanaan selanjutnya guna memperbaiki serta meningkatkan dayaguna dan hasilguna program di masa datang.
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian evaluasi ini dikemukakan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tingkat kebutuhan masyarakat dan dukungan lingkungan terhadap Program PBKH?
2. Bagaimanakah karakteristik input Program PBKH?
3. Bagaimanakah proses penyelenggaraan Program PBKH?
4. Bagaimanakah kecakapan hidup yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti Program PBKH?
5. Bagaimanakah manfaat Program PBKH bagi penyelenggara dan UPTD SKB?


KAJIAN TEORETIK
Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup bukanlah sesuatu yang baru, meskipun konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup baru digulirkan di Indonesia sejak dua tahun terakhir. Menurut Santoso S. Hamijoyo (2002: 2-3) Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup telah dimulai oleh UNESCO pada tahun 1949 melalui konsep functional literacy. Gagasan pokok dari konsep tersebut adalah agar kemampuan baca-tulis-hitung dapat berfungsi memberi manfaat bagi yang bersangkutan untuk keluar dari tiga kesengsaraan, yaitu: kebodohan (ignorance), kepenyakitan (ill-health) dan kemelaratan (poverty).
Pentingnya pembekalan kecakapan hidup terhadap peserta didik telah mendapat pengakuan dari para pakar yang berkecimpung di dunia pendidikan. Penegasan tentang pentingnya kecakapan hidup dapat dilihat pada Pokok-Pokok Deklarasi Dakkar Tahun 2000 tentang Pendidikan Untuk Semua (Fasli Jalal, 2004: 11-12) yang menunjukkan adanya hak bagi setiap warga negara, baik anak-anak maupun orang dewasa, untuk memperoleh kesempatan yang adil dalam mengikuti pendidikan kecakapan hidup, dan adanya kewajiban bagi setiap negara untuk menyediakan, memperbaiki, meningkatkan dan menjamin kualitas penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup, terutama kecakapan hidup yang bersifat penting, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara merata.
kecakapan hidup merupakan serangkaian kemampuan yang dibutuhkan oleh seseorang agar dapat mengatasi berbagai persoalan yang ditemui dalam kehidupannya. Sejalan dengan pengertian ini, Malik Fadjar (Slamet PH, 2002: 4) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik.
Pengertian lain dikemukakan oleh Tatang Amirin (Majalah Dinamika Pendidikan, 2002: 58) yang menyatakan bahwa istilah ‘skill’ sering diartikan sebagai keterampilan, padahal keterampilan mempunyai makna yang sama dengan kecakapan fisik dan pekerjaan tangan. Hal ini menyebabkan life skills sering dimaknai hanya sebagai vocational skill, keterampilan kerja-kejuruan (pertukangan) atau kemampuan yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka dapat segera bekerja mencari nafkah untuk kehidupannya. Pemikiran Tatang Amirin didukung oleh Muchlas Samani (2002: 10) yang menyatakan ” Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja. Baik orang yang bekerja maupun yang tidak bekerja tetap memerlukan kecakapan hidup, karena mereka pun menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Setiap orang, dimanapun dan kapanpun, selalu menemui masalah yang memerlukan pemecahan “.
Menurut Ditjen Diklusepa (2003: 6), hakikat pendidikan berorientasi kecakapan hidup di bidang PLS adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan peserta didik dapat hidup mandiri. Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup di bidang PLS didasarkan atas prinsip lima pilar pendidikan, yaitu: learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan), learning to learn (belajar untuk tahu cara belajar), learning to do (belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan), learning to be (belajar agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan minat, bakat dan potensi diri), dan learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain). Berdasarkan prinsip lima pilar pendidikan di atas, peserta didik Program PBKH diharapkan mampu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya, memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya serta membantu orang lain yang membutuhkannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada empat UPTD SKB Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan, yaitu: UPTD SKB Kabupaten Polmas, UPTD SKB Kabupaten Enrekang, UPTD SKB Kota Pare-Pare dan UPTD SKB Kabupaten Sidrap. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian evaluasi dengan menggunakan model Context-Input-Process-Product (CIPP) dari Daniel L Stuflebeam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung pendekatan kualitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah 14 UPTD SKB yang menyelenggarakan Program PBKH. Pengambilan sampel ditempuh dengan teknik Purposive Sampling dengan memperhatikan karakteristik UPTD SKB populasi. Berdasarkan teknik tersebut dipilih empat UPTD SKB Kabupaten/Kota yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian, yaitu: UPTD SKB Kabupaten Polmas, Kabupaten Enrekang, Kota Pare-Pare dan UPTD SKB Kabupaten Sidrap.
Sumber informasi dalam evaluasi ini adalah peserta didik, NST, penyelenggara dan Kepala SKB. Pengumpulan data dilakukan dengan angket, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan dan memaknai data dari masing-masing komponen yang dievaluasi. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data akan dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil perhitungan statistik deskriptif akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram berdasarkan persentase yang diperoleh dari hasil penilaian.
PEMBAHASAN
1. Evaluasi Context
Kebutuhan masyarakat terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup tinggi. Hal tersebut ditandai oleh besarnya animo masyarakat yang berkeinginan untuk berpartisipasi sebagai peserta didik di dalam program. Kondisi dapat dimengerti, mengingat penyelenggaraan Program PBKH dilandasi oleh kondisi sosial dan ekonomi warga masyarakat, dimana sebagian dari mereka adalah angkatan kerja produktif yang belum memiliki pekerjaan tetap dan layak (menganggur), serta berada di bawah garis kemiskinan. Titik berat Program PBKH adalah memberi pelayanan pendidikan keterampilan tertentu kepada peserta didik agar mereka mampu membuka lapangan kerja baru atau bekerja pada individu/perusahaan tertentu dan memperoleh penghasilan yang layak untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidupnya. Dalam perjalanan penyelenggaraannya, Program PBKH tidak hanya diminati oleh mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan tertinggal secara ekonomi, tetapi juga oleh warga masyarakat yang telah bekerja dan memiliki penghasilan tetap.
Dukungan lingkungan terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup memadai. Dukungan tersebut tidak hanya terlihat dari keadaan geografis dan ekonomi di daerah yang bersangkutan, tetapi juga bersumber dari berbagai berbagai pihak di lingkungan sosial, diantaranya: individu/pengusaha, perusahaan lokal, organisasi sosial kemasyarakatan (orsosmas), aparat pemerintah di berbagai jenjang, dan instansi teknis yang relevan.
2. Evaluasi Input
a. Karakteristik Peserta Didik
Berdasarkan hasil telaah dokumen Program PBKH, warga masyarakat yang terdaftar sebagai peserta didik berjumlah 150 orang. Namun demikian, dari hasil evaluasi input diketahui bahwa jumlah peserta didik yang aktif mengikuti program pada saat pengumpulan data dilaksanakan sebanyak 99 orang. Data tersebut menunjukkan terdapat 51 orang (34,0%) peserta didik yang tidak dapat menyelesaikan program PBKH. Dari hasil pengumpulan data diperoleh informasi bahwa peserta yang drop out memiliki alasan yang beragam, yaitu: (1) pindah domisili; (2) merantau mengikuti keluarga ke daerah lain; (3) sibuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari; dan (4) merasa malas mengikuti program.
Data yang diperoleh dari hasil evaluasi input, menunjukkan sebagian besar peserta didik berada pada rentang usia angkatan kerja produktif. Berdasarkan kualifikasi pendidikan, proporsi terbesar peserta didik berasal dari mereka yang berkualifikasi SLTA (38,38%). Bekaitan dengan status pelatihan, hasil pengumpulan data menunjukkan 72,72% peserta didik yang mengikuti Program PBKH belum pernah mengikuti pelatihan keterampilan apapun sebelumnya, sedangkan dilihat dari status pekerjaan, 66,66% peserta didik tidak memiliki pekerjaan tetap pada saat bergabung dengan Program PBKH. Dilihat dari motivasi mengikuti program PBKH, hasil pengumpulan data menunjukkan 84,84% peserta didik memiliki kategori motivasi yang sangat tinggi.
b. Karakteristik Nara Sumber Teknis
Berdasarkan kualifikasi pendidikan, diketahui bahwa proporsi terbesar adalah NST dengan berkualifikasi S1. Berdasarkan kualifikasi pelatihan, diketahui bahwa sebagian besar NST telah mengikuti berbagai pelatihan yang relevan dibidangnya. Kasus khusus terjadi pada pada NST di UPTD SKB Kabupaten Polmas, dimana keterampilan di bidang pertukangan kayu diperoleh secara otodidak dari hasil magang secara tradisional di tempat kerjanya.
Dilhat dari pengalaman mengajar pada kelompok belajar orang dewasa, NST telah memiliki pengalaman mengajar pada satuan-satuan pendidikan luar sekolah. Hal tersebut dimungkinkan karena NST yang bersangkutan sekaligus adalah staf pada masing-masing UPTD SKB. Disamping itu, UPTD SKB memanfaatkan NST yang berasal dari instansi teknis dan individu yang telah memiliki pengalaman bertahun-tahun di bidang keahliannya. Berdasarkan aspek pemahaman konsep, diperoleh informasi bahwa sebagian NST belum memiliki pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup di bidang pendidikan luar sekolah dan belum mampu menerapkan konsep tersebut dalam proses pembelajaran. Ditinjau dari rasio NST terhadap peserta didik, ditemukan fakta sebagian besar kelompok belajar memiliki rasio NST yang kurang ideal dibandingkan dengan jumlah peserta didik.
c. Karakteristik Penyelenggara
Penyelenggara yang bertugas pada Program PBKH berjumlah 27 orang, mayoritas dari mereka adalah tenaga fungsional pamong belajar di masing-masing UPTD SKB. Berdasarkan kualifikasi pendidikan, proporsi tertinggi (59,26%) dimiliki oleh penyelenggara yang berkualifikasi S1 dan. semua penyelenggara belum pernah mengikuti pelatihan penyelengara Program PBKH atau pelatihan penyelenggara program lain yang sejenis, mereka hanya mengandalkan pengalaman sebagai penyelenggara satuan-satuan pendidikan luar sekolah lainnya yang telah digeluti selama bertahun-tahun.
Hasil evaluasi input menunjukkan sebagian penyelenggara tidak memiliki pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup dan implementasinya dalam Program PBKH. Ditinjau dari segi struktur organisasi penyelenggara, hasil evaluasi input menunjukkan semua penyelenggara Program PBKH telah memiliki struktur organisasi yang dilengkapi dengan fungsi-fungsi yang bervariasi antara satu UPTD SKB dengan UPTD SKB lainnya.
d. Karakteristik Program Pembelajaran
Program pembelajaran yang disusun oleh masing-masing UPTD SKB memiliki tujuan umum dan tujuan-tujuan khusus. Berdasarkan hasil evaluasi input diketahui bahwa pada umumnya terdapat dua kelompok materi yang tercantum dalam program pembelajaran PBKH, yaitu: (1) kelompok materi pokok; dan (2) kelompok materi penunjang. Kelompok materi pokok terdiri atas materi-materi yang menjelaskan teknik dasar keterampilan tertentu, sedangkan kelompok materi penunjang terdiri atas materi-materi yang menjelaskan teknik kewirausahaan dan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan luar sekolah dan pemuda. Kasus berbeda ditemukan pada program pembelajaran di UPTD SKB Kabupaten Enrekang, dimana program pembelajaran Pelatihan Intensifikasi Pertanaman Jagung Kuning secara keseluruhan berisi materi-materi pokok dan tidak terdapat materi penunjang.
Alokasi jam pelajaran yang diberikan oleh masing-masing UPTD SKB untuk setiap kelompok materi cukup bervariasi. Terdapat empat strategi pokok yang digunakan dalam program pembelajaran PBKH, yaitu: ceramah, diskusi, simulasi dan praktek. Berdasarkan hasil evaluasi input, diketahui bahwa strategi yang paling banyak digunakan dalam program pembelajaran PBKH adalah strategi simulasi, diskusi dan pratek. Kondisi ini tentunya merupakan hal yang wajar, mengingat titik berat Program PBKH adalah memberi penguasaan keterampilan kerja tangan kepada peserta didik.
Berkaitan dengan penilaian pembelajaran, hasil evaluasi menunjukkan terdapat dua bentuk penilaian yang digunakan dalam program pembelajaran, yaitu: (1) pertanyaan lisan; dan (2) penugasan, baik penugasan individu maupun penugasan kelompok.
Berdasarkan hasil telaah terhadap karakteristik program pembelajaran, tidak ditemukan adanya upaya pengintegrasian berbagai jenis kecakapan hidup didalam penyusunan program pembelajaran oleh masing-masing UPTD SKB. Penyusunan program pembelajaran hanya difokuskan pada pembekalan terhadap mata pelajaran kecakapan vokasional tanpa disertai strategi pengintegrasian dengan berbagai kecakapan hidup yang lain.

e. Karakteristik Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil pengumpulan data, 75,75% peserta didik berpendapat bahwa secara umum ketersediaan sarana dan prasarana belajar berada pada kategori baik, 21,21% berpendapat ketersediaan sarana dan prasarana berada pada kategori kurang, dan 3,03% sisanya berpendapat ketersediaan sarana dan prasarana berada pada kategori sangat baik. Data tersebut menunjukkan pada umumnya warga belajar merasa puas dengan kinerja penyelenggara dalam menyediakan sarana dan prasarana belajar. Kondisi ini tentu saja menjadi faktor penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
3. Evaluasi Process
a. Proses Pembelajaran
1) Aktivitas Peserta Didik
Aktivitas belajar tutorial dan aktivitas belajar kelompok yang dilakukan peserta didik selama berlangsungnya kegiatan pelatihan/kursus berada dalam kategori baik. Namun demikian, aktivitas belajar mandiri peserta didik berada pada kategori kurang.
2) Aktivitas NST
Secara umum NST yang bertugas pada Program PBKH telah melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Hasil pengisian angket yang disebarkan kepada NST menunjukkan 75,0% NST telah melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Bila dicermati lebih jauh, aktivitas perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh NST berada dalam kategori baik. Namun demikian, aktivitas penilaian pembelajaran oleh NST berada dalam kategori kurang. Rendahnya aktivitas penilaian pembelajaran NST dikarenakan mereka belum mampu menggunakan teknik yang bervariasi dalam menilai hasil belajar peserta didik. NST masih terpaku pada dua strategi utama yang sudah sangat umum digunakan dalam kegiatan penilaian, yaitu: penugasan dan pertanyaan lisan.
3) Aktivitas Penyelenggara
Secara umum, aktivitas penyelenggara berada pada kategori baik. Hasil pengumpulan data menunjukkan 75,0% penyelenggara berada dalam kategori baik dan 25,0% lainnya berada pada kategori sangat baik.
Bila dicermati lebih jauh, aktivitas penyelenggara dalam menyiapkan proses pembelajaran berada pada kategori baik, aktivitas penyelenggara dalam mendukung pelaksanaan proses pembelajaran dan mengelola administrasi kelompok belajar bahkan berada dalam kategori sangat baik. Namun demikian, aktivitas penyelenggara dalam melaksanakan koordinasi lintas sektor masih berada dalam kategori kurang.
b. Proses Pendampingan
Pendampingan pada Program PBKH dilaksanakan setelah berakhirnya masa pelatihan/masa kursus. Kunjungan ke kelompok belajar dilakukan secara bergantian oleh NST dan penyelenggara, dengan fokus kegiatan: (1) penataan organisasi dan administrasi program; (2) bimbingan teknis produksi; (3) bantuan modal usaha; dan (4) bantuan pemasaran hasil produksi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa NST dan penyelenggara tidak menetapkan jadwal kunjungan yang tetap dan teratur. Kunjungan ke kelompok belajar disesuaikan dengan waktu luang yang dimiliki NST dan penyelenggara serta permintaan dari kelompok belajar. Frekuensi kunjungan paling sering adalah 2 kali sebulan, sedangkan frekuensi paling jarang adalah 1 kali sebulan.
Terdapat sebuah hal positif yang patut dicatat, bahwa fokus kegiatan pendampingan yang dilaksanakan oleh NST dan penyelenggara telah sejalan dengan kriteria keberhasilan program pendampingan yang menitikberatkan pada pemberian bimbingan teknis, baik administratif maupun produksi, serta pemberian motivasi kepada peserta didik. Fokus tersebut diharapkan dapat tetap dipertahankan, sambil berusaha menyusun konsep pelaksanaan pendampingan yang lebih konkrit dan terukur.
c. Penilaian Pembelajaran
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa masing-masing UPTD SKB melaksanakan tiga jenis penilaian pembelajaran, yaitu: penilaian awal, penilaian proses dan penilaian akhir pembelajaran. Namun demikian, tidak ditemukan informasi apapun berkaitan dengan dokumentasi dan analisis hasil penilaian peserta didik. Kenyataan tersebut menunjukkan walaupun NST telah melaksanakan kegiatan penilaian secara tepat, namun NST dan penyelenggara tidak mengelola hasil penilaian sebagaimana mestinya, sehingga penilaian tersebut terkesan hanya bersifat formalitas belaka.
Berkaitan dengan teknik penilaian, hasil pengumpulan data menunjukkan NST tidak menggunakan teknik penilaian yang bervariasi. Kondisi tersebut sangat mungkin dilatarbelakangi oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan NST dalam menggunakan berbagai teknik penilaian. Sebagai konsekuensinya, penilaian yang dilakukan NST hanya mampu menjangkau pencapaian ranah kognitif peserta didik, sedangkan ranah psikomotorik dan afektif tidak terjangkau.
4. Evaluasi Produk
a. Hasil Program
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa capaian kecakapan hidup peserta didik setelah mengikuti program PBKH berada dalam kategori baik. Hasil pengisian angket yang dilakukan peserta didik, 11,1% memiliki capaian kecakapan hidup yang sangat baik, 83,8% berada dalam kategori baik dan hanya 5,1% yang memiliki capaian kecakapan hidup pada kategori kurang.
Bila dicermati lebih jauh, capaian aspek vocational skills peserta didik berada dalam kategori baik. Hasil pengumpulan data, 48,5% peserta didik telah menunjukkan capaian aspek vocational skills baik, 45,6% lainnya bahkan berada dalam kategori sangat baik. Berkaitan dengan aspek social skills, hasil mengumpulan data menunjukkan 71,7% peserta didik telah mampu menumbuhkan social skills mereka dengan baik.
Kondisi sebaliknya ditemukan pada aspek daily living skills. Hasil pengumpulan data menunjukkan 42,2% peserta didik belum memiliki kecakapan yang baik dalam mengelola kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari aspek personal skills, hasil pengumpulan data menunjukkan masih terdapat 41,4% peserta didik yang belum memperlihatkan capaian kecakapan personal yang baik.
b. Manfaat Program
Berdasarkan hasil wawancara dengan penyelenggara, diperoleh informasi bahwa melalui program ini penyelenggara memperoleh tambahan pengalaman dalam melaksanakan satuan pendidikan luar sekolah. Program PBKH telah pula memberi kesempatan kepada penyelenggara untuk bertemu dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, baik individu maupun institusi pemerintah/non pemerintah. Disamping itu, manfaat yang dirasakan secara langsung oleh penyelenggara adalah terciptanya peluang untuk belajar dan menguasai keterampilan di bidang tertentu tanpa harus mengalokasikan waktu, tenaga dan biaya secara khusus.
Berkaitan dengan manfaat terhadap UPTD SKB, diperoleh informasi bahwa pelaksanaan Program PBKH telah membuka kesempatan bagi UPTD SKB untuk menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat. Manfaat lain yang dirasakan UPTD SKB melalui Program PBKH adalah kesempatan untuk memperluas jangkauan akses pelayanan pendidikan kepada masyarakat luas, utamanya masyarakat miskin yang tidak memiliki mata pencaharian tetap. Sisi lain yang tidak kalah pentingnya, melalui Program PBKH UPTD SKB telah mampu memperluas jaringan kemitraan dengan berbagai individu maupun lembaga terkait. Jaringan kemitraan tersebut diharapkan tidak hanya bermanfaat dalam pelaksanaan Program PBKH, tetapi dapat dikembangkan lebih jauh dalam pelaksanaan program-program UPTD SKB lainnya.

KESIMPULAN
1. Tingkat Kebutuhan masyarakat terhadap Program PBKH cukup tinggi. Tingginya kebutuhan tersebut ditunjukkan oleh besarnya animo masyarakat untuk mengikuti Program PBKH. Peserta didik tidak hanya berasal dari warga masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap dan tertinggal secara ekonomi, tetapi juga dari mereka yang berkeinginan untuk mempelajari keterampilan baru.
2. Dukungan terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup memadai. Penetapan jenis keterampilan yang akan dipelajari oleh peserta didik di masing-masing UPTD SKB didasari oleh dukungan sumber daya geografis yang mencukupi serta tinjauan ekonomi di masing-masing daerah. Disamping itu, penyelenggaraan Program PBKH memperoleh dukungan dari elemen masyarakat dan aparat pemerintah daerah di setiap jenjang.

3. Karakteristik Input Program
a. Karakteristik peserta didik telah memenuhi kriteria keberhasilan program, baik dilihat dari indikator usia, kualifikasi pendidikan dan pelatihan, status pekerjaan maupun motivasi mengikuti program.
b. Karakteristik NST, ditinjau dari indikator kualifikasi pendidikan dan pelatihan serta pengalaman mengajar orang dewasa, telah memenuhi kriteria keberhasilan program. Namun demikian, indikator pemahaman tentang konsep PBKH dan rasio perbandingan antara NST dengan peserta didik masih berada dalam kategori kurang.
c. Karakteristik Penyelenggara yang berkaitan dengan indikator kualifikasi pendidikan dan pengalaman menjadi penyelenggara, telah sesuai dengan kriteria keberhasilan program. Sebaliknya, indikator kualifikasi pelatihan, pemahaman konsep PBKH serta struktur dan uraian tugas belum sepenuhnya sesuai dengan kriteria keberhasilan program yang telah ditetapkan.

d. Karakteristik Program Pembelajaran.
Program pembelajaran PBKH di UPTD SKB telah memiliki tujuan belajar yang jelas, materi pokok dan materi pendukung, serta menggunakan strategi belajar partisipatif. Namun demikian, program dimaksud belum memiliki strategi untuk mengintegrasikan pembelajaran berbagai kecakapan hidup sebagai satu kesatuan utuh yang harus dikuasai peserta didik. Penyusunan program pembelajaran hanya difokuskan pada pembekalan terhadap mata pelajaran kecakapan vokasional tanpa disertai strategi pengintegrasian dengan berbagai kecakapan hidup lain.
e. Dukungan sarana dan prasarana
Secara umum, sarana dan prasarana pembelajaran telah tersedia secara memadai. Panti dan perlengkapan belajar tersedia secara memadai, demikian pula dengan bahan dan alat keterampilan dirasakan cukup memadai oleh peserta didik. Namun demikian, ketersediaan bahan belajar pokok dan pelengkap masih perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
4. Proses pembelajaran Program
Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran secara umum berada dalam kategori baik. Aktivitas belajar tutorial dan kelompok telah dilaksanakan dengan baik, namun aktivitas belajar mandiri masih berada dalam kategori kurang. Aktivitas NST, ditinjau dari indikator perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, telah berlangsung dengan baik dan telah memenuhi kriteria keberhasilan program. Namun demikian, aktivitas penilaian hasil pembelajaran belum terlaksana dengan baik.
Aktivitas penyelenggara secara umum telah berlangsung dengan baik dan telah sesuai dengan kriteria keberhasilan program. Namun demikian, koordinasi lintas sektor dengan mitra kerja masih perlu ditingkatkan lagi, sehingga keterlibatan pihak-pihak terkait dalam Program PBKH tidak terkesan elementer dan parsial.
5. Pendampingan Program PBKH belum terlaksana dengan baik, karena NST dan penyelenggara tidak memiliki program pendampingan yang jelas dan serius.
6. Penilaian pembelajaran telah dilaksanakan secara teratur, namun teknik penilaian yang digunakan tidak bervariasi. Disamping itu, hasil penilaian tidak terdokumentasi dan tidak diolah dengan baik untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi kelangsungan program.
7. Peserta didik telah menunjukkan capaian kecakapan hidup yang baik dari aspek social skills dan vocational skills. Namun demikian, capaian aspek personal skills dan daily living skills masih berada dalam kategori kurang.
8. Program PBKH telah memberi manfaat terhadap penyelenggara berupa bertambahnya keterampilan di bidang tertentu dan bertambahnya pengalaman dalam mengelola satuan pendidikan luar sekolah. Bagi UPTD SKB, Program PBKH menjadi wadah dalam meningkatkan eksistensi lembaga dan partisipasi dalam memberikan pelayanan pendidikan alternatif bagi masyarakat miskin dan tertinggal.













DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Diklusepa Depdiknas. (2003) Pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup (life skills) pendidikan luar sekolah. Jakarta: Ditjen Diklusepa Depdiknas.

______________________. (2004). Pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup pendidikan non formal. Jakarta: Bagian Proyek Life Skills PLS Ditjen Diklusepa Depdiknas.

Fasli Jalal. (2004). Isu strategis pendidikan: pendidikan untuk semua dan kesepakatan Dakkar. Disampaikan pada Capacity Building bagi calon anggota DPR-RI dan DPD perempuan periode 2004-2009 yang diselengarakan oleh DPR-RI pada tanggal 04 Agustus 2004 di Jakarta.

Santoso S Hamijoyo. (2002). Menjelajah ranah keterampilan hidup: satu analisis dan arahan konseptual. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema Life Skill dalam Perspektif Pendidikan Nasional di Era Global yang diselengarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 11 April 2002 di Yogyakarta.

Slamet P.H. (2002). Pendidikan kecakapan hidup: konsep dasar. (diperoleh dari http://www.depdiknas.go.id pada tanggal 15 Nopember 2002)

Tatang Amirin. (2002). Landasan filosofis pendidikan berwawasan kecakapan hidup (life skills). Yogyakarta: Majalah Dinamika Pendidikan No. 1/Tahun IX, Maret 2002.

Tim Broad Based Education Depdiknas. (2002). Pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pendekatan pendidikan berbasis luas (broad base education) (Buku I Konsep). Jakarta: Depdiknas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar