IPPM ini merupakan organisasi kecil yang ingin menyamakan sebuah simbul pademawu yang identik dengan Masyarakat berpendidikan. Maka dari itu Anak-anak muda malangan merupakan bagian dari Masyarakat pademawu yang tinggal disuatu dusun yang tertinggal.
Disanalah terkumpul kreasi anak muda dan Alhamdulillah saat ini tetangga Desa telah sama-sama menikmati program yang telah berjalan. di antaranya kursus Bahasa inggris
Selasa, 21 April 2009
PANDUAN PENYUSUNAN
LAPORAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
(BERDASARKAN KTSP)
SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL
MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT PEMBINAAN SMA
JAKARTA 2006
I. PANDUAN PENILAIAN
A. Laporan Hasil Belajar (LHB)
1. LHB disampaikan kepada peserta didik dan orang tua/wali peserta didik setiap akhir semester.
2. Pengisian LHB dapat dilakukan secara manual atau komputerisasi.
3. Bentuk LHB dapat berupa buku atau lembaran, dengan catatan harus memenuhi seluruh komponen LHB, yang mencakup (1) identitas peserta didik, 2) format nilai hasil belajar peserta didik, 3) format ketercapaian kompetensi peserta didik, 4) program pengembangan diri (kegiatan ekstrakurikuler), ketidakhadiran, kepribadian dan catatan wali kelas, 5) keterangan pindah sekolah, dan 6) catatan prestasi peserta didik.
4. Penulisan buku induk dapat dilakukan secara manual atau komputerisasi (disesuaikan dengan pelaksanaan penulisan LHB).
B. Prinsip Penilaian
1. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
2. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasilkarya berupa tugas, proyek dan atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian:
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi/ranking seseorang terhadap kelompoknya.
c. Sistem penilaian yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan belum, serta mengetahui kesulitan peserta didik.
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut, berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh: jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan, maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya : teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan berupa informasi yang dibutuhkan.
C. Skala Penilaian
1. Nilai ketuntasan belajar untuk aspek pengetahuan dan praktik dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat, dengan rentang 0 -100.
2. Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0 – 100 %. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75 %.
3. Satuan pendidikan dapat menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dibawah nilai ketuntasan belajar ideal. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
4. KKM ditetapkan untuk setiap mata pelajaran oleh forum guru pada awal tahun pelajaran.
5. KKM tersebut dicantumkan dalam LHB dan harus diinformasikan kepada seluruh warga sekolah dan orang tua siswa.
6. Penetapan KKM dilakukan melalui analisis kriteria ketuntasan belajar minimum pada setiap KD. Setiap KD dimungkinkan adanya perbedaan nilai KKM, dan penetapannya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Tingkat kompleksitas (kesulitan dan kerumitan) setiap KD yang harus dicapai oleh siswa.
b. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa pada sekolah yang bersangkutan.
c. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah.
Catatan :
Teknis pelaksanaan penilaian lihat buku Pedoman Umum dan Pedoman Khusus penilaian yang telah diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA.
D. Kenaikan Kelas
1. Dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran.
2. Kenaikan kelas didasarkan pada penilaian hasil belajar pada semerter 2 (dua), dengan pertimbangan seluruh SK/KD yang belum tuntas pada semester 1 (satu) harus dituntaskan sampai mencapai KKM yang ditetapkan, sebelum akhir semester 2 (dua).
3. Peserta didik dinyatakan tidak naik ke kelas XI, apabila yang bersangkutan tidak mencapai ketuntasan, lebih dari 3 (tiga) mata pelajaran.
4. Peserta didik dinyatakan tidak naik ke kelas XII, apabila yang bersangkutan tidak mencapai ketuntasan, lebih dari 3 (tiga) mata pelajaran yang bukan mata pelajaran ciri khas program studi.
Sebagai contoh:
Bagi Peserta didik Kelas XI
a. Program IPA, tidak boleh memiliki nilai yang tidak tuntas pada mata pelajaran Fisika, Kimia, dan Biologi.
b. Program IPS, tidak boleh memiliki nilai yang tidak tuntas pada mata pelajaran Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi.
c. Program Bahasa, tidak boleh memiliki nilai yang tidak tuntas (kurang) pada matapelajaran Antropologi, Sastra Indonesia, dan Bahasa Asing lainnya yang menjadi pilihan.
5. Satuan pendidikan dapat menambah kriteria kenaikan kelas sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan setiap satuan pendidikan.
E. Penjurusan
1. Waktu penentuan dan pelaksanaan penjurusan
a. Penentuan penjurusan bagi peserta didik untuk program IPA, IPS dan Bahasa dilakukan mulai akhir semester 2 (dua) kelas X.
b. Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester 1 (satu) kelas XI.
2. Kriteria penjurusan program meliputi :
a. Nilai akademik,
Peserta didik yang naik kelas XI dan akan mengambil program tertentu yaitu : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau Bahasa : boleh memiliki nilai yang tidak tuntas paling banyak 3 (tiga) mata pelajaran pada mata pelajaran-mata pelajaran yang bukan menjadi ciri khas program tersebut (lihat Struktur Kurikulum).
Peserta didik yang naik ke kelas XI, dan yang bersangkutan mendapat nilai tidak tuntas 3 (tiga) mata pelajaran, maka nilai tersebut harus dijadikan dasar untuk menentukan program yang dapat diikuti oleh peserta didik, contoh :
• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Fisika, Kimia dan Geografi (2 mata pelajaran ciri khas program IPA dan 1 ciri khas program IPS), maka siswa tersebut secara akademik dapat dimasukkan ke program Bahasa.
• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Fisika, (2 mata pelajaran ciri khas Bahasa dan 1 ciri khas IPA), maka siswa tersebut secara akademik dapat dimasukkan ke program IPS.
• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Ekonomi, Sosilologi, dan Bahasa Inggris (2 mata pelajaran ciri khas program IPS dan 1 ciri khas program Bahasa), maka peserta didik tersebut secara akademik dapat dimasukkan ke program IPA.
• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Fisika, Ekonomi, dan Bahasa Indonesia (mencakup semua mata pelajaran yang menjadi ciri khas ketiga program di SMA) maka peserta didik tersebut:
- perlu diperhatikan prestasi Pengetahuan, Sikap, dan Praktik mata pelajaran yang menjadi ciri khas program IPA seperti Fisika, Kimia, dan Biologi dibandingkan dengan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program IPS ( Ekonomi, Geografi, Sosiologi) dan dibandingkan dengan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program Bahasa (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris). Perbandingan nilai prestasi siswa dimaksud, dapat dilakukan melalui program remidial dan diakhiri dengan ujian. Apabila nilai dari setiap mata pelajaran yang menjadi ciri khas program tertentu ada nilai prestasi yang lebih unggul daripada program lainya, maka siswa tersebut dapat dijuruskan ke program yang nilai prestasi mata pelajarannya lebih unggul tersebut. Apabila antara minat dan prestasi ketiga aspek tidak cocok/sesuai, wali kelas dengan pertimbangan masukan guru Bimbingan dan Konseling dapat memutuskan program apa yang dapat dipilih oleh peserta didik.
- Perlu diperhatikan minat peserta didik.
b. Minat Peserta Didik
Untuk mengetahui minat peserta didik dapat dilakukan melalui angket/kuesioner dan wawancara, atau cara lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi minat, dan bakat.
3. Bagi peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk masuk ke semua program, diberi kesempatan untuk pindah jurusan apabila ia tidak cocok pada program semula atau tidak sesuai dengan kemampuan dan kemajuan belajarnya. Sekolah harus memfasilitasi agar peserta didik dapat mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki di kelas baru.
4. Batas waktu untuk pindah program ditentukan oleh sekolah paling lambat 1 (satu) bulan.
5. Satuan pendidikan dapat menambah kriteria penjurusan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan setiap satuan pendidikan.
F. Pindah Sekolah
1. Sekolah harus memfasilitasi adanya peserta didik yang pindah sekolah:
a. Antar sekolah pelaksana KTSP;
b. Antara sekolah pelaksana Kurikulum 2004 dengan sekolah pelaksana KTSP.
2. Untuk pelaksanaan pindah sekolah lintas Provinsi/Kabupaten/Kota, dikoordinasikan dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota setempat.
3. Sekolah dapat menentukan persyaratan pindah/mutasi peserta didik sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah, antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Menyesuaikan bentuk laporan hasil belajar (LHB) dari sekolah asal sesuai dengan bentuk raport yang digunakan disekolah tujuan.
b. Melakukan tes atau program matrikulasi bagi siswa pindahan.
II. CARA PENGISIAN FORMAT LAPORAN HASIL BELAJAR
A. Tabel Laporan Hasil Belajar
Nilai laporan hasil belajar per semester merupakan nilai kumulatif dari hasil pencapaian standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) selama peserta didik mengikuti pembelajaran pada semester yang terkait, yang diperoleh melalui ujian (lisan, tertulis, wawancara, kuis, praktik, tugas-tugas, dll) termasuk hasil remedial. Hal ini sesuai dengan karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikembangkan berbasis kompetensi. Proses pembelajaran berbasis kompetensi menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) dan penilaian berkelanjutan.
1. Kolom Pengetahuan diisi dengan nilai kumulatif dari hasil pencapaian SK dan KD untuk aspek Pengetahuan setiap mata pelajaran dan muatan lokal per semester. Nilai ini ditulis secara kuantitatif dalam bentuk bilangan bulat dan huruf, dengan menggunakan skala 0 - 100. Contoh : dalam angka : 75 dalam huruf Tujuh Puluh Lima atau Tujuh Lima.
Nilai pengetahuan mencakup aspek pengetahuan konsep sampai dengan aspek penerapan, analisis dan evaluasi.
2. Kolom Praktik diisi dengan nilai kumulatif dari hasil pencapaian SK dan KD untuk aspek praktik pada mata pelajaran dan muatan lokal tertentu yang karakteristik KD nya menuntut/dominan untuk dinilai aspek praktiknya. Nilai ini dicantumkan secara kuantitatif dalam bentuk bilangan bulat dan huruf (seperti contoh pada butir 1). Tidak semua mata pelajaran memiliki aspek praktik yang dapat dievaluasi secara mandiri.
Mata pelajaran atau muatan lokal yang dominan untuk dinilai aspek praktiknya adalah mata pelajaran atau muatan lokal yang SK dan KD nya menuntut peserta didik untuk mampu mempraktikan/melaksanakan tugas dengan cara yang benar dan hasil yang baik, sesuai dengan kriteria ketuntasan pada masing-masing mata pelajaran dan muatan lokal.
Kriteria penilaian aspek praktik pada setiap SK dan KD antara lain mencakup penguasaan keterampilan, teknik dalam melakukan tugas dan kesesuaian dengan standar operasional prosedur, yang proses penilaiannya dilaksanakan melalui kegiatan praktik, dan seluruh hasil penilaiannya terintegrasi dalam satu nilai yang dituliskan dalam kolom praktik.
Untuk mata pelajaran atau muatan lokal yang SK dan KD nya memiliki aspek praktik tetapi tidak dominan, penilaiannya terintegrasi dalam penilaian Pengetahuan.
3. Kolom sikap/afektif diisi dengan hasil penilaian aspek sikap/afektif pada setiap mata pelajaran dan muatan lokal, yang diperoleh melalui pengamatan guru terhadap peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
Nilai afektif dicantumkan dalam bentuk Predikat, dengan klasifikasi Tinggi, Sedang, dan Rendah untuk aspek afektif yang mencakup : motivasi dan minat belajar, sikap, kerjasama, disiplin atau aspek lainnya. Untuk nilai afektif yang terkait dengan mata pelajaran dan muatan lokal dapat menggunakan predikat Amat Baik, Baik, Cukup, Kurang (penetapan kriteria dan skor penilaian untuk setiap klasifikasi dimaksud, diserahkan kepada masing-masing sekolah). Nilai afektif dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara mengajar guru.
Penilaian hasil belajar pada setiap kelompok mata pelajaran, sebagaimana diatur dalam PP 19/2005, Pasal 64, dilakukan melalui aspek :
No Kelompok Mata Pelajaran Kognitif Psikhomotor Afeksi/Sikap
1 Agama dan Akhlak Mulia √ - √
2 Pendidikan Kewarganegaraan √ - √
3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Disesuaikan dengan karakteristik materi yang dinilai
4 Estetika - √ √
5 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan √ √ √
Mengacu pada prinsip penilaian tersebut di atas, berikut ini tabel dari tiap mata pelajaran dengan ketiga aspek pengetahuan, praktik, dan sikap (Afektif). Tanda blok ( ) pada Pengetahuan dan Praktik menunjukkan bahwa aspek tersebut sangat tipis ( tidak dominan ) untuk dinilai secara mandiri.
Mata Pelajaran Aspek Yang Dominan
Keterangan
Penge
tahuan Prak
tik Sikap/Afektif
Pendidikan Agama Islam
(untuk agama lainnya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing) ✓ ✓ Pendidikan Agama berfungsi untuk : pengembangan keimanan dan ketaqwaan, penanaman dan pengamalan nilai ajaran Islam, penyesuaian mental terhadap lingkungan, pencegahan dari hal-hal yang negatif.
Ketiga aspek Pengetahuan, praktik, dan afektif/sikap, proses penilaiannya dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan, dominan pada pembelajaran Alqur’an, Aqidah, Syariah, Tarikh dan Muammalah,
sholat, membaca al Qur’an/al Kitab, berkhotbah, dsb.nya
Aspek Sikap/Afektif, yang terkait dengan mata pelajaran dominan pada aspek penanaman nilai – nilai akhlak.
Pendidikan Kewarganega-
raan
✓ ✓ Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara yg. Cerdas, terampil dan berkarakter setia kepada bangsa dan Negara yang mampu merefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945.
Aspek yang dinilai lebih dominan pada:
Aspek Pengetahuan mencakup: peningkatan pemahaman konsep dan fakta tentang hakikat berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Penggunaan berbagai metode seperti: kooperatif, penemuan, inkuiri, interaktif, eksploratif, berfikir kritis, dan pemecahan masalah, dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran (bukan praktik), yang penilaiannya terintegrasi/terpadu di dalam aspek pengetahuan.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran mencakup: pembentukan karakter bangsa yang adaptif terhadap keberagaman, mampu berpikir kritis dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sosial, politik, ekonomi, budaya dan keamanan, dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa Indonesia
✓ ✓ ✓ Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat untuk : berkomunikasi (mengakses/bertukar informasi), pemersatu bangsa, sarana pelestarian dan peningkatan budaya, sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan IPTEK. Aspek yang dominan meliputi aspek pengetahuan, praktik dan afektif.
Aspek Pengetahuan, yang dinilai mencakup kemampuan: Menyimak, membaca, dan kebahasaan (tata bahasa dan kosa kata) serta apresiasi sastra. Penilaian seluruh kemampuan dimaksud dilakukan secara terpadu, menyeluruh dan terintegrasi.
Aspek praktik dapat dinilai dari kemampuan berpidato, dan membuat karangan menggunakan tata bahasa dan kosa kata yang tepat.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran mencakup: sikap berbahasa dengan baik dan benar sesuai kaidah kebahasaan baik formal maupun informal.
Bahasa Inggris dan Bahasa Asing Lain.
✓
✓
✓ Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lain, berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam rangka mengakses dan bertukar informasi secara global, untuk membina hubungan interpersonal, dan meningkatkan wawasan tentang budaya bangsa asing (wawasan internasional). Aspek yang dominan meliputi aspek pengetahuan, praktik dan afektif, yang proses penilaiannya berjangka panjang dan bertahap.
Aspek Pengetahuan mencakup kemampuan : mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), menulis (writing) dan Kebahasaan/linguistik serta sosiokultural.
Penilaian seluruh kemampuan dimaksud dilakukan secara terpadu, menyeluruh dan terintegrasi.
Aspek Praktik dapat dinilai dari kemampuan berbicara dan mengarang menggunakan tata bahasa dan kosa kata yang tepat.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran mencakup: sikap berbahasa dengan baik dan benar sesuai kaidah kebahasaan baik formal maupun informal.
Matematika
✓ ✓ Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan, menggunakan rumus matematika untuk memecahkan masalah , dan mengkomunikasikan gagasan melalui grafik, peta, diagram atau secara lisan/kalimat.
Aspek yang dominan meliputi aspek pengetahuan dan sikap/ afektif, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan mencakup : pemahaman terhadap konsep, prosedur /proses menghitung, dan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.
Aspek Praktik pada mata pelajaran ini kurang dominan, karena hanya sebagian kecil saja KD yang dapat dinilai praktiknya seperti : menggambar/mengukur ruang/sudut. Penggunaan peralatan seperti : kalkulator, komputer, alat peraga atau media lain, hanya untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran, yang penilaiannya terintegrasi/terpadu dalam aspek pengetahuan.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran ini , menitik beratkan pada sikap ilmiah yang mencakup: ketelitian, ketekunan, dan mampu memecahkan masalah secara logis dan sistematis.
Fisika, Kimia dan Biologi
✓ ✓ ✓ Fisika, Kimia, dan Biologi berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran terhadap keteraturan dan keindahan ciptaan Tuhan, meningkatkan pemahanan konsep dan prinsip-prinsip melalui sejumlah keterampilan proses dan sikap ilmiah. Keterampilan proses mencakup: pengamatan, membuat hipotesis, menggunakan alat dan bahan yang dilaksanakan melalui kegiatan praktik, sesuai dengan prosedur dan keselamatan kerja.
Ketiga aspek (pengetahuan, praktik dan sikap/afektif) memiliki bobot penilaian yang proporsional. Proses penilaiannya dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan mencakup : pemahaman konsep yang berfungsi untuk menunjang pelaksanaan praktik.
Aspek praktik mencakup keterampilan proses dan ketrampilan sains yang dilaksanakan melalui praktikum.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran, menitik beratkan pada sikap ilmiah yang mencakup: ketelitian, ketekunan, dan mampu memecahkan masalah secara logis dan sistematis.
Sejarah,Geografi, Sosiologi & Antropologi ✓ ✓ Mata pelajaran ini secara umum berfungsi untuk: menumbuhkan kesadaran peserta didik tentang terjadinya perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu (MP. Sejarah), menanamkan pengetahuan tentang pola keruangan dan proses alam yang terjadi pada bumi (MP. Geografi), meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengaktualisasikan diri dan mengungkapkan status dan peran peserta didik dalam kehidupan sosial dan budaya (MP. Sosiologi), dan meningkatkan penghargaan/kebanggaan terhadap budaya terutama di bidang bahasa, seni dan kepercayaan di lingkungan masyarakat Indonesia (MP. Antropologi). Aspek penilaian yang dominan adalah aspek Pengetahuan dan Sikap/Afektif, sedangkan Aspek praktik sifatnya hanya menunjang dalam proses pembelajaran, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan mencakup: pemahaman fakta, konsep, dan melakukan penelaahan / analisis secara rasional tentang berbagai hal yang terkait dengan bidang kajian masing-masing mata pelajaran. Penggunaan berbagai peralatan seperti alat peraga, atau kegiatan pembelajaran di luar kelas/sekolah (kunjungan), dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran (bukan praktik), yang penilaiannya terintegrasi/terpadu di dalam aspek pengetahuan.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran mencakup: menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan /kekeluargaan, semangat perjuangan dan kompetisi, menghargai perbedaan, menghargai budaya dan karya artistik bangsa, menghargai kekayaan alam ciptaan Tuhan YME.
Ekonomi
✓ ✓ MP. Ekonomi berfungsi untuk meningkatkan pemahaman peserta didik tentang konsep, teori, kenyataan dan peristiwa ekonomi di lingkungan masyarakat, serta memiliki jiwa kewirausahaan. Bidang kajian Akuntansi dalam mata pelajaran Ekonomi berfungsi untuk: mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap rasional, teliti, jujur dan bertanggungjawab dalam pengadministrasian laporan keuangan.
Aspek yang dominan pada mata pelajaran Ekonomi adalah aspek pengetahuan dan afektif. Sedangkan aspek praktik sifatnya hanya penunjang proses pembelajaran, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan mencakup pemahaman konsep, teori, fakta/peristiwa/perilaku ekonomi dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan pembukuan dalam bidang akuntansi merupakan aplikasi pengetahuan di bidang akuntansi (bukan praktik), yang penilaiannya terintegrasi/terpadu dalam aspek pengetahun.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran ini mencakup: kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan ekonomi, menanamkan sikap teliti, jujur dan memiliki jiwa kewirausahaan.
Seni Budaya ✓ ✓ Mata pelajaran Seni Budaya berfungsi untuk menumbuhkembangkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, hidup rukun dan mampu mengembangkan kemampuan imajinatif intelektual, ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan rasa, keterampilan dan mampu memamerkan karya seni.
Aspek Pengetahuan pada mata pelajaran ini hanya berfungsi sebagai ranah pendukung dalam melaksanakan berbagai aktivitas seni, yang penilaiannya terintegrasi dan terpadu di dalam aspek praktik.
Aspek praktik merupakan ranah yang dominan, karena pembelajaran Seni Budaya berupa aktivitas fisik dan cita rasa keindahan, yang tertuang dalam kegiatan berkespresi, bereksplorasi, berapresiasi dan berkreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran.
Aspek Sikap/Afektif yang dominan pada mata pelajaran seni budaya adalah pengembangan kepekaan rasa, toleransi, menghargai karya seni dan daya kreativitas.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan ✓ ✓ ✓ Pendidikan Jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan, penalaran, penghayatan nilai (sikap-mental-emosional-spiritual-sosial), dan pembiasaan pola hidup sehat.
Aspek Pengetahuan pada mata pelajaran ini mencakup pengetahuan mengenai kesehatan dan berbagai macam penyakit. Aspek praktik merupakan ranah yang sangat dominan, karena pembelajarannya lebih menekankan pada aktivitas motorik.
Aspek Afektif yang dominan dalam mata pelajaran ini adalah pembentukan nilai dan pembiasaan pola hidup sehat.
Teknologi Informasi dan Komunikasi ✓ ✓ ✓ Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan tentang sarana TIK, dan kemampuan menggunakan sarana TIK secara optimal.
Aspek Pengetahuan, mencakup pengetahuan tentang sarana (hardware) dan program (software) yang diperlukan dalam penggunaan TIK pada kehidupan sehari-hari, dan kemampuan menggali, mengelola informasi dan melakukan komunikasi.
Aspek Praktik mencakup kemampuan menggunakan dan memelihara sarana TIK.
Aspek Afektif yang terkait dalam mata pelajaran ini mencakup kemampuan belajar mandiri, memecahkan masalah, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Muatan Lokal Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi peserta didik yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah. Aspek yang dinilai, disesuaikan dengan karakteristik jenis program muatan lokal yang dilaksanakan dan diikuti oleh peserta didik.
Contoh: Pengisian Lapoaran Hasil Belajar (LHB) Peserta Didik:
No
Komponen Nilai Hasil Belajar
Kriteria
Ketuntasan
Minimal
Pengetahuan
Praktik
Sikap/
Afektif
(KKM) Angka Huruf Angka Huruf Predikat
A Mata Pelajaran
1 Pendidikan Agama 70 89 Delapan sembilan - - B
2 Pendidikan Kewarganegaraan 65 68 Enam delapan - - B
3 Bahasa Indonesia 65 74 Tujuh empat 70 Tujuh puluh B
4 Bahasa Inggris 60 59 Lima sembilan 70 Tujuh puluh B
5 Matematika 60 60 Enam puluh - - B
6 Fisika 60 60 Enam puluh 70 Tujuh puluh B
7 Biologi 65 60 Enam puluh 70 Tujuh puluh B
8 Kimia 65 65 Enam lima 65 Enam lima B
9 Sejarah 65 69 Enam sembilan - - B
10 Geografi 65 65 Enam lima - - B
11 Ekonomi 65 65 Enam lima - - B
12 Sosiologi 60 77 Tujuh tujuh - - B
13 Seni Budaya 65 - - 65 Enam lima C
14 Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 65 80 Delapan puluh 80 Delapan puluh B
15 Teknologi Informasi dan Komunikasi 65 65 Enam lima 66 Enam enam B
16 Keterampilan/
Bahasa Asing **)
Bhs. Jepang 65 65 Enam lima 70 Tujuh puluh B
B Muatan Lokal
1. Web desain 65 65 Enam lima 74 Tujuh empat B
B. Tabel Ketercapaian Kompetensi Peserta Didik
Kolom ketercapaian Kompetensi diisi dengan uraian singkat / deskripsi yang menggambarkan tingkat pencapaian kompetensi peserta didik (baik yang telah mencapai ketuntasan atau yang belum mencapai ketuntasan).
Apabila pada salah satu semester terdapat SK/KD mata pelajaran tertentu yang belum mencapai ketuntasan belajar dalam semester yang bersangkutan, maka laporan hasil pencapaian kompetensi peserta didik setelah dilakukan program remidial, dicantumkan pada semerter berikutnya.
Contoh : Pengisian Kolom Ketercapaian Kompetensi
No Komponen Ketercapaian Kompetensi
A Mata Pelajaran
1 Pendidikan Agama
Demokrasi dan sifat-sifat tercela, Zakat dan Haji beserta hikmahnya, wakaf dan Islam pada masa Bani Abbasyiah semua sudah mencapai KKM
2 Pendidikan Kewarganegaraan Dasar Negara dan konstitusi sudah mencapai KKM tetapi prinsip demokrasi, hubungan Internasional belum mencapai KKM
3 Bahasa Indonesia Informasi bacaan, sastra melayu klasik, rangkuman pendapat, artikel, indeks, tabel, grafik, formulir, cerpen sudah mencapai KKM, tetapi resensi, cerita rakyat, cerita lucu dan pidato belum mencapai KKM
4
Bahasa Inggris Keterampilan menyimak, membaca, menulis dan berbicara sudah mencapai KKM tetapi penguasaan vocabulary perlu ditingkatkan.
5
Matematika Kompetensi tentang mendefinisikan rumus dan penguasaan tentang materi yang berhubungan dengan ruang/dimensi tiga sudah mencapai KKM tetapi masih perlu ditingkatkan /latihan.
6 Fisika Listrik dinamis, suhu dan kalor sudah mencapai KKM sedangkan gelombang dan Optik belum mencapai KKM
7 Biologi Eko sistem sudah mencapai KKM tetapi kingdom Plantea serta invertebrata belum mencapai KKM
8 Kimia Persamaan reaksi, hukum dasar kimia, konsep mol, stoiklometri dan reaksi redoks sudah mencapai KKM sedangkan hidrokarbon dan minyak bumi belum mencapai KKM.
9 Sejarah Kehidupan awal masyarakat di kepulauan Indonesia, perkem-bangan manusia purba di Indonesia sudah mencapai KKM, tetapi perkem-bangan sosial, ekonomi dan budaya manusia purba di Indonesia belum mencapai KKM
10 Geografi Litosfir sudah mencapai KKM tetapt klimatologis dan hidrosfir belum mencapai KKM.
11 Ekonomi Bentuk-bentuk pasar, pasar uang, pasar modal, P.Berjangka sudah mencapai KKM tetapi P.T.Kerja, biaya, penerimaan, rugi/ laba, koperasi sekolah belum mencapai KKM.
12 Sosiologi Sosialisasi, pembentukan kepribadian, penyimpangan dan pengendalian sosial semua sudah mencapai KKM.
13 Seni budaya Menggambar dasar-dasar teknik, dasar-dasar prespektif dan proyeksi serta mengambar benda alam semuanya sudah mencapai KKM
14 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Pada permainan bola basket untuk kompetensi melempar, menang-kap,mendribel bola, sudah mencapai KKM, tetapi dalam hal teknik memasukkan bola ke dalam jaring masih perlu latihan intensif.
15 Teknologi Informasi dan Komunikasi Fungsi menu icon,pengelolaan tabel, fungsi HLOOKUP&VLOOKUP sudah mencapai KKM tetapi fungsi IF, MID, LEFT, RIGHT&OR belum mencapai KKM.
C. Tabel Pengembangan Diri
Kegiatan Pengembangan diri bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi (dibimbing dan dinilai) oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang diberi tugas, yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dapat dilaksanakan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik serta kegiatan pengembangan kreativitas peserta didik, seperti: Kepramukaan, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR). Keolahragaan, Kesehatan dll.
Aspek yang dinilai dalam kegiatan pengembangan diri lebih dominan pada aspek Sikap/Afektif peserta didik, yang difokuskan pada “perubahan sikap/perilaku peserta didik setelah mengikuti kegiatan pengembangan diri yang diselenggarakan oleh sekolah”. Hasil penilaian yang dicantumkan dalam tabel Pengembangan Diri, hanya untuk penilaian kegiatan Ekstrakurikuler yang diikuti oleh peserta didik. Kriteria penilaian disesuaikan dengan karakteristik program/kegiatan yang diikuti. Sedangkan penilaian untuk kegiatan pelayanan konseling terintegrasi di dalam nilai kepribadian.
Cara pengisian Tabel Pengembangan Diri (Ekstrakurikuler)
Kolom jenis kegiatan, diisi kegiatan yang diikuti oleh masing-masing peserta didik. Kolom keterangan, diisi dengan deskripsi singkat tentang predikat prestasi dan ketercapaian kemampuan baik keterampilan maupun pengetahuan, serta sikap yang ditunjukkan oleh peserta didik selama mengikuti kegiatan dan setelah mengikuti kegiatan tersebut.
Contoh: Pengisian Tabel Pengembangan Diri (Kegiatan Ekstrakurikuler)
Jenis Kegiatan Keterangan
Olahraga Karate Baik: telah lulus ban kuning. Sikap kompetitif, sportifitas, kedisiplinan dan percaya diri baik
Kepramukaan Cukup: dalam baris berbaris dan mengibarkan bendera masih perlu latihan kekompakan, sikap kerjasama perlu ditingkatkan, kedisiplinan baik.
Palang Merah Remaja (PMR) Baik: terampil melakukan pernapasan buatan, kedisiplinan dan kerjasama baik.
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) Cukup: Penguasaan materi baik, sikap percaya diri dan kemampuan berargumentasi kurang, kerjasma dan kedisiplinan cukup.
D. Tabel Ketidakhadiran
Kolom keterangan pada tabel ketidakhadiran peserta didik diisi dengan lama waktu ( hari, jam atau satuan waktu lainnya).
Contoh: Pengisian Tabel Ketidakhadiran
Alasan Ketidakhadiran Keterangan
Sakit 5 hari
Izin 3 hari
Tanpa Keterangan 7 hari
E. Tabel Kepribadian
1. Nilai kepribadian tidak terkait dengan nilai afektif mata pelajaran tetapi berkaitan dengan sikap/perilaku peserta didik bersifat umum.
2. Nilai kepribadian dapat diperoleh antara lain dari jurnal kelas (wali kelas), data-data dan informasi dari konselor, guru bimbingan konseling dan sumber lainnya.
3. Kolom keterangan diisi dengan predikat prestasi kepribadian peserta didik, dan deskripsi tentang sikap/perilaku peserta didik yang paling dominan (baik positif maupun negatif), dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.
4. Klasifikasi predikat prestasi kepribadian: Amat Baik, Baik, Cukup, dan Kurang.
Contoh: Pengisian Tabel Kepribadian
No. Aspek yang Dinilai Keterangan
1 Kelakuan Baik; sering menolong orang, ramah, selalu senyum, menyapa guru dan peserta didik lain di sekolah
2 Kerajinan/Kedisiplinan Cukup: sering terlambat masuk kelas
3 Kerapihan Baik; pakaian seragam dan buku catatan selalu rapih
4 Kebersihan Baik; seragam bersih, dan penampilan bersih
LAPORAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
(BERDASARKAN KTSP)
SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL
MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT PEMBINAAN SMA
JAKARTA 2006
I. PANDUAN PENILAIAN
A. Laporan Hasil Belajar (LHB)
1. LHB disampaikan kepada peserta didik dan orang tua/wali peserta didik setiap akhir semester.
2. Pengisian LHB dapat dilakukan secara manual atau komputerisasi.
3. Bentuk LHB dapat berupa buku atau lembaran, dengan catatan harus memenuhi seluruh komponen LHB, yang mencakup (1) identitas peserta didik, 2) format nilai hasil belajar peserta didik, 3) format ketercapaian kompetensi peserta didik, 4) program pengembangan diri (kegiatan ekstrakurikuler), ketidakhadiran, kepribadian dan catatan wali kelas, 5) keterangan pindah sekolah, dan 6) catatan prestasi peserta didik.
4. Penulisan buku induk dapat dilakukan secara manual atau komputerisasi (disesuaikan dengan pelaksanaan penulisan LHB).
B. Prinsip Penilaian
1. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
2. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasilkarya berupa tugas, proyek dan atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian:
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi/ranking seseorang terhadap kelompoknya.
c. Sistem penilaian yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan belum, serta mengetahui kesulitan peserta didik.
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut, berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh: jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan, maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya : teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan berupa informasi yang dibutuhkan.
C. Skala Penilaian
1. Nilai ketuntasan belajar untuk aspek pengetahuan dan praktik dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat, dengan rentang 0 -100.
2. Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0 – 100 %. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75 %.
3. Satuan pendidikan dapat menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dibawah nilai ketuntasan belajar ideal. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
4. KKM ditetapkan untuk setiap mata pelajaran oleh forum guru pada awal tahun pelajaran.
5. KKM tersebut dicantumkan dalam LHB dan harus diinformasikan kepada seluruh warga sekolah dan orang tua siswa.
6. Penetapan KKM dilakukan melalui analisis kriteria ketuntasan belajar minimum pada setiap KD. Setiap KD dimungkinkan adanya perbedaan nilai KKM, dan penetapannya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Tingkat kompleksitas (kesulitan dan kerumitan) setiap KD yang harus dicapai oleh siswa.
b. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa pada sekolah yang bersangkutan.
c. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah.
Catatan :
Teknis pelaksanaan penilaian lihat buku Pedoman Umum dan Pedoman Khusus penilaian yang telah diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA.
D. Kenaikan Kelas
1. Dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran.
2. Kenaikan kelas didasarkan pada penilaian hasil belajar pada semerter 2 (dua), dengan pertimbangan seluruh SK/KD yang belum tuntas pada semester 1 (satu) harus dituntaskan sampai mencapai KKM yang ditetapkan, sebelum akhir semester 2 (dua).
3. Peserta didik dinyatakan tidak naik ke kelas XI, apabila yang bersangkutan tidak mencapai ketuntasan, lebih dari 3 (tiga) mata pelajaran.
4. Peserta didik dinyatakan tidak naik ke kelas XII, apabila yang bersangkutan tidak mencapai ketuntasan, lebih dari 3 (tiga) mata pelajaran yang bukan mata pelajaran ciri khas program studi.
Sebagai contoh:
Bagi Peserta didik Kelas XI
a. Program IPA, tidak boleh memiliki nilai yang tidak tuntas pada mata pelajaran Fisika, Kimia, dan Biologi.
b. Program IPS, tidak boleh memiliki nilai yang tidak tuntas pada mata pelajaran Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi.
c. Program Bahasa, tidak boleh memiliki nilai yang tidak tuntas (kurang) pada matapelajaran Antropologi, Sastra Indonesia, dan Bahasa Asing lainnya yang menjadi pilihan.
5. Satuan pendidikan dapat menambah kriteria kenaikan kelas sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan setiap satuan pendidikan.
E. Penjurusan
1. Waktu penentuan dan pelaksanaan penjurusan
a. Penentuan penjurusan bagi peserta didik untuk program IPA, IPS dan Bahasa dilakukan mulai akhir semester 2 (dua) kelas X.
b. Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester 1 (satu) kelas XI.
2. Kriteria penjurusan program meliputi :
a. Nilai akademik,
Peserta didik yang naik kelas XI dan akan mengambil program tertentu yaitu : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau Bahasa : boleh memiliki nilai yang tidak tuntas paling banyak 3 (tiga) mata pelajaran pada mata pelajaran-mata pelajaran yang bukan menjadi ciri khas program tersebut (lihat Struktur Kurikulum).
Peserta didik yang naik ke kelas XI, dan yang bersangkutan mendapat nilai tidak tuntas 3 (tiga) mata pelajaran, maka nilai tersebut harus dijadikan dasar untuk menentukan program yang dapat diikuti oleh peserta didik, contoh :
• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Fisika, Kimia dan Geografi (2 mata pelajaran ciri khas program IPA dan 1 ciri khas program IPS), maka siswa tersebut secara akademik dapat dimasukkan ke program Bahasa.
• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Fisika, (2 mata pelajaran ciri khas Bahasa dan 1 ciri khas IPA), maka siswa tersebut secara akademik dapat dimasukkan ke program IPS.
• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Ekonomi, Sosilologi, dan Bahasa Inggris (2 mata pelajaran ciri khas program IPS dan 1 ciri khas program Bahasa), maka peserta didik tersebut secara akademik dapat dimasukkan ke program IPA.
• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Fisika, Ekonomi, dan Bahasa Indonesia (mencakup semua mata pelajaran yang menjadi ciri khas ketiga program di SMA) maka peserta didik tersebut:
- perlu diperhatikan prestasi Pengetahuan, Sikap, dan Praktik mata pelajaran yang menjadi ciri khas program IPA seperti Fisika, Kimia, dan Biologi dibandingkan dengan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program IPS ( Ekonomi, Geografi, Sosiologi) dan dibandingkan dengan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program Bahasa (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris). Perbandingan nilai prestasi siswa dimaksud, dapat dilakukan melalui program remidial dan diakhiri dengan ujian. Apabila nilai dari setiap mata pelajaran yang menjadi ciri khas program tertentu ada nilai prestasi yang lebih unggul daripada program lainya, maka siswa tersebut dapat dijuruskan ke program yang nilai prestasi mata pelajarannya lebih unggul tersebut. Apabila antara minat dan prestasi ketiga aspek tidak cocok/sesuai, wali kelas dengan pertimbangan masukan guru Bimbingan dan Konseling dapat memutuskan program apa yang dapat dipilih oleh peserta didik.
- Perlu diperhatikan minat peserta didik.
b. Minat Peserta Didik
Untuk mengetahui minat peserta didik dapat dilakukan melalui angket/kuesioner dan wawancara, atau cara lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi minat, dan bakat.
3. Bagi peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk masuk ke semua program, diberi kesempatan untuk pindah jurusan apabila ia tidak cocok pada program semula atau tidak sesuai dengan kemampuan dan kemajuan belajarnya. Sekolah harus memfasilitasi agar peserta didik dapat mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki di kelas baru.
4. Batas waktu untuk pindah program ditentukan oleh sekolah paling lambat 1 (satu) bulan.
5. Satuan pendidikan dapat menambah kriteria penjurusan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan setiap satuan pendidikan.
F. Pindah Sekolah
1. Sekolah harus memfasilitasi adanya peserta didik yang pindah sekolah:
a. Antar sekolah pelaksana KTSP;
b. Antara sekolah pelaksana Kurikulum 2004 dengan sekolah pelaksana KTSP.
2. Untuk pelaksanaan pindah sekolah lintas Provinsi/Kabupaten/Kota, dikoordinasikan dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota setempat.
3. Sekolah dapat menentukan persyaratan pindah/mutasi peserta didik sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah, antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Menyesuaikan bentuk laporan hasil belajar (LHB) dari sekolah asal sesuai dengan bentuk raport yang digunakan disekolah tujuan.
b. Melakukan tes atau program matrikulasi bagi siswa pindahan.
II. CARA PENGISIAN FORMAT LAPORAN HASIL BELAJAR
A. Tabel Laporan Hasil Belajar
Nilai laporan hasil belajar per semester merupakan nilai kumulatif dari hasil pencapaian standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) selama peserta didik mengikuti pembelajaran pada semester yang terkait, yang diperoleh melalui ujian (lisan, tertulis, wawancara, kuis, praktik, tugas-tugas, dll) termasuk hasil remedial. Hal ini sesuai dengan karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikembangkan berbasis kompetensi. Proses pembelajaran berbasis kompetensi menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) dan penilaian berkelanjutan.
1. Kolom Pengetahuan diisi dengan nilai kumulatif dari hasil pencapaian SK dan KD untuk aspek Pengetahuan setiap mata pelajaran dan muatan lokal per semester. Nilai ini ditulis secara kuantitatif dalam bentuk bilangan bulat dan huruf, dengan menggunakan skala 0 - 100. Contoh : dalam angka : 75 dalam huruf Tujuh Puluh Lima atau Tujuh Lima.
Nilai pengetahuan mencakup aspek pengetahuan konsep sampai dengan aspek penerapan, analisis dan evaluasi.
2. Kolom Praktik diisi dengan nilai kumulatif dari hasil pencapaian SK dan KD untuk aspek praktik pada mata pelajaran dan muatan lokal tertentu yang karakteristik KD nya menuntut/dominan untuk dinilai aspek praktiknya. Nilai ini dicantumkan secara kuantitatif dalam bentuk bilangan bulat dan huruf (seperti contoh pada butir 1). Tidak semua mata pelajaran memiliki aspek praktik yang dapat dievaluasi secara mandiri.
Mata pelajaran atau muatan lokal yang dominan untuk dinilai aspek praktiknya adalah mata pelajaran atau muatan lokal yang SK dan KD nya menuntut peserta didik untuk mampu mempraktikan/melaksanakan tugas dengan cara yang benar dan hasil yang baik, sesuai dengan kriteria ketuntasan pada masing-masing mata pelajaran dan muatan lokal.
Kriteria penilaian aspek praktik pada setiap SK dan KD antara lain mencakup penguasaan keterampilan, teknik dalam melakukan tugas dan kesesuaian dengan standar operasional prosedur, yang proses penilaiannya dilaksanakan melalui kegiatan praktik, dan seluruh hasil penilaiannya terintegrasi dalam satu nilai yang dituliskan dalam kolom praktik.
Untuk mata pelajaran atau muatan lokal yang SK dan KD nya memiliki aspek praktik tetapi tidak dominan, penilaiannya terintegrasi dalam penilaian Pengetahuan.
3. Kolom sikap/afektif diisi dengan hasil penilaian aspek sikap/afektif pada setiap mata pelajaran dan muatan lokal, yang diperoleh melalui pengamatan guru terhadap peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
Nilai afektif dicantumkan dalam bentuk Predikat, dengan klasifikasi Tinggi, Sedang, dan Rendah untuk aspek afektif yang mencakup : motivasi dan minat belajar, sikap, kerjasama, disiplin atau aspek lainnya. Untuk nilai afektif yang terkait dengan mata pelajaran dan muatan lokal dapat menggunakan predikat Amat Baik, Baik, Cukup, Kurang (penetapan kriteria dan skor penilaian untuk setiap klasifikasi dimaksud, diserahkan kepada masing-masing sekolah). Nilai afektif dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara mengajar guru.
Penilaian hasil belajar pada setiap kelompok mata pelajaran, sebagaimana diatur dalam PP 19/2005, Pasal 64, dilakukan melalui aspek :
No Kelompok Mata Pelajaran Kognitif Psikhomotor Afeksi/Sikap
1 Agama dan Akhlak Mulia √ - √
2 Pendidikan Kewarganegaraan √ - √
3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Disesuaikan dengan karakteristik materi yang dinilai
4 Estetika - √ √
5 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan √ √ √
Mengacu pada prinsip penilaian tersebut di atas, berikut ini tabel dari tiap mata pelajaran dengan ketiga aspek pengetahuan, praktik, dan sikap (Afektif). Tanda blok ( ) pada Pengetahuan dan Praktik menunjukkan bahwa aspek tersebut sangat tipis ( tidak dominan ) untuk dinilai secara mandiri.
Mata Pelajaran Aspek Yang Dominan
Keterangan
Penge
tahuan Prak
tik Sikap/Afektif
Pendidikan Agama Islam
(untuk agama lainnya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing) ✓ ✓ Pendidikan Agama berfungsi untuk : pengembangan keimanan dan ketaqwaan, penanaman dan pengamalan nilai ajaran Islam, penyesuaian mental terhadap lingkungan, pencegahan dari hal-hal yang negatif.
Ketiga aspek Pengetahuan, praktik, dan afektif/sikap, proses penilaiannya dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan, dominan pada pembelajaran Alqur’an, Aqidah, Syariah, Tarikh dan Muammalah,
sholat, membaca al Qur’an/al Kitab, berkhotbah, dsb.nya
Aspek Sikap/Afektif, yang terkait dengan mata pelajaran dominan pada aspek penanaman nilai – nilai akhlak.
Pendidikan Kewarganega-
raan
✓ ✓ Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara yg. Cerdas, terampil dan berkarakter setia kepada bangsa dan Negara yang mampu merefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945.
Aspek yang dinilai lebih dominan pada:
Aspek Pengetahuan mencakup: peningkatan pemahaman konsep dan fakta tentang hakikat berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Penggunaan berbagai metode seperti: kooperatif, penemuan, inkuiri, interaktif, eksploratif, berfikir kritis, dan pemecahan masalah, dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran (bukan praktik), yang penilaiannya terintegrasi/terpadu di dalam aspek pengetahuan.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran mencakup: pembentukan karakter bangsa yang adaptif terhadap keberagaman, mampu berpikir kritis dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sosial, politik, ekonomi, budaya dan keamanan, dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa Indonesia
✓ ✓ ✓ Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat untuk : berkomunikasi (mengakses/bertukar informasi), pemersatu bangsa, sarana pelestarian dan peningkatan budaya, sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan IPTEK. Aspek yang dominan meliputi aspek pengetahuan, praktik dan afektif.
Aspek Pengetahuan, yang dinilai mencakup kemampuan: Menyimak, membaca, dan kebahasaan (tata bahasa dan kosa kata) serta apresiasi sastra. Penilaian seluruh kemampuan dimaksud dilakukan secara terpadu, menyeluruh dan terintegrasi.
Aspek praktik dapat dinilai dari kemampuan berpidato, dan membuat karangan menggunakan tata bahasa dan kosa kata yang tepat.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran mencakup: sikap berbahasa dengan baik dan benar sesuai kaidah kebahasaan baik formal maupun informal.
Bahasa Inggris dan Bahasa Asing Lain.
✓
✓
✓ Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lain, berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam rangka mengakses dan bertukar informasi secara global, untuk membina hubungan interpersonal, dan meningkatkan wawasan tentang budaya bangsa asing (wawasan internasional). Aspek yang dominan meliputi aspek pengetahuan, praktik dan afektif, yang proses penilaiannya berjangka panjang dan bertahap.
Aspek Pengetahuan mencakup kemampuan : mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), menulis (writing) dan Kebahasaan/linguistik serta sosiokultural.
Penilaian seluruh kemampuan dimaksud dilakukan secara terpadu, menyeluruh dan terintegrasi.
Aspek Praktik dapat dinilai dari kemampuan berbicara dan mengarang menggunakan tata bahasa dan kosa kata yang tepat.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran mencakup: sikap berbahasa dengan baik dan benar sesuai kaidah kebahasaan baik formal maupun informal.
Matematika
✓ ✓ Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan, menggunakan rumus matematika untuk memecahkan masalah , dan mengkomunikasikan gagasan melalui grafik, peta, diagram atau secara lisan/kalimat.
Aspek yang dominan meliputi aspek pengetahuan dan sikap/ afektif, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan mencakup : pemahaman terhadap konsep, prosedur /proses menghitung, dan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.
Aspek Praktik pada mata pelajaran ini kurang dominan, karena hanya sebagian kecil saja KD yang dapat dinilai praktiknya seperti : menggambar/mengukur ruang/sudut. Penggunaan peralatan seperti : kalkulator, komputer, alat peraga atau media lain, hanya untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran, yang penilaiannya terintegrasi/terpadu dalam aspek pengetahuan.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran ini , menitik beratkan pada sikap ilmiah yang mencakup: ketelitian, ketekunan, dan mampu memecahkan masalah secara logis dan sistematis.
Fisika, Kimia dan Biologi
✓ ✓ ✓ Fisika, Kimia, dan Biologi berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran terhadap keteraturan dan keindahan ciptaan Tuhan, meningkatkan pemahanan konsep dan prinsip-prinsip melalui sejumlah keterampilan proses dan sikap ilmiah. Keterampilan proses mencakup: pengamatan, membuat hipotesis, menggunakan alat dan bahan yang dilaksanakan melalui kegiatan praktik, sesuai dengan prosedur dan keselamatan kerja.
Ketiga aspek (pengetahuan, praktik dan sikap/afektif) memiliki bobot penilaian yang proporsional. Proses penilaiannya dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan mencakup : pemahaman konsep yang berfungsi untuk menunjang pelaksanaan praktik.
Aspek praktik mencakup keterampilan proses dan ketrampilan sains yang dilaksanakan melalui praktikum.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran, menitik beratkan pada sikap ilmiah yang mencakup: ketelitian, ketekunan, dan mampu memecahkan masalah secara logis dan sistematis.
Sejarah,Geografi, Sosiologi & Antropologi ✓ ✓ Mata pelajaran ini secara umum berfungsi untuk: menumbuhkan kesadaran peserta didik tentang terjadinya perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu (MP. Sejarah), menanamkan pengetahuan tentang pola keruangan dan proses alam yang terjadi pada bumi (MP. Geografi), meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengaktualisasikan diri dan mengungkapkan status dan peran peserta didik dalam kehidupan sosial dan budaya (MP. Sosiologi), dan meningkatkan penghargaan/kebanggaan terhadap budaya terutama di bidang bahasa, seni dan kepercayaan di lingkungan masyarakat Indonesia (MP. Antropologi). Aspek penilaian yang dominan adalah aspek Pengetahuan dan Sikap/Afektif, sedangkan Aspek praktik sifatnya hanya menunjang dalam proses pembelajaran, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan mencakup: pemahaman fakta, konsep, dan melakukan penelaahan / analisis secara rasional tentang berbagai hal yang terkait dengan bidang kajian masing-masing mata pelajaran. Penggunaan berbagai peralatan seperti alat peraga, atau kegiatan pembelajaran di luar kelas/sekolah (kunjungan), dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran (bukan praktik), yang penilaiannya terintegrasi/terpadu di dalam aspek pengetahuan.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran mencakup: menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan /kekeluargaan, semangat perjuangan dan kompetisi, menghargai perbedaan, menghargai budaya dan karya artistik bangsa, menghargai kekayaan alam ciptaan Tuhan YME.
Ekonomi
✓ ✓ MP. Ekonomi berfungsi untuk meningkatkan pemahaman peserta didik tentang konsep, teori, kenyataan dan peristiwa ekonomi di lingkungan masyarakat, serta memiliki jiwa kewirausahaan. Bidang kajian Akuntansi dalam mata pelajaran Ekonomi berfungsi untuk: mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap rasional, teliti, jujur dan bertanggungjawab dalam pengadministrasian laporan keuangan.
Aspek yang dominan pada mata pelajaran Ekonomi adalah aspek pengetahuan dan afektif. Sedangkan aspek praktik sifatnya hanya penunjang proses pembelajaran, sebagai contoh:
Aspek Pengetahuan mencakup pemahaman konsep, teori, fakta/peristiwa/perilaku ekonomi dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan pembukuan dalam bidang akuntansi merupakan aplikasi pengetahuan di bidang akuntansi (bukan praktik), yang penilaiannya terintegrasi/terpadu dalam aspek pengetahun.
Aspek Sikap/Afektif yang terkait dengan mata pelajaran ini mencakup: kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan ekonomi, menanamkan sikap teliti, jujur dan memiliki jiwa kewirausahaan.
Seni Budaya ✓ ✓ Mata pelajaran Seni Budaya berfungsi untuk menumbuhkembangkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, hidup rukun dan mampu mengembangkan kemampuan imajinatif intelektual, ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan rasa, keterampilan dan mampu memamerkan karya seni.
Aspek Pengetahuan pada mata pelajaran ini hanya berfungsi sebagai ranah pendukung dalam melaksanakan berbagai aktivitas seni, yang penilaiannya terintegrasi dan terpadu di dalam aspek praktik.
Aspek praktik merupakan ranah yang dominan, karena pembelajaran Seni Budaya berupa aktivitas fisik dan cita rasa keindahan, yang tertuang dalam kegiatan berkespresi, bereksplorasi, berapresiasi dan berkreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran.
Aspek Sikap/Afektif yang dominan pada mata pelajaran seni budaya adalah pengembangan kepekaan rasa, toleransi, menghargai karya seni dan daya kreativitas.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan ✓ ✓ ✓ Pendidikan Jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan, penalaran, penghayatan nilai (sikap-mental-emosional-spiritual-sosial), dan pembiasaan pola hidup sehat.
Aspek Pengetahuan pada mata pelajaran ini mencakup pengetahuan mengenai kesehatan dan berbagai macam penyakit. Aspek praktik merupakan ranah yang sangat dominan, karena pembelajarannya lebih menekankan pada aktivitas motorik.
Aspek Afektif yang dominan dalam mata pelajaran ini adalah pembentukan nilai dan pembiasaan pola hidup sehat.
Teknologi Informasi dan Komunikasi ✓ ✓ ✓ Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan tentang sarana TIK, dan kemampuan menggunakan sarana TIK secara optimal.
Aspek Pengetahuan, mencakup pengetahuan tentang sarana (hardware) dan program (software) yang diperlukan dalam penggunaan TIK pada kehidupan sehari-hari, dan kemampuan menggali, mengelola informasi dan melakukan komunikasi.
Aspek Praktik mencakup kemampuan menggunakan dan memelihara sarana TIK.
Aspek Afektif yang terkait dalam mata pelajaran ini mencakup kemampuan belajar mandiri, memecahkan masalah, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Muatan Lokal Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi peserta didik yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah. Aspek yang dinilai, disesuaikan dengan karakteristik jenis program muatan lokal yang dilaksanakan dan diikuti oleh peserta didik.
Contoh: Pengisian Lapoaran Hasil Belajar (LHB) Peserta Didik:
No
Komponen Nilai Hasil Belajar
Kriteria
Ketuntasan
Minimal
Pengetahuan
Praktik
Sikap/
Afektif
(KKM) Angka Huruf Angka Huruf Predikat
A Mata Pelajaran
1 Pendidikan Agama 70 89 Delapan sembilan - - B
2 Pendidikan Kewarganegaraan 65 68 Enam delapan - - B
3 Bahasa Indonesia 65 74 Tujuh empat 70 Tujuh puluh B
4 Bahasa Inggris 60 59 Lima sembilan 70 Tujuh puluh B
5 Matematika 60 60 Enam puluh - - B
6 Fisika 60 60 Enam puluh 70 Tujuh puluh B
7 Biologi 65 60 Enam puluh 70 Tujuh puluh B
8 Kimia 65 65 Enam lima 65 Enam lima B
9 Sejarah 65 69 Enam sembilan - - B
10 Geografi 65 65 Enam lima - - B
11 Ekonomi 65 65 Enam lima - - B
12 Sosiologi 60 77 Tujuh tujuh - - B
13 Seni Budaya 65 - - 65 Enam lima C
14 Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 65 80 Delapan puluh 80 Delapan puluh B
15 Teknologi Informasi dan Komunikasi 65 65 Enam lima 66 Enam enam B
16 Keterampilan/
Bahasa Asing **)
Bhs. Jepang 65 65 Enam lima 70 Tujuh puluh B
B Muatan Lokal
1. Web desain 65 65 Enam lima 74 Tujuh empat B
B. Tabel Ketercapaian Kompetensi Peserta Didik
Kolom ketercapaian Kompetensi diisi dengan uraian singkat / deskripsi yang menggambarkan tingkat pencapaian kompetensi peserta didik (baik yang telah mencapai ketuntasan atau yang belum mencapai ketuntasan).
Apabila pada salah satu semester terdapat SK/KD mata pelajaran tertentu yang belum mencapai ketuntasan belajar dalam semester yang bersangkutan, maka laporan hasil pencapaian kompetensi peserta didik setelah dilakukan program remidial, dicantumkan pada semerter berikutnya.
Contoh : Pengisian Kolom Ketercapaian Kompetensi
No Komponen Ketercapaian Kompetensi
A Mata Pelajaran
1 Pendidikan Agama
Demokrasi dan sifat-sifat tercela, Zakat dan Haji beserta hikmahnya, wakaf dan Islam pada masa Bani Abbasyiah semua sudah mencapai KKM
2 Pendidikan Kewarganegaraan Dasar Negara dan konstitusi sudah mencapai KKM tetapi prinsip demokrasi, hubungan Internasional belum mencapai KKM
3 Bahasa Indonesia Informasi bacaan, sastra melayu klasik, rangkuman pendapat, artikel, indeks, tabel, grafik, formulir, cerpen sudah mencapai KKM, tetapi resensi, cerita rakyat, cerita lucu dan pidato belum mencapai KKM
4
Bahasa Inggris Keterampilan menyimak, membaca, menulis dan berbicara sudah mencapai KKM tetapi penguasaan vocabulary perlu ditingkatkan.
5
Matematika Kompetensi tentang mendefinisikan rumus dan penguasaan tentang materi yang berhubungan dengan ruang/dimensi tiga sudah mencapai KKM tetapi masih perlu ditingkatkan /latihan.
6 Fisika Listrik dinamis, suhu dan kalor sudah mencapai KKM sedangkan gelombang dan Optik belum mencapai KKM
7 Biologi Eko sistem sudah mencapai KKM tetapi kingdom Plantea serta invertebrata belum mencapai KKM
8 Kimia Persamaan reaksi, hukum dasar kimia, konsep mol, stoiklometri dan reaksi redoks sudah mencapai KKM sedangkan hidrokarbon dan minyak bumi belum mencapai KKM.
9 Sejarah Kehidupan awal masyarakat di kepulauan Indonesia, perkem-bangan manusia purba di Indonesia sudah mencapai KKM, tetapi perkem-bangan sosial, ekonomi dan budaya manusia purba di Indonesia belum mencapai KKM
10 Geografi Litosfir sudah mencapai KKM tetapt klimatologis dan hidrosfir belum mencapai KKM.
11 Ekonomi Bentuk-bentuk pasar, pasar uang, pasar modal, P.Berjangka sudah mencapai KKM tetapi P.T.Kerja, biaya, penerimaan, rugi/ laba, koperasi sekolah belum mencapai KKM.
12 Sosiologi Sosialisasi, pembentukan kepribadian, penyimpangan dan pengendalian sosial semua sudah mencapai KKM.
13 Seni budaya Menggambar dasar-dasar teknik, dasar-dasar prespektif dan proyeksi serta mengambar benda alam semuanya sudah mencapai KKM
14 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Pada permainan bola basket untuk kompetensi melempar, menang-kap,mendribel bola, sudah mencapai KKM, tetapi dalam hal teknik memasukkan bola ke dalam jaring masih perlu latihan intensif.
15 Teknologi Informasi dan Komunikasi Fungsi menu icon,pengelolaan tabel, fungsi HLOOKUP&VLOOKUP sudah mencapai KKM tetapi fungsi IF, MID, LEFT, RIGHT&OR belum mencapai KKM.
C. Tabel Pengembangan Diri
Kegiatan Pengembangan diri bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi (dibimbing dan dinilai) oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang diberi tugas, yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dapat dilaksanakan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik serta kegiatan pengembangan kreativitas peserta didik, seperti: Kepramukaan, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR). Keolahragaan, Kesehatan dll.
Aspek yang dinilai dalam kegiatan pengembangan diri lebih dominan pada aspek Sikap/Afektif peserta didik, yang difokuskan pada “perubahan sikap/perilaku peserta didik setelah mengikuti kegiatan pengembangan diri yang diselenggarakan oleh sekolah”. Hasil penilaian yang dicantumkan dalam tabel Pengembangan Diri, hanya untuk penilaian kegiatan Ekstrakurikuler yang diikuti oleh peserta didik. Kriteria penilaian disesuaikan dengan karakteristik program/kegiatan yang diikuti. Sedangkan penilaian untuk kegiatan pelayanan konseling terintegrasi di dalam nilai kepribadian.
Cara pengisian Tabel Pengembangan Diri (Ekstrakurikuler)
Kolom jenis kegiatan, diisi kegiatan yang diikuti oleh masing-masing peserta didik. Kolom keterangan, diisi dengan deskripsi singkat tentang predikat prestasi dan ketercapaian kemampuan baik keterampilan maupun pengetahuan, serta sikap yang ditunjukkan oleh peserta didik selama mengikuti kegiatan dan setelah mengikuti kegiatan tersebut.
Contoh: Pengisian Tabel Pengembangan Diri (Kegiatan Ekstrakurikuler)
Jenis Kegiatan Keterangan
Olahraga Karate Baik: telah lulus ban kuning. Sikap kompetitif, sportifitas, kedisiplinan dan percaya diri baik
Kepramukaan Cukup: dalam baris berbaris dan mengibarkan bendera masih perlu latihan kekompakan, sikap kerjasama perlu ditingkatkan, kedisiplinan baik.
Palang Merah Remaja (PMR) Baik: terampil melakukan pernapasan buatan, kedisiplinan dan kerjasama baik.
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) Cukup: Penguasaan materi baik, sikap percaya diri dan kemampuan berargumentasi kurang, kerjasma dan kedisiplinan cukup.
D. Tabel Ketidakhadiran
Kolom keterangan pada tabel ketidakhadiran peserta didik diisi dengan lama waktu ( hari, jam atau satuan waktu lainnya).
Contoh: Pengisian Tabel Ketidakhadiran
Alasan Ketidakhadiran Keterangan
Sakit 5 hari
Izin 3 hari
Tanpa Keterangan 7 hari
E. Tabel Kepribadian
1. Nilai kepribadian tidak terkait dengan nilai afektif mata pelajaran tetapi berkaitan dengan sikap/perilaku peserta didik bersifat umum.
2. Nilai kepribadian dapat diperoleh antara lain dari jurnal kelas (wali kelas), data-data dan informasi dari konselor, guru bimbingan konseling dan sumber lainnya.
3. Kolom keterangan diisi dengan predikat prestasi kepribadian peserta didik, dan deskripsi tentang sikap/perilaku peserta didik yang paling dominan (baik positif maupun negatif), dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.
4. Klasifikasi predikat prestasi kepribadian: Amat Baik, Baik, Cukup, dan Kurang.
Contoh: Pengisian Tabel Kepribadian
No. Aspek yang Dinilai Keterangan
1 Kelakuan Baik; sering menolong orang, ramah, selalu senyum, menyapa guru dan peserta didik lain di sekolah
2 Kerajinan/Kedisiplinan Cukup: sering terlambat masuk kelas
3 Kerapihan Baik; pakaian seragam dan buku catatan selalu rapih
4 Kebersihan Baik; seragam bersih, dan penampilan bersih
METODE PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AFEKTIF
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM TERPADU
A.Latar Belakang Masalah
Pola kajian kependidikan Islam di Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam literatur-literatur yang ada pada saat ini, pada dasarnya terfokus pada tiga kategori, yaitu: pertama, kajian-kajian sosio-historis pendidikan Islam; kedua, kajian pemikiran dan teori pendidikan Islam; dan ketiga, kajian metodologis pendidikan Islam. Pola-pola yang dikembangkan ini secara umum memiliki kesamaan tujuan yaitu mencari format terbaik bagi teori dan landasan praktik pelaksanaan pendidikan Islam.
Ajaran Islam sebagaimana yang tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., sebenarnya kaya akan fundamental doctrines dan fundamental values dalam berbagai aspek kehidupan manusia, yang dapat digali dan ditangkap sesuai dengan disiplin keilmuan atau keahlian seseorang. Para pemerhati dan pengembang pendidikan Islam akan berusaha menangkap dan menggalinya dari tinjauan aspek kependidikan.
Salah satu model penggalian dan pengkajian terhadap fundamental doctrines dan fundamental values dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang dilakukan oleh para ulama atau pemerhati dan pengembang pendidikan Islam adalah model “Pereneal-Esensialis Kontekstual”, yakni upaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah al-shahihah dengan mengikutsertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik di bidang pendidikan, serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh dunia pendidikan modern. Jadi, model ini selalu mempertimbangkan normatifitas ajaran Islam dengan mendekatkannya dengan realitas modern. Pengkajian pemikiran terhadap pemikiran ulama klasik dimaksudkan untuk menjadikannya sebagai landasan dalam melakukan verifikasi dan relevansi dengan konteks kekinian dan yang akan datang.
Berbicara tentang Pendidikan Islam, agaknya sangat idealis dan utopis bila hanya berkutat pada persoalan fundasional filosofis, karena kegiatan pendidikan sangat concern terhadap persoalan-persoalan operasional. Di antara kelemahan dari kajian Pendidikan Islam yang selama ini mewacana dalam berbagai literatur kependidikan Islam adalah mereka hanya kaya konsep fundasional atau kajian teoritis, tetapi miskin dimensi operasional atau praktisnya, atau sebaliknya kaya praktik/operasional, tetapi lepas dari konsep fundasional dan dimensi teoritiknya.
Untuk mencegah timbulnya kesenjangan sekaligus mencari titik temu dari persoalan tersebut, muncullah gagasan Pendidikan Islam Terpadu, sebuah model pendidikan yang didesain dengan segala keterpaduan dari berbagai sisi dan aspek pendidikan, yang meliputi visi, misi, kurikulum, pendidik, suasana pembelajaran, dan lain sebagainya.
Sekolah Islam Terpadu sebagai bentuk satuan pendidikan pra-dasar, dasar, dan menegah memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun, membentuk, membina, dan mengarahkan anak didik menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang memiliki karakter dan kepribadian yang positif, manusia yang mampu memahami diri sendiri dan orang lain, manusia yang trampil hidupnya, manusia yang mandiri dan bertanggung jawab, dan manusia yang mau dan mampu berperan serta dan bekerja sama dengan orang lain. Untuk itu Sekolah Islam Terpadu mencoba menerapkan sistem terpadu dengan penerapan program full day school. Yang dimaksud program terpadu adalah program yang memadukan antara program pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah) dan fisik (jasadiyah), dan antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan.
Pemaduan program pendidikan umum dan agama dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif artinya porsi program pendidikan umum dan program pendidikan agama diberikan secara seimbang. Sedang secara kualitatif berarti pendidikan umum diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan muatan-muatan yang ada dalam pendidikan umum. Nilai-nilai agama memberikan makna dan semangat (ruh) terhadap program pendidikan umum.
Potensi dasar (fithrah) manusia seperti ; potensi intelektual ( fikriyah), emosional (ruhiyah), dan fisik (jasadiyah) merupakan anugerah dari Allah yang perlu ditumbuhkan, dikembangkan, dibina, dan diarahkan dengan baik, benar dan seimbang. Program pendidikan terpadu diharapkan menjadi salah satu sarana untuk menumbuhkan, mengembangkan, membina, dan mengarahkan potensi-potensi dasar yang dimiliki anak didik.
Berangkat dari pemahaman bahwa pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat, sekolah sebagai sebuah institusi adalah pelaksana langsung proses pendidikan, sedang orang tua dan masyarakat sebagai pihak pengguna dan penikmat hasil pendidikan perlu diberdayakan. Pemberdayaan orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan dititik beratkan pada peran serta mereka dalam penyamaan perlakuan terhadap anak didik serta dalam jalannya proses pendidikan.
Mereka bisa menjadi fasilitator, evaluator, donatur bahkan menjadi sumber belajar. Program pendidikan terpadu menjadi salah satu wahana untuk mengoptimalkan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah dan masyarakat terhadap dunia pendidikan.
Dengan demikian Sekolah Islam Terpadu bertolak dari visi yang dibangun atas dasar keyakinan, bahwa proses pendidikan bertolak dari dan menuju fitrah manusia yang hakiki sebagai hamba Allah. Dalam arti pendidikan merupakan proses pencarian jati diri manusia dan proses memanusiakan manusia. Pendidikan membangun kesadaran kepada manusia tentang; siapa yang menjadikan manusia itu ada, dari mana manusia itu berasal, dan apa tugas manusia di bumi ini? Dalam proses pendidikan manusia diposisikan dan diperlakukan sebagai manusia, yang memiliki potensi, ciri dan karakteristik yang unik. Maka dalam proses memanusiakan manusia itu harus sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, Rabb yang menjadikan manusia itu ada dan sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah Saw.
Dalam mencapai visi tersebut, Pendidikan di Sekolah Islam Terpadu mengemban misi menjadi wahana konservasi nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa, diajarkan, dan dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Menjadi wahana dalam membangun, menumbuhkan, mengembangkan, membentuk, membina, dan mengarahkan potensi dasar (fithrah) anak didik. Menjadi mediator dalam menghantarkan anak didik memasuki zaman, sejarah, dan tantangan yang akan dihadapinya. Dengan tujuan menumbuhkan, mengembangkan, membentuk, dan mengarahkan anak didik menjadi hamba Allah yang shaleh secara individual dan sosial, serta memberikan kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap terpuji sesuai usia perkembangannya sebagai bekal hidup dan kehidupannya.
Dalam perkembangannya, model pendidikan ini selalu diorientasikan pada pembentukan karakter anak yang utuh baik diri aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. Dalam aspek kognitif misalnya, anak didik dituntut untuk memiliki wawasan yang luas baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum. Pada aspek afektif anak dituntut memiliki aqidah yang benar, bersikap positif, misalnya: santun, toleran, jujur, berani, disiplin, rajin, cinta kasih sesama, bertanggung jawab, mandiri. Dalam aspek psikomotorik, misalnya anak akan terbiasa mencintai membaca dan menghafal Al-Qur’an maupun Al-Hadits, mampu melaksanakan praktek ibadah secara benar, bertindak trampil dan kreatif, serta selalu mengusahakan kesehatan dirinya.
Sejalan dengan visi, misi, dan tujuan yang dipaparkan di atas, Sekolah Islam Terpadu dirancang dengan sistem terpadu yang memungkinkan siswa mengembangkan potensi dasarnya secara terpadu, terus menerus dan berkesinambungan. Guru tidak hanya berperan sebagi pengajar (mudarris), tetapi juga sebagai pendidik (murabbi) setia yang memahami perkembangan siswa. Guru dituntut menjadi sumber keteladanan yang nyata bagi siswa.
Lingkungan pendidikan dirancang sebagai masyarakat belajar (learning society) sehingga siswa berinteraksi secara simbiosis mutualistik; saling mengingatkan (taushiah bil haq wa shabr), siap menjadi pelajar dan sekaligus menjadi pengajar. Proses pendidikan senantiasa diwarnai nuansa-nuansa religius sehingga membentuk karakter keberagamaan yang baik. Hal ini tidak terlepas dari optimalisasi fungsi masjid/mushala sekolah sebagai media dan sentra kegiatan siswa. Pengembangan pendidikan emosional anak dilakukan secara konseptual melibatkan pengalaman langsung tentang apa yang sedang diajarkan . Orang tua juga diikutsertakan secara aktif dalam membantu penyelenggaraan pendidikan. Mereka berperan sebagai partner dalam penyelenggaraan pendidikan. Orang tua dapat menciptakan dan menerapkan kebiasaan –misalnya hal-hal yang bersifat spiritual- dalam berbagai rutinitas kehidupan sehari-hari. Orang tua secara spontan bisa mengingatkan untuk berdo’a –sesuai dengan yang telah diajarkan di sekolah- dalam berbagai tindakan anak.
Tentu saja dalam melaksanakan program besar ini peran serta orang tua siswa didik menjadi sangat penting, berangkat dari asumsi bahwa pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat. Orang tua sebagai pihak pengguna dan penikmat hasil pendidikan memiliki tugas yang sama dalam mendidik anak. Sekolah dan orang tua melakukan penyelarasan visi, misi, strategi, tujuan dan sasaran pendidikan. Hubungan antar keduanya bersifat mutualistik untuk mewujudkan kerjasama yang produktif, saling pengertian dan atas dasar pembagian wilayah kerja. Media untuk menjembatani terciptanya hubungan tersebut adalah Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan/BP3.
Melalui BP3, orang tua murid dapat memainkan peran dalam membantu kelancaran proses pendidikan, memberikan masukan, saran, tanggapan, gagasan dan melakukan evaluasi terhadap jalannya proses pendidikan. BP3 merupakan bagian integral dari struktur lembaga pendidikan.
Demikianlah dengan segenap keterpaduannya, Pendidikan Islam di Sekolah Islam Terpadu menawarkan berbagai nilai lebih yang bisa diperoleh diantaranya adalah: siswa mendapatkan pendidikan umum yang penuh dengan nuansa keislaman, siswa mendapatkan pendidikan agama Islam secara aplikatif dan teoritis, siswa mendapatkan pendidikan dan bimbingan ibadah praktis (doa, shalat dan dzikir, cara makan/minum, dan lain-lain), siswa mendapat pelajaran dan bimbingan cara baca dan menghapal Al-Qur’an (tahfizh) secara tartil, siswa dapat menyalurkan potensi dirinya melalui kegiatan ekstra kurikuler, perkembangan bakat, minat, dan kecerdasan siswa diantisipasi sejak dini, pengaruh negatif dari luar sekolah dapat diminimalisir, bagi orang tua yang sibuk Sekolah Islam Terpadu –dengan model full day school- merupakan solusi untuk pembinaan kepribadian putra-putrinya, siswa mendapatkan pendidikan bagaimana cara hidup bersama dengan teman, dan nilai-nilai positif lainnya . Selain itu siswa didik akan belajar tentang kecakapan hidup (life skill) yang memberikannya tumbuh akan kesadaran diri (self awareness), trampil berpikir (thinking skill) dan bersosialisasi diri (social skill).
Melihat kenyataan bahwa pola pendidikan –pada umumnya- saat ini hanya sekedar menampilkan aspek ‘simbolis’ bahwa setiap anak didik yang lulus kemudian mendapatkan ijazah yang bertuliskan deret angka, tetapi kurang membentuk sikap dan pola pikir anak. Anak mengalami split-personality akibat salahnya sistem pendidikan. Sekolah seperti ini tidak lagi tampil sebagai suatu lembaga pendidikan tetapi telah terjebak menjadi “industri pengajaran” yang hanya sekedar memenuhi target kurikulum tanpa memperhatikan ‘evaluasi’ terhadap hasil proses belajar-mngajar pada anak didiknya (karakter seperti apa yang ada pada anak setelah selesai mendapat pengajaran?). Anak hanya sekedar tersekolahkan tetapi tidak terdidik oleh budaya intelektual, sosial, budaya dan agama. Kalau orientasi pendidikan pada diri anak sendiri tidak pernah tercapai, lalu bagaimana dengan orientasi kebangsaan yang lebih besar.
Menurut Ki Hadjar Dewantara tentang tujuan pendidikan adalah bahwa pendidikan sebagai penyokong kodrat alami anak-anak agar mereka dapat mengembangkan kehidupan lahir dan bathinnya menurut kodrat masing-masing. Pengetahuan dan kepandaian bukan tujuan melainkan merupakan alat (perkakas) untuk meraih kematangan jiwa yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci, serta bermanfaat bagi orang lain . Intinya, pendidikan harus berorientasi kepada kematangan –integritas dan kapabilitas- pribadi untuk suatu perubahan sosial dalam masyarakat.
Secara normatif-konseptual sistem Pendidikan Islam Terpadu sangat siap memenuhi tuntutan ini, tinggal bagaimana membuat langkah-langkah oprerasionalnya yang sistematis, terpadu dan komprehensif. Jika peluang ini telah terbaca, bukan mustahil pendidikan Islam akan menjadi alternatif pilihan untuk membentuk karakter anak menuju pada bangsa yang berperadaban tanpa harus kehilangan identitas dan mengorbankan prinsip.
B.Landasan Teori
Para ahli dan praktisi dalam bidang pendidikan semakin menyadari betapa pentingnya peranan pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya dapat tercapai. Tujuan tersebut ialah bahwa subjek didik mampu dan mau mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih-lebih setelah muncul suatu temuan bahwa EQ (emotional quotion) menyumbang 80% terhadap keberhasilan seseorang dalam kehidupan, dibandingkan dengan IQ (Intelligence quotion) yang hanya menyumbang 20 % (Golemen, alih bahasa Hermaya, 1997). Keseimbangan antara kegiatan zikir dan fikir (juga fisik) juga merupakan ajaran Islam, yang kebenarannya telah terbukti secara empiris.
Kepedulian terhadap pengembangan afektif banyak difokuskan pada segi evaluasi, termasuk perumusan tujuan instruksional. Sementara dalam pendidikan di Indonesia yang berkembang adalah melihat pada prosesnya. Adapun yang menjadi kajian terpenting dalam pendidikan afektif adalah meliputi ketrampilan intrapersonal dan interpersonal. Ketrampilan intrapersonal berkaitan dengan pengembangan kemampuan mengelola diri sendiri, sedangkan ketrampilan interpersonal berhubungan dengan pengembangan kemampuan mengadakan hubungan antarpribadi. Dalam pengembangan ketrampilan intrapersonal selain membangun kesadaran diri, aspek lain yang perlu diperhatiakan adalah minat. Motivasi, sikap, dan nilai (values). Sementara dalam pengembangan keterampilan interpersonal aspek terpenting adalah bagaimana kita dapat menggunakan informasi tentang orang lain, agar dapat berhubungan secara efektif. Di sinilah ketrampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain menjadi aspek kecerdasan (kecakapan) sosial. Kemampuan menyimak, asertif, mengatasi konflik, bekerjasama adalah bagian dari ketrampilan ini.
Selain itu –menurut B.S. Bloom- yang juga termasuk ranah afektif (affective domain) adalah: Penerimaan, mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru; Partisipasi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan; Penilai/penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu; Organisasi, kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan; Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Dan sistematika yang dipakainya adalah melalui fase pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi, baru kemudian hasil.
Penekanan perkembangan afektif adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang dirasakan oleh anak. Dengan kata lain yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana perasaan atau emosi berubah atau bagaimana afeksi ditransformasikan dalam perkembangan . Dengan demikian pendekatan yang dipakai adalah lebih bersifat pedagogis (melihat dari bagaimana metode pengajarannya), karena mengutamakan aspek transfer of values.
C.Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan dasar pemikiran di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.Bagaimana implementasi konsep Pendidikan Islam Terpadu bagi pembentukan sikap dan kepribadian anak?
2.Aspek-aspek afektif apa saja yang dikembangkan dari model pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu?
D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Setelah dirumuskan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1.Mencari langkah taktis-operasional dari konsep -kurikulum dan metodologi pembelajaran- Pendidikan Islam Terpadu dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak.
2.Mengetahui aspek-aspek afektif apa saja yang dihasilkan dari metode pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu.
Adapun kegunaan penelitian (contribution to knowledge) ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.Dapat terbangunnya kembali konsepsi-aplikatif Pendidikan Islam sebagai alternatif utama bagi upaya pembentukan dan pencerdasan pribadi dan bangsa.
2.Anak mendapatkan basic keislaman yang memadai sebagai bekal menghadapi berbagai persoalan yang ada di masa depan.
3.Menghilangkan asumsi dikotomisasi antara ilmu agama (reveal knowledge) dengan pengetahuan umum (science), wewenang tanggungjawab sekolah, orang tua dan masyarakat.
4.Mendapatkan kualifikasi tertentu sebagai hasil capaian suatu proses belajar-mengajar. Misalnya, pencapaian kualifikasi kepribadian anak yang lurus aqidahnya, rajin ibadahnya, mulia akhlaknya, sehat dan kuat badannya, cerdas pemikirannya, santun sikapnya, bertanggungjawab, kreatif, mandiri dalam hidupnya, serta bermanfaat bagi orang lain.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah lapangan, bersifat deskriptif kualitatif dan kuantitatif, dengan pendekatan paedagogis. Subyek penelitiannya adalah Sekolah Islam Terpadu dilakukan secara stratifaid random sampling, yaitu dengan mengambil sampel secara prosentase dari masing-masing tingkatan sekolah (TKIT-SDIT-SMPIT). Dari masing-masing level pendidikan ini akan diambil satu sekolahan sebagai sampel penelitian. Untuk tingkat TK adalah TKIT Salman Al-Farisy di Warungboto, untuk SD adalah SDIT Luqman Al-Hakim di Timoho, dan untuk SLTP adalah SMPIT Abu Bakar di Umbul Harjo.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan jalan observasi langsung ke sekolah, wawancara dengan guru, angket, dan dokumentasi. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan statistik sederhana. Sedangkan untuk analisis data kualitatifnya adalah menilai hasil dari pengamatan (observasi) tentang kejadian-kejadian di sekolah yang berkaitan dengan siswa dan hasil wawancara dengan guru tentang sejauh mana proses transfer of value yang dikembangkan.
F. Sistematika Pembahasan
Tulisan ini dibagi dalam empat bab dengan rincian:
Bab pertama berisi pendahuluan yang menggambarkan latar belakang pentingnya Pendidikan Islam (Terpadu) serta penegasan istilah dalam judul.
Bab kedua berisi tentang sejarah dan profil Sekolah Islam Terpadu di Yogyakarta.
Bab ketiga berisi tentang analisa kurikulum dan metodologi pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu.
Bab keempat berisi kesimpulan dan saran yang mengingatkan tentang pentingnya peran dan tanggungjawab secara terpadu antara pihak sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dalam usaha melakukan pendidikan kepada anak.
G. Daftar Pustaka
Abaza, Mona, (1999), Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi, Pustaka LP3ES Indonesia.
Al-Hasyimi, ‘Abdul Hamid, (2001), Ar-Rasulu Al-‘Arabiyyu Al-Murabbi terj. Mendidik Ala Rasulullah, Jakarta: Pustaka Azzam.
Arikunto, Suharsimi, (1997), Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Brannen, Julia, (1999), Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Golemen, Daniel, (2001), Emotional Intelligence terj. Kecerdasan Emosional, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Majalah Pendidikan Gerbang, Yogyakarta (2001): LP-3 UMY.
Mimie Doe & Marsha Walch, (2002), 10 Principles for Spiritual Parenting Nurturing Your Child’s Soul terj. 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak-anak Anda, Bandung: Kaifa Mizan Media Utama.
Muhaimin, Sutiah, Nur Ali, (2001), Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R., (1998), Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21, Magelang: Tera Indonesia.
Ulwan, Abdullah Nashih, (1981), Tarbiyatul Aulad fil-Islam terj. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Semarang: CV. Asy-Syifa’.
Winkel, W.S. (1999). Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT. Gramedia.
Zuchdi, Darmiyati. Kumpulan Makalah.
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM TERPADU
A.Latar Belakang Masalah
Pola kajian kependidikan Islam di Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam literatur-literatur yang ada pada saat ini, pada dasarnya terfokus pada tiga kategori, yaitu: pertama, kajian-kajian sosio-historis pendidikan Islam; kedua, kajian pemikiran dan teori pendidikan Islam; dan ketiga, kajian metodologis pendidikan Islam. Pola-pola yang dikembangkan ini secara umum memiliki kesamaan tujuan yaitu mencari format terbaik bagi teori dan landasan praktik pelaksanaan pendidikan Islam.
Ajaran Islam sebagaimana yang tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., sebenarnya kaya akan fundamental doctrines dan fundamental values dalam berbagai aspek kehidupan manusia, yang dapat digali dan ditangkap sesuai dengan disiplin keilmuan atau keahlian seseorang. Para pemerhati dan pengembang pendidikan Islam akan berusaha menangkap dan menggalinya dari tinjauan aspek kependidikan.
Salah satu model penggalian dan pengkajian terhadap fundamental doctrines dan fundamental values dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang dilakukan oleh para ulama atau pemerhati dan pengembang pendidikan Islam adalah model “Pereneal-Esensialis Kontekstual”, yakni upaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah al-shahihah dengan mengikutsertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik di bidang pendidikan, serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh dunia pendidikan modern. Jadi, model ini selalu mempertimbangkan normatifitas ajaran Islam dengan mendekatkannya dengan realitas modern. Pengkajian pemikiran terhadap pemikiran ulama klasik dimaksudkan untuk menjadikannya sebagai landasan dalam melakukan verifikasi dan relevansi dengan konteks kekinian dan yang akan datang.
Berbicara tentang Pendidikan Islam, agaknya sangat idealis dan utopis bila hanya berkutat pada persoalan fundasional filosofis, karena kegiatan pendidikan sangat concern terhadap persoalan-persoalan operasional. Di antara kelemahan dari kajian Pendidikan Islam yang selama ini mewacana dalam berbagai literatur kependidikan Islam adalah mereka hanya kaya konsep fundasional atau kajian teoritis, tetapi miskin dimensi operasional atau praktisnya, atau sebaliknya kaya praktik/operasional, tetapi lepas dari konsep fundasional dan dimensi teoritiknya.
Untuk mencegah timbulnya kesenjangan sekaligus mencari titik temu dari persoalan tersebut, muncullah gagasan Pendidikan Islam Terpadu, sebuah model pendidikan yang didesain dengan segala keterpaduan dari berbagai sisi dan aspek pendidikan, yang meliputi visi, misi, kurikulum, pendidik, suasana pembelajaran, dan lain sebagainya.
Sekolah Islam Terpadu sebagai bentuk satuan pendidikan pra-dasar, dasar, dan menegah memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun, membentuk, membina, dan mengarahkan anak didik menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang memiliki karakter dan kepribadian yang positif, manusia yang mampu memahami diri sendiri dan orang lain, manusia yang trampil hidupnya, manusia yang mandiri dan bertanggung jawab, dan manusia yang mau dan mampu berperan serta dan bekerja sama dengan orang lain. Untuk itu Sekolah Islam Terpadu mencoba menerapkan sistem terpadu dengan penerapan program full day school. Yang dimaksud program terpadu adalah program yang memadukan antara program pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah) dan fisik (jasadiyah), dan antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan.
Pemaduan program pendidikan umum dan agama dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif artinya porsi program pendidikan umum dan program pendidikan agama diberikan secara seimbang. Sedang secara kualitatif berarti pendidikan umum diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan muatan-muatan yang ada dalam pendidikan umum. Nilai-nilai agama memberikan makna dan semangat (ruh) terhadap program pendidikan umum.
Potensi dasar (fithrah) manusia seperti ; potensi intelektual ( fikriyah), emosional (ruhiyah), dan fisik (jasadiyah) merupakan anugerah dari Allah yang perlu ditumbuhkan, dikembangkan, dibina, dan diarahkan dengan baik, benar dan seimbang. Program pendidikan terpadu diharapkan menjadi salah satu sarana untuk menumbuhkan, mengembangkan, membina, dan mengarahkan potensi-potensi dasar yang dimiliki anak didik.
Berangkat dari pemahaman bahwa pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat, sekolah sebagai sebuah institusi adalah pelaksana langsung proses pendidikan, sedang orang tua dan masyarakat sebagai pihak pengguna dan penikmat hasil pendidikan perlu diberdayakan. Pemberdayaan orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan dititik beratkan pada peran serta mereka dalam penyamaan perlakuan terhadap anak didik serta dalam jalannya proses pendidikan.
Mereka bisa menjadi fasilitator, evaluator, donatur bahkan menjadi sumber belajar. Program pendidikan terpadu menjadi salah satu wahana untuk mengoptimalkan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah dan masyarakat terhadap dunia pendidikan.
Dengan demikian Sekolah Islam Terpadu bertolak dari visi yang dibangun atas dasar keyakinan, bahwa proses pendidikan bertolak dari dan menuju fitrah manusia yang hakiki sebagai hamba Allah. Dalam arti pendidikan merupakan proses pencarian jati diri manusia dan proses memanusiakan manusia. Pendidikan membangun kesadaran kepada manusia tentang; siapa yang menjadikan manusia itu ada, dari mana manusia itu berasal, dan apa tugas manusia di bumi ini? Dalam proses pendidikan manusia diposisikan dan diperlakukan sebagai manusia, yang memiliki potensi, ciri dan karakteristik yang unik. Maka dalam proses memanusiakan manusia itu harus sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, Rabb yang menjadikan manusia itu ada dan sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah Saw.
Dalam mencapai visi tersebut, Pendidikan di Sekolah Islam Terpadu mengemban misi menjadi wahana konservasi nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa, diajarkan, dan dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Menjadi wahana dalam membangun, menumbuhkan, mengembangkan, membentuk, membina, dan mengarahkan potensi dasar (fithrah) anak didik. Menjadi mediator dalam menghantarkan anak didik memasuki zaman, sejarah, dan tantangan yang akan dihadapinya. Dengan tujuan menumbuhkan, mengembangkan, membentuk, dan mengarahkan anak didik menjadi hamba Allah yang shaleh secara individual dan sosial, serta memberikan kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap terpuji sesuai usia perkembangannya sebagai bekal hidup dan kehidupannya.
Dalam perkembangannya, model pendidikan ini selalu diorientasikan pada pembentukan karakter anak yang utuh baik diri aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. Dalam aspek kognitif misalnya, anak didik dituntut untuk memiliki wawasan yang luas baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum. Pada aspek afektif anak dituntut memiliki aqidah yang benar, bersikap positif, misalnya: santun, toleran, jujur, berani, disiplin, rajin, cinta kasih sesama, bertanggung jawab, mandiri. Dalam aspek psikomotorik, misalnya anak akan terbiasa mencintai membaca dan menghafal Al-Qur’an maupun Al-Hadits, mampu melaksanakan praktek ibadah secara benar, bertindak trampil dan kreatif, serta selalu mengusahakan kesehatan dirinya.
Sejalan dengan visi, misi, dan tujuan yang dipaparkan di atas, Sekolah Islam Terpadu dirancang dengan sistem terpadu yang memungkinkan siswa mengembangkan potensi dasarnya secara terpadu, terus menerus dan berkesinambungan. Guru tidak hanya berperan sebagi pengajar (mudarris), tetapi juga sebagai pendidik (murabbi) setia yang memahami perkembangan siswa. Guru dituntut menjadi sumber keteladanan yang nyata bagi siswa.
Lingkungan pendidikan dirancang sebagai masyarakat belajar (learning society) sehingga siswa berinteraksi secara simbiosis mutualistik; saling mengingatkan (taushiah bil haq wa shabr), siap menjadi pelajar dan sekaligus menjadi pengajar. Proses pendidikan senantiasa diwarnai nuansa-nuansa religius sehingga membentuk karakter keberagamaan yang baik. Hal ini tidak terlepas dari optimalisasi fungsi masjid/mushala sekolah sebagai media dan sentra kegiatan siswa. Pengembangan pendidikan emosional anak dilakukan secara konseptual melibatkan pengalaman langsung tentang apa yang sedang diajarkan . Orang tua juga diikutsertakan secara aktif dalam membantu penyelenggaraan pendidikan. Mereka berperan sebagai partner dalam penyelenggaraan pendidikan. Orang tua dapat menciptakan dan menerapkan kebiasaan –misalnya hal-hal yang bersifat spiritual- dalam berbagai rutinitas kehidupan sehari-hari. Orang tua secara spontan bisa mengingatkan untuk berdo’a –sesuai dengan yang telah diajarkan di sekolah- dalam berbagai tindakan anak.
Tentu saja dalam melaksanakan program besar ini peran serta orang tua siswa didik menjadi sangat penting, berangkat dari asumsi bahwa pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat. Orang tua sebagai pihak pengguna dan penikmat hasil pendidikan memiliki tugas yang sama dalam mendidik anak. Sekolah dan orang tua melakukan penyelarasan visi, misi, strategi, tujuan dan sasaran pendidikan. Hubungan antar keduanya bersifat mutualistik untuk mewujudkan kerjasama yang produktif, saling pengertian dan atas dasar pembagian wilayah kerja. Media untuk menjembatani terciptanya hubungan tersebut adalah Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan/BP3.
Melalui BP3, orang tua murid dapat memainkan peran dalam membantu kelancaran proses pendidikan, memberikan masukan, saran, tanggapan, gagasan dan melakukan evaluasi terhadap jalannya proses pendidikan. BP3 merupakan bagian integral dari struktur lembaga pendidikan.
Demikianlah dengan segenap keterpaduannya, Pendidikan Islam di Sekolah Islam Terpadu menawarkan berbagai nilai lebih yang bisa diperoleh diantaranya adalah: siswa mendapatkan pendidikan umum yang penuh dengan nuansa keislaman, siswa mendapatkan pendidikan agama Islam secara aplikatif dan teoritis, siswa mendapatkan pendidikan dan bimbingan ibadah praktis (doa, shalat dan dzikir, cara makan/minum, dan lain-lain), siswa mendapat pelajaran dan bimbingan cara baca dan menghapal Al-Qur’an (tahfizh) secara tartil, siswa dapat menyalurkan potensi dirinya melalui kegiatan ekstra kurikuler, perkembangan bakat, minat, dan kecerdasan siswa diantisipasi sejak dini, pengaruh negatif dari luar sekolah dapat diminimalisir, bagi orang tua yang sibuk Sekolah Islam Terpadu –dengan model full day school- merupakan solusi untuk pembinaan kepribadian putra-putrinya, siswa mendapatkan pendidikan bagaimana cara hidup bersama dengan teman, dan nilai-nilai positif lainnya . Selain itu siswa didik akan belajar tentang kecakapan hidup (life skill) yang memberikannya tumbuh akan kesadaran diri (self awareness), trampil berpikir (thinking skill) dan bersosialisasi diri (social skill).
Melihat kenyataan bahwa pola pendidikan –pada umumnya- saat ini hanya sekedar menampilkan aspek ‘simbolis’ bahwa setiap anak didik yang lulus kemudian mendapatkan ijazah yang bertuliskan deret angka, tetapi kurang membentuk sikap dan pola pikir anak. Anak mengalami split-personality akibat salahnya sistem pendidikan. Sekolah seperti ini tidak lagi tampil sebagai suatu lembaga pendidikan tetapi telah terjebak menjadi “industri pengajaran” yang hanya sekedar memenuhi target kurikulum tanpa memperhatikan ‘evaluasi’ terhadap hasil proses belajar-mngajar pada anak didiknya (karakter seperti apa yang ada pada anak setelah selesai mendapat pengajaran?). Anak hanya sekedar tersekolahkan tetapi tidak terdidik oleh budaya intelektual, sosial, budaya dan agama. Kalau orientasi pendidikan pada diri anak sendiri tidak pernah tercapai, lalu bagaimana dengan orientasi kebangsaan yang lebih besar.
Menurut Ki Hadjar Dewantara tentang tujuan pendidikan adalah bahwa pendidikan sebagai penyokong kodrat alami anak-anak agar mereka dapat mengembangkan kehidupan lahir dan bathinnya menurut kodrat masing-masing. Pengetahuan dan kepandaian bukan tujuan melainkan merupakan alat (perkakas) untuk meraih kematangan jiwa yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci, serta bermanfaat bagi orang lain . Intinya, pendidikan harus berorientasi kepada kematangan –integritas dan kapabilitas- pribadi untuk suatu perubahan sosial dalam masyarakat.
Secara normatif-konseptual sistem Pendidikan Islam Terpadu sangat siap memenuhi tuntutan ini, tinggal bagaimana membuat langkah-langkah oprerasionalnya yang sistematis, terpadu dan komprehensif. Jika peluang ini telah terbaca, bukan mustahil pendidikan Islam akan menjadi alternatif pilihan untuk membentuk karakter anak menuju pada bangsa yang berperadaban tanpa harus kehilangan identitas dan mengorbankan prinsip.
B.Landasan Teori
Para ahli dan praktisi dalam bidang pendidikan semakin menyadari betapa pentingnya peranan pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya dapat tercapai. Tujuan tersebut ialah bahwa subjek didik mampu dan mau mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih-lebih setelah muncul suatu temuan bahwa EQ (emotional quotion) menyumbang 80% terhadap keberhasilan seseorang dalam kehidupan, dibandingkan dengan IQ (Intelligence quotion) yang hanya menyumbang 20 % (Golemen, alih bahasa Hermaya, 1997). Keseimbangan antara kegiatan zikir dan fikir (juga fisik) juga merupakan ajaran Islam, yang kebenarannya telah terbukti secara empiris.
Kepedulian terhadap pengembangan afektif banyak difokuskan pada segi evaluasi, termasuk perumusan tujuan instruksional. Sementara dalam pendidikan di Indonesia yang berkembang adalah melihat pada prosesnya. Adapun yang menjadi kajian terpenting dalam pendidikan afektif adalah meliputi ketrampilan intrapersonal dan interpersonal. Ketrampilan intrapersonal berkaitan dengan pengembangan kemampuan mengelola diri sendiri, sedangkan ketrampilan interpersonal berhubungan dengan pengembangan kemampuan mengadakan hubungan antarpribadi. Dalam pengembangan ketrampilan intrapersonal selain membangun kesadaran diri, aspek lain yang perlu diperhatiakan adalah minat. Motivasi, sikap, dan nilai (values). Sementara dalam pengembangan keterampilan interpersonal aspek terpenting adalah bagaimana kita dapat menggunakan informasi tentang orang lain, agar dapat berhubungan secara efektif. Di sinilah ketrampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain menjadi aspek kecerdasan (kecakapan) sosial. Kemampuan menyimak, asertif, mengatasi konflik, bekerjasama adalah bagian dari ketrampilan ini.
Selain itu –menurut B.S. Bloom- yang juga termasuk ranah afektif (affective domain) adalah: Penerimaan, mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru; Partisipasi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan; Penilai/penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu; Organisasi, kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan; Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Dan sistematika yang dipakainya adalah melalui fase pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi, baru kemudian hasil.
Penekanan perkembangan afektif adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang dirasakan oleh anak. Dengan kata lain yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana perasaan atau emosi berubah atau bagaimana afeksi ditransformasikan dalam perkembangan . Dengan demikian pendekatan yang dipakai adalah lebih bersifat pedagogis (melihat dari bagaimana metode pengajarannya), karena mengutamakan aspek transfer of values.
C.Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan dasar pemikiran di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.Bagaimana implementasi konsep Pendidikan Islam Terpadu bagi pembentukan sikap dan kepribadian anak?
2.Aspek-aspek afektif apa saja yang dikembangkan dari model pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu?
D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Setelah dirumuskan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1.Mencari langkah taktis-operasional dari konsep -kurikulum dan metodologi pembelajaran- Pendidikan Islam Terpadu dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak.
2.Mengetahui aspek-aspek afektif apa saja yang dihasilkan dari metode pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu.
Adapun kegunaan penelitian (contribution to knowledge) ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.Dapat terbangunnya kembali konsepsi-aplikatif Pendidikan Islam sebagai alternatif utama bagi upaya pembentukan dan pencerdasan pribadi dan bangsa.
2.Anak mendapatkan basic keislaman yang memadai sebagai bekal menghadapi berbagai persoalan yang ada di masa depan.
3.Menghilangkan asumsi dikotomisasi antara ilmu agama (reveal knowledge) dengan pengetahuan umum (science), wewenang tanggungjawab sekolah, orang tua dan masyarakat.
4.Mendapatkan kualifikasi tertentu sebagai hasil capaian suatu proses belajar-mengajar. Misalnya, pencapaian kualifikasi kepribadian anak yang lurus aqidahnya, rajin ibadahnya, mulia akhlaknya, sehat dan kuat badannya, cerdas pemikirannya, santun sikapnya, bertanggungjawab, kreatif, mandiri dalam hidupnya, serta bermanfaat bagi orang lain.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah lapangan, bersifat deskriptif kualitatif dan kuantitatif, dengan pendekatan paedagogis. Subyek penelitiannya adalah Sekolah Islam Terpadu dilakukan secara stratifaid random sampling, yaitu dengan mengambil sampel secara prosentase dari masing-masing tingkatan sekolah (TKIT-SDIT-SMPIT). Dari masing-masing level pendidikan ini akan diambil satu sekolahan sebagai sampel penelitian. Untuk tingkat TK adalah TKIT Salman Al-Farisy di Warungboto, untuk SD adalah SDIT Luqman Al-Hakim di Timoho, dan untuk SLTP adalah SMPIT Abu Bakar di Umbul Harjo.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan jalan observasi langsung ke sekolah, wawancara dengan guru, angket, dan dokumentasi. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan statistik sederhana. Sedangkan untuk analisis data kualitatifnya adalah menilai hasil dari pengamatan (observasi) tentang kejadian-kejadian di sekolah yang berkaitan dengan siswa dan hasil wawancara dengan guru tentang sejauh mana proses transfer of value yang dikembangkan.
F. Sistematika Pembahasan
Tulisan ini dibagi dalam empat bab dengan rincian:
Bab pertama berisi pendahuluan yang menggambarkan latar belakang pentingnya Pendidikan Islam (Terpadu) serta penegasan istilah dalam judul.
Bab kedua berisi tentang sejarah dan profil Sekolah Islam Terpadu di Yogyakarta.
Bab ketiga berisi tentang analisa kurikulum dan metodologi pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu.
Bab keempat berisi kesimpulan dan saran yang mengingatkan tentang pentingnya peran dan tanggungjawab secara terpadu antara pihak sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dalam usaha melakukan pendidikan kepada anak.
G. Daftar Pustaka
Abaza, Mona, (1999), Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi, Pustaka LP3ES Indonesia.
Al-Hasyimi, ‘Abdul Hamid, (2001), Ar-Rasulu Al-‘Arabiyyu Al-Murabbi terj. Mendidik Ala Rasulullah, Jakarta: Pustaka Azzam.
Arikunto, Suharsimi, (1997), Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Brannen, Julia, (1999), Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Golemen, Daniel, (2001), Emotional Intelligence terj. Kecerdasan Emosional, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Majalah Pendidikan Gerbang, Yogyakarta (2001): LP-3 UMY.
Mimie Doe & Marsha Walch, (2002), 10 Principles for Spiritual Parenting Nurturing Your Child’s Soul terj. 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak-anak Anda, Bandung: Kaifa Mizan Media Utama.
Muhaimin, Sutiah, Nur Ali, (2001), Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R., (1998), Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21, Magelang: Tera Indonesia.
Ulwan, Abdullah Nashih, (1981), Tarbiyatul Aulad fil-Islam terj. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Semarang: CV. Asy-Syifa’.
Winkel, W.S. (1999). Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT. Gramedia.
Zuchdi, Darmiyati. Kumpulan Makalah.
PENGEMBANGAN
manajemen madrasah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
"Sesungunya Allah mencintai orang² yang berjuang di jalanya dalam barisan yang teratur,
seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh (yang saling menguatkan)"
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.(1)
Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan hasil ujian nasional siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah/madrasah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah/madrasah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah/madrasah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah/madrasah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Oleh karena itu peningkatan kualitas merupakan salah satu persyarat agar kita dapat memasuki era globlalisasi yang penuh dengan persaingan. Keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam tidak akan lepas dari persaingan global tersebut. Untuk itu peningakat kualitas merupakan agenda utama dalam meningkatkan mutu madrasah agar dapat survive dalam era global. TQM (Total Quality Management) atau yang biasa kita kenal dengan Manajemen Madrasah merupakan konsep peningkatan mutu secara terpadu di bidang manajemen dan masih cukup baru dalam dunia pendidikan. Makalah yang kami buat ini mencoba menguraikan bagaimanakah Manajemen Madrasah itu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dapat kami uraikan sebagai berikut :
1. Apakah pengertian manajemen itu?
2. Apakah pengertian madrasah itu?
3. Bagaimanakah manajemen madrasah yang fleksibel, efektif dan efisien?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang, dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah kami ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah manajemen madrasah itu?dan seberapakah penting manajemen dalam madrasah itu?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
Sedangkan pengertian menurut ahli-ahli yang lain adalah sebagai berikut :
1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :
“Principles of Management” mengemukan sebagai berikut : “manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain” (Management involves getting things done thought and with people). Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
2. Menurut R. Terry :
“Principles of Management” menyampaikan pendapatnya : “manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas ; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya” (Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, utilizing in each both science and art, and followed in order to accomplish predetermined objectives)
3. Menurut James A.F. Stoner :
Dalam bukunya “Management” (1982) mengemukakan “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan”
4. Menurut Lawrence A. Appley :
Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.
5. Menurut Drs. Oey Liang Lee :
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Luther Gulick, menejemen diartikan sebagai ilmu, profesi dan kiat. Karena menajemen dipandang sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Follet mengatakan menejeman adalah sebagai kiat, karena menejeman mencapai sasaran dengan cara-cara mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai prestasi manajer, dan para professional dituntut oleh suatu kode etik.
Meskipun cenderung mengarah pada suatu focus tertentu, para hali masi berbeda pandangan dalam mendefinisikan manajemen dan karenanya belum dapat diterima secara umum atau universal. Namun demikian terdapat konsesus bahwa manajemen menyangkut derajat keterampilan tertentu. Untuk memahami istilah manajemen, pendekatan disini yang digunakan adalah pengalaman manajer, meskipun pendekatan ini mempunyai keterbatasan, namun hingga kini belum ada perbaikan. Manajemen disini dilihat sebagai suatu system yang setiap komponennya menampilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan. Manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer dikatakan sebagai suatu organisai (orang-struktur-tugas-teknologi) dan bagaiman mengaitkan aspek yang satu dengan yang lainya, serta bagaimana mengaturnya sehingga mencapai tujuan system.
Dalam proses manajemen terdapat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganisai, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisai, menentukan kesemopatan dan ancamanya, menentukan strategi, kebijakan, taktik dan program, semua itu dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan secra ilmiah.
Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan dan struktur. Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagi kedalam fungsi garis, staf dan fungsional. Hubungan terdiri dari tanggung jawab dan wewenag. Sedangkan strukturnya dapat horizontal dan fertikal. Semuanya itu memperlancar alokasi sumber daya dengan kombinasi yang tepat untuk mengkomplimentasikan rencana.
Fungsi pemimpin mengambarkan bagaimana seorang manajer/pemimpi mengarahkan dan mempengaruhi bawahanya, bagaimana orang lain melaksanakan tugas ang esensial dengan menciptakan suasana yang menyenagkan untuk bekerja sama.
Fungsi pengawasan meli[puti penentuan standar, supervise, dan mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standard an memberikan keyakinan bahwa tujuan organisai tercapai. Pengawasan sangat erat kaitanya dengan perencanaan, karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur.
2.2 Manajemen sebagai Ilmu,
1. Manajemen Sebagai Ilmu
Pada dasarnya manajemen belum bias dikatakan sebagai teori, karene teori harus terdiri dari konsep-konsep yang secara sistematis dapat menjelaskan dan meramal apa yang akan terjadi dan membuktikan ramalan itu dengan penelitian. Setelah dipelajari beberapa zaman, manajemen telah memenuhi persyaratan sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang-orang yang bekerja sama. Menurut Luter Gulick (1965) manajemen memiliki syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya dikatakan bahwa perjalanan suatu ilmu, teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengalaman.
Evolusi konsep, ide, pemikiran tentang manajemen bermula pada tahun 5.000 SM di Mesir. Pada masa itu orang mengunakan catatan tertulis untuk berdagang dan pemerintahan. Pada 300 SM – 300 M, masyarakat Romawi memanfatkan komunikasi efektif dan pengendalian terpusat untuk ektivitas dan efesiensi. Tahun 1500 Machiaveli membuat pedoman pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 Adam Smith menyatakan bahwa pembagian kerja merupakan titik kunci badan usaha. Kemudian 1841 – 1925 Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi, Follet (1868-1933) dengan perilaku dinamikanya, Mac Weber dengan birokrasinya.
Menurut Gulick manajemen menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntun menejer dengan memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan dari akibat-akibat dari tindakanya.
3. Manajemen Sebagai Profesi
Kerjasama tau profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut persyaratan tertentu, persyaratan suatu pekerjaan menghendaki berbagai kompetensi sebagai keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan memiliki kode etik.
Demikian halnya manajemen sebagai proses kerjasama atau profesi dituntut persyaratan tertentu. Seseorang yang profesional menurut Robert L. Katz harus memiliki kemampuan atau kompetensi : konseptual, sosial dan teknikal. Kemampuan konsep adalah kemampuan mempersepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada setiap bagian yang berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi, kemapuan mengkordinasi seluruh kegiatan dan kepentingan yang ada pada organisasi tersebut. Kemampuan ini diperlukan agar menejer dapat bekerja sama dan dapat memimpin kelompoknya dengan memahami setiap angota kelompoknya. Sedangkan kemampuan teknik adalah kemampuan mengunakan alat prosedur dan teknik bidang khusus, misalnya teknik penyusunan program anggaran.
Seorang manajer profesional sangat dibutuhkan masyarakat dan pemerintahan karena prestasinya, sehingga atas dasar prestasinya itu ia dibayar sebagai dasar penghargaan dan pengakuan terhadap eksistensinya. Demikian pula dengan manajemen profesional memerlukan kode etik untuk ditaati. Kode etik itu dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang dilayani dan melindungi angota atas perlakuan dari luar yang merugikan atau menggangu. Menurut Schien, banyak indikator yang menunjukan bahwa manajemen sedang bergerak ke arah peningkatan profesionalisme, baik dalam dunia bisnis maupun dunia organisasi. Implikasi dari peningkatan inisemakin perlu peningkatan program pengembangan manajemen sebagai sokoguru profesionalisme. Dan menurut Stoner, persyaratan lainya adalah komitmen dan dedikasi yang menghubungkan kehidupan dan pekerjaan.
2.3 Pengertian Madrasah
Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitabTaurat’.
Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.
Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).
Erat kaitannya dengan penggunaan istilah '''madrasah" yang menunjuk pada lembaga pendidikan, dalam perkembangannya kemudian istilah "madrasah" juga mempunyai beberapa pengertian di antaranya: aliran, mazhab, kelompok atau golongan filosof dan ahli fikir atau penyelidik tertentu pada metode dan pemikiranyang sama.10 Munculnya pengertian ini seiring dengan perkembangan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang di antaranya menjadi lembaga yang menganut dan mengembangkan pandangan atau aliran dan mazdhab pemikiran (school of thought) tertentu.
2.4 Tujuan Manajemen Madrasah
A. Tujuan Manajemen
Menurut ShrodeDan Voich (1974) tujuan utama manajemen adalah prodiktivitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal dan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan, keuntungan/profil yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah dll. Tujuan-tujuan ini ditetapkan berdasarkan penataan dan penetapan atau pengkajian berdasarkan situasi dan kondisi organisasi.
Berdasarkan pengertian produktivitas di atas, maka dapat diukur dengan standar utama, yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Secara visik, produktivitas diukur secara kuantitatif seperti banyaknya keluaran (panjang, berat, lamanya waktu dan jumlah). Sedangkan berdasarkan nilai, produktivitas di ukur berdasarkan nilai-nilai kemampuan, sikap, perilaku, kedisiplinan, motivasi dan komitmen terhadap pekerjaan.
2.5 Dimensi Manajemen
A. Organisasi sebagai system
Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Selanjutnya dikatakan bahwa profesi dan organisasi memajukan kepribadian dan otonomi mereka sebagai professional. Hanya dalam iklim organisasi hangat kebebasan mimbar akan dapat berjalan dengan baik, yaitu hak seorang professional untuk menemukan, mengajarkan, dan mempublikasikan kebenaran sebagaimana dia lihat dalam spesialisasinya. Kehidupan seorang professional tidak hanya tampak dalam kegiatannya yang tidak terikat dan terjaminnya kebebasan mimbar, tetapi juga dalam kesempatan mengejar pengetahuan/ilmu tanpa memperhitungkan popularitas.
Sifat-sifat kegiatan para professional di atas perlu mendapat dukungan dari suasana organisasi pendidikan. Sifat kegiatan para professional yang paling penting yang dapat dipandang sebagai modal dalam merealisasi dan mengembangkan profesi mereka adalah usaha mengejar ilmu dan pengetahuan lainnya secara terus-menerus tanpa mengharapkan penghargaan/popularitas atau nafkah yang besar.
Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang sehat dan produktif, haruslah ada kesempatan dan kemauan antara professional untuk saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan. Mereka harus menyiapkan umpan balik profesi secara teratur seperti halnya yang dilakukan oleh administrator/manajer. Prinsip-prinsip kebersamaan, komunitas harus dikembangkan dalam lembaga pendidikan dengan cara saling memberi pandangan dan nilai baik yang positif maupun yang negatif.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk menciptakan iklim organisasi yang hangat ialah dengan membuat para personalia pendidikan para pengajar khususnya sebagai masyarakat paguyuban di lembaga pendidikan. Bila lembaga pendidikan itu terlalu besar, perguruan tinggi misalnya, maka personalia itu dapat dibagi-bagi menjadi beberapa masyarakat paguyuban.
Penelitian Rebbeca memberi pemecahan terhadap kesulitan ini ialah dengan cara menyeimbangkan tindakan melalui proses kerja sama. Dalam bekerja sama otonomi individu dihargai sebab pandangan, inisiatif, dan kreativitasnya diminta untuk disumbangkan kepada kelompok.
Pancasila menginginkan masyarakat lembaga pendidikan hidup rukun, mempererat persatuan dan kesatuan, toleransi satu dengan yang lain, hidup bergotong royong saling membantu, segala sesuatu dipecahkan bersama secara musyawarah, melaksanakan kesamaan hak dan keadilan, dan sebagainya. Ciri-ciri ini adalah menunjukan ciri masyarakat paguyuban. Sehingga sehingga organisasi sebagai sistem cocok diterapkan di Indonesia atau dalam manajemen madrasah.
B. Manajemen Sebagai System
Era global sedang bergulir kencang. Tantangan berupa turbulensi semakin gencar. Berbagai jenis informasi semakin saling berseliweran saja. Perusahaan yang menjauh dari era ini akan terpuruk. Pasalnya tantangan masa kini adalah bagaimana menguasai atau mengatasi banyaknya informasi dan pengetahuan yang berasal dari segala penjuru dunia. Bagaimana perusahaan mengorganisasi informasi dan pengetahuan seoptimum mungkin? Bagaimana perusahaan memfasilitasi diseminasi informasi? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan alasan mengapa manajemen pengetahuan dibutuhkan. Bagi perusahaan yang tergolong sebagai organisasi belajar maka manajemen pengetahuan sudah menjadi kebutuhan.
David dan Associate (1997) mengatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu proses yang sistematik dalam menciptakan, mengumpulkan, mengorganisasikan, mendifusikan, memanfaatkan, dan mengeksploitasi pengetahuan. Dari definisi tersebut maka ada empat subsistem dari manajemen pengetahuan yakni mendapatkan, menciptakan, menyimpan, dan mentransfer-memanfaatkan pengetahuan.
Sistem yang diciptakan merupakan suatu keterkaitan yang komprehensiv dari informasi dan pengetahuan dari beragam sumber seperti kalangan praktisi, ilmuwan, dan pengamat. Data dan informasi diolah, dianalisis, dan sejauh mungkin disintesis yang kemudian dipakai untuk menyusun strategi bisnis perusahaan. Tidak tertutup kemungkinan sistem ini memotivasi para karyawan untuk bekerja berbasis pengetahuan. Artinya mereka akan selalu meningkatkan mutu kinerjanya semaksimum mungkin lewat proses pembelajaran yang bersinambung. Pada gilirannya penerapan manajemen pengetahuan sebagai sistem akan meningkatkan pertumbuhan kinerja bisnis perusahaan.
Keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan sangat bergantung pada beberapa faktor. Yang pertama adalah kualitas pemimpin perusahaan yang didukung semua lini. Disini sang pemimpin, katakanlah manajemen menengah,harus komit dan taatasas dalam menerapkan dan mengembangkan sistem secara partisipatif dan integral. Yang kedua adalah dukungan budaya kerja berbasis pengetahuan di kalangan manajemen dan karyawan. Secara eksplisit budaya pengetahuan akan memperkuat budaya kerja yang ada. Dan yang ketiga, karena sebagai sistem maka manajemen pengetahuan harus merupakan sistem bisnis perusahaan yang total. Artinya subsistem manajemen pengetahuan berkaitan dengan subsistem lainnya seperti dengan subsistem-subsistem manajemen SDM, manajemen finansial, manajemen kompensasi, manajemen produksi, manajemen pemasaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian manajemen di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen memiliki beberapa ciri antara lain :
- Manajemen diarahkan untuk mencapai tujuan
- Manajemen sebagai proses; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengarahan dan pengawasan
- Tersedia sumber daya; manusia, material dan sumber lain
- Mendayagunakan atau menggerakkan sumber daya tersebut secara efisien dan efektif
- Terdapat orang yang menggerakkan sumber daya tersebut (manajer)
- Penerapan manajemen berdasarkan ilmu dan juga seni atau keahlian yang harus dimiliki oleh manajer
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bersosial, mengenai pentingnya dan mengapa manajemen sangat di butuhan, karena ada beberapa sebab antara lain:
1) Untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan juga tujuan individu yang ada dalam organisasi tersebut.
2) Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan, sasaran dan kegiatan yang bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi, seperti ; pimpinan, pegawai, pelanggan, serikat kerja, masyarakat, pemerintah (pemerintah daerah), dll.
3) Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Efisiensiefektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. adalah kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar, sedangkan
manajemen madrasah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
"Sesungunya Allah mencintai orang² yang berjuang di jalanya dalam barisan yang teratur,
seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh (yang saling menguatkan)"
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.(1)
Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan hasil ujian nasional siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah/madrasah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah/madrasah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah/madrasah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah/madrasah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Oleh karena itu peningkatan kualitas merupakan salah satu persyarat agar kita dapat memasuki era globlalisasi yang penuh dengan persaingan. Keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam tidak akan lepas dari persaingan global tersebut. Untuk itu peningakat kualitas merupakan agenda utama dalam meningkatkan mutu madrasah agar dapat survive dalam era global. TQM (Total Quality Management) atau yang biasa kita kenal dengan Manajemen Madrasah merupakan konsep peningkatan mutu secara terpadu di bidang manajemen dan masih cukup baru dalam dunia pendidikan. Makalah yang kami buat ini mencoba menguraikan bagaimanakah Manajemen Madrasah itu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dapat kami uraikan sebagai berikut :
1. Apakah pengertian manajemen itu?
2. Apakah pengertian madrasah itu?
3. Bagaimanakah manajemen madrasah yang fleksibel, efektif dan efisien?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang, dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah kami ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah manajemen madrasah itu?dan seberapakah penting manajemen dalam madrasah itu?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
Sedangkan pengertian menurut ahli-ahli yang lain adalah sebagai berikut :
1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :
“Principles of Management” mengemukan sebagai berikut : “manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain” (Management involves getting things done thought and with people). Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
2. Menurut R. Terry :
“Principles of Management” menyampaikan pendapatnya : “manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas ; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya” (Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, utilizing in each both science and art, and followed in order to accomplish predetermined objectives)
3. Menurut James A.F. Stoner :
Dalam bukunya “Management” (1982) mengemukakan “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan”
4. Menurut Lawrence A. Appley :
Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.
5. Menurut Drs. Oey Liang Lee :
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Luther Gulick, menejemen diartikan sebagai ilmu, profesi dan kiat. Karena menajemen dipandang sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Follet mengatakan menejeman adalah sebagai kiat, karena menejeman mencapai sasaran dengan cara-cara mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai prestasi manajer, dan para professional dituntut oleh suatu kode etik.
Meskipun cenderung mengarah pada suatu focus tertentu, para hali masi berbeda pandangan dalam mendefinisikan manajemen dan karenanya belum dapat diterima secara umum atau universal. Namun demikian terdapat konsesus bahwa manajemen menyangkut derajat keterampilan tertentu. Untuk memahami istilah manajemen, pendekatan disini yang digunakan adalah pengalaman manajer, meskipun pendekatan ini mempunyai keterbatasan, namun hingga kini belum ada perbaikan. Manajemen disini dilihat sebagai suatu system yang setiap komponennya menampilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan. Manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer dikatakan sebagai suatu organisai (orang-struktur-tugas-teknologi) dan bagaiman mengaitkan aspek yang satu dengan yang lainya, serta bagaimana mengaturnya sehingga mencapai tujuan system.
Dalam proses manajemen terdapat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganisai, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisai, menentukan kesemopatan dan ancamanya, menentukan strategi, kebijakan, taktik dan program, semua itu dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan secra ilmiah.
Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan dan struktur. Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagi kedalam fungsi garis, staf dan fungsional. Hubungan terdiri dari tanggung jawab dan wewenag. Sedangkan strukturnya dapat horizontal dan fertikal. Semuanya itu memperlancar alokasi sumber daya dengan kombinasi yang tepat untuk mengkomplimentasikan rencana.
Fungsi pemimpin mengambarkan bagaimana seorang manajer/pemimpi mengarahkan dan mempengaruhi bawahanya, bagaimana orang lain melaksanakan tugas ang esensial dengan menciptakan suasana yang menyenagkan untuk bekerja sama.
Fungsi pengawasan meli[puti penentuan standar, supervise, dan mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standard an memberikan keyakinan bahwa tujuan organisai tercapai. Pengawasan sangat erat kaitanya dengan perencanaan, karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur.
2.2 Manajemen sebagai Ilmu,
1. Manajemen Sebagai Ilmu
Pada dasarnya manajemen belum bias dikatakan sebagai teori, karene teori harus terdiri dari konsep-konsep yang secara sistematis dapat menjelaskan dan meramal apa yang akan terjadi dan membuktikan ramalan itu dengan penelitian. Setelah dipelajari beberapa zaman, manajemen telah memenuhi persyaratan sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang-orang yang bekerja sama. Menurut Luter Gulick (1965) manajemen memiliki syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya dikatakan bahwa perjalanan suatu ilmu, teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengalaman.
Evolusi konsep, ide, pemikiran tentang manajemen bermula pada tahun 5.000 SM di Mesir. Pada masa itu orang mengunakan catatan tertulis untuk berdagang dan pemerintahan. Pada 300 SM – 300 M, masyarakat Romawi memanfatkan komunikasi efektif dan pengendalian terpusat untuk ektivitas dan efesiensi. Tahun 1500 Machiaveli membuat pedoman pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 Adam Smith menyatakan bahwa pembagian kerja merupakan titik kunci badan usaha. Kemudian 1841 – 1925 Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi, Follet (1868-1933) dengan perilaku dinamikanya, Mac Weber dengan birokrasinya.
Menurut Gulick manajemen menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntun menejer dengan memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan dari akibat-akibat dari tindakanya.
3. Manajemen Sebagai Profesi
Kerjasama tau profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut persyaratan tertentu, persyaratan suatu pekerjaan menghendaki berbagai kompetensi sebagai keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan memiliki kode etik.
Demikian halnya manajemen sebagai proses kerjasama atau profesi dituntut persyaratan tertentu. Seseorang yang profesional menurut Robert L. Katz harus memiliki kemampuan atau kompetensi : konseptual, sosial dan teknikal. Kemampuan konsep adalah kemampuan mempersepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada setiap bagian yang berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi, kemapuan mengkordinasi seluruh kegiatan dan kepentingan yang ada pada organisasi tersebut. Kemampuan ini diperlukan agar menejer dapat bekerja sama dan dapat memimpin kelompoknya dengan memahami setiap angota kelompoknya. Sedangkan kemampuan teknik adalah kemampuan mengunakan alat prosedur dan teknik bidang khusus, misalnya teknik penyusunan program anggaran.
Seorang manajer profesional sangat dibutuhkan masyarakat dan pemerintahan karena prestasinya, sehingga atas dasar prestasinya itu ia dibayar sebagai dasar penghargaan dan pengakuan terhadap eksistensinya. Demikian pula dengan manajemen profesional memerlukan kode etik untuk ditaati. Kode etik itu dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang dilayani dan melindungi angota atas perlakuan dari luar yang merugikan atau menggangu. Menurut Schien, banyak indikator yang menunjukan bahwa manajemen sedang bergerak ke arah peningkatan profesionalisme, baik dalam dunia bisnis maupun dunia organisasi. Implikasi dari peningkatan inisemakin perlu peningkatan program pengembangan manajemen sebagai sokoguru profesionalisme. Dan menurut Stoner, persyaratan lainya adalah komitmen dan dedikasi yang menghubungkan kehidupan dan pekerjaan.
2.3 Pengertian Madrasah
Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitabTaurat’.
Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.
Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).
Erat kaitannya dengan penggunaan istilah '''madrasah" yang menunjuk pada lembaga pendidikan, dalam perkembangannya kemudian istilah "madrasah" juga mempunyai beberapa pengertian di antaranya: aliran, mazhab, kelompok atau golongan filosof dan ahli fikir atau penyelidik tertentu pada metode dan pemikiranyang sama.10 Munculnya pengertian ini seiring dengan perkembangan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang di antaranya menjadi lembaga yang menganut dan mengembangkan pandangan atau aliran dan mazdhab pemikiran (school of thought) tertentu.
2.4 Tujuan Manajemen Madrasah
A. Tujuan Manajemen
Menurut ShrodeDan Voich (1974) tujuan utama manajemen adalah prodiktivitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal dan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan, keuntungan/profil yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah dll. Tujuan-tujuan ini ditetapkan berdasarkan penataan dan penetapan atau pengkajian berdasarkan situasi dan kondisi organisasi.
Berdasarkan pengertian produktivitas di atas, maka dapat diukur dengan standar utama, yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Secara visik, produktivitas diukur secara kuantitatif seperti banyaknya keluaran (panjang, berat, lamanya waktu dan jumlah). Sedangkan berdasarkan nilai, produktivitas di ukur berdasarkan nilai-nilai kemampuan, sikap, perilaku, kedisiplinan, motivasi dan komitmen terhadap pekerjaan.
2.5 Dimensi Manajemen
A. Organisasi sebagai system
Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Selanjutnya dikatakan bahwa profesi dan organisasi memajukan kepribadian dan otonomi mereka sebagai professional. Hanya dalam iklim organisasi hangat kebebasan mimbar akan dapat berjalan dengan baik, yaitu hak seorang professional untuk menemukan, mengajarkan, dan mempublikasikan kebenaran sebagaimana dia lihat dalam spesialisasinya. Kehidupan seorang professional tidak hanya tampak dalam kegiatannya yang tidak terikat dan terjaminnya kebebasan mimbar, tetapi juga dalam kesempatan mengejar pengetahuan/ilmu tanpa memperhitungkan popularitas.
Sifat-sifat kegiatan para professional di atas perlu mendapat dukungan dari suasana organisasi pendidikan. Sifat kegiatan para professional yang paling penting yang dapat dipandang sebagai modal dalam merealisasi dan mengembangkan profesi mereka adalah usaha mengejar ilmu dan pengetahuan lainnya secara terus-menerus tanpa mengharapkan penghargaan/popularitas atau nafkah yang besar.
Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang sehat dan produktif, haruslah ada kesempatan dan kemauan antara professional untuk saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan. Mereka harus menyiapkan umpan balik profesi secara teratur seperti halnya yang dilakukan oleh administrator/manajer. Prinsip-prinsip kebersamaan, komunitas harus dikembangkan dalam lembaga pendidikan dengan cara saling memberi pandangan dan nilai baik yang positif maupun yang negatif.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk menciptakan iklim organisasi yang hangat ialah dengan membuat para personalia pendidikan para pengajar khususnya sebagai masyarakat paguyuban di lembaga pendidikan. Bila lembaga pendidikan itu terlalu besar, perguruan tinggi misalnya, maka personalia itu dapat dibagi-bagi menjadi beberapa masyarakat paguyuban.
Penelitian Rebbeca memberi pemecahan terhadap kesulitan ini ialah dengan cara menyeimbangkan tindakan melalui proses kerja sama. Dalam bekerja sama otonomi individu dihargai sebab pandangan, inisiatif, dan kreativitasnya diminta untuk disumbangkan kepada kelompok.
Pancasila menginginkan masyarakat lembaga pendidikan hidup rukun, mempererat persatuan dan kesatuan, toleransi satu dengan yang lain, hidup bergotong royong saling membantu, segala sesuatu dipecahkan bersama secara musyawarah, melaksanakan kesamaan hak dan keadilan, dan sebagainya. Ciri-ciri ini adalah menunjukan ciri masyarakat paguyuban. Sehingga sehingga organisasi sebagai sistem cocok diterapkan di Indonesia atau dalam manajemen madrasah.
B. Manajemen Sebagai System
Era global sedang bergulir kencang. Tantangan berupa turbulensi semakin gencar. Berbagai jenis informasi semakin saling berseliweran saja. Perusahaan yang menjauh dari era ini akan terpuruk. Pasalnya tantangan masa kini adalah bagaimana menguasai atau mengatasi banyaknya informasi dan pengetahuan yang berasal dari segala penjuru dunia. Bagaimana perusahaan mengorganisasi informasi dan pengetahuan seoptimum mungkin? Bagaimana perusahaan memfasilitasi diseminasi informasi? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan alasan mengapa manajemen pengetahuan dibutuhkan. Bagi perusahaan yang tergolong sebagai organisasi belajar maka manajemen pengetahuan sudah menjadi kebutuhan.
David dan Associate (1997) mengatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu proses yang sistematik dalam menciptakan, mengumpulkan, mengorganisasikan, mendifusikan, memanfaatkan, dan mengeksploitasi pengetahuan. Dari definisi tersebut maka ada empat subsistem dari manajemen pengetahuan yakni mendapatkan, menciptakan, menyimpan, dan mentransfer-memanfaatkan pengetahuan.
Sistem yang diciptakan merupakan suatu keterkaitan yang komprehensiv dari informasi dan pengetahuan dari beragam sumber seperti kalangan praktisi, ilmuwan, dan pengamat. Data dan informasi diolah, dianalisis, dan sejauh mungkin disintesis yang kemudian dipakai untuk menyusun strategi bisnis perusahaan. Tidak tertutup kemungkinan sistem ini memotivasi para karyawan untuk bekerja berbasis pengetahuan. Artinya mereka akan selalu meningkatkan mutu kinerjanya semaksimum mungkin lewat proses pembelajaran yang bersinambung. Pada gilirannya penerapan manajemen pengetahuan sebagai sistem akan meningkatkan pertumbuhan kinerja bisnis perusahaan.
Keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan sangat bergantung pada beberapa faktor. Yang pertama adalah kualitas pemimpin perusahaan yang didukung semua lini. Disini sang pemimpin, katakanlah manajemen menengah,harus komit dan taatasas dalam menerapkan dan mengembangkan sistem secara partisipatif dan integral. Yang kedua adalah dukungan budaya kerja berbasis pengetahuan di kalangan manajemen dan karyawan. Secara eksplisit budaya pengetahuan akan memperkuat budaya kerja yang ada. Dan yang ketiga, karena sebagai sistem maka manajemen pengetahuan harus merupakan sistem bisnis perusahaan yang total. Artinya subsistem manajemen pengetahuan berkaitan dengan subsistem lainnya seperti dengan subsistem-subsistem manajemen SDM, manajemen finansial, manajemen kompensasi, manajemen produksi, manajemen pemasaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian manajemen di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen memiliki beberapa ciri antara lain :
- Manajemen diarahkan untuk mencapai tujuan
- Manajemen sebagai proses; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengarahan dan pengawasan
- Tersedia sumber daya; manusia, material dan sumber lain
- Mendayagunakan atau menggerakkan sumber daya tersebut secara efisien dan efektif
- Terdapat orang yang menggerakkan sumber daya tersebut (manajer)
- Penerapan manajemen berdasarkan ilmu dan juga seni atau keahlian yang harus dimiliki oleh manajer
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bersosial, mengenai pentingnya dan mengapa manajemen sangat di butuhan, karena ada beberapa sebab antara lain:
1) Untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan juga tujuan individu yang ada dalam organisasi tersebut.
2) Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan, sasaran dan kegiatan yang bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi, seperti ; pimpinan, pegawai, pelanggan, serikat kerja, masyarakat, pemerintah (pemerintah daerah), dll.
3) Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Efisiensiefektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. adalah kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar, sedangkan
Makalah penelitian Pendidikan
Pendahuluan
Berbicara tentang pendidikan, maka membahas perkembangan peradaban manusia. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia, serta sasaran pendidikan secara umum di Indonesia.
Dari masa perkembangan peradaban kuno sampai munculnya abad “pencerahan� (renaisance) di eropa, bidang pendidikan mendapat tempat utama dan strategis dalam kehidupan pemerintahan. Pendidikan merupakan yang paling utama, hal itu setidaknya dapat kita lihat dari pendapat beberapa ahli berikut ini;
Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan, Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan.
Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat, bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meperbaiki sistem pendidikan.
Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan, Pendidikan yang diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi,
Tokoh Pendiri nasional yakni Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah Pendidikan.
Selanjutnya menurut UNESCO, badan PBB yang menangani bidang pendidikan menyerukan kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia bahwa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.oleh karena itu UNESCO merumuskan bahwa pendidikan itu adalah:
1. Learning how to think (Belajar bagaimana berpikir)
2. Learning how to do (Belajar bagaimana melakukan)
3. Learning how to be (Belajar bagaimana menjadi)
4. Learning how to learn (Belajar bagaimana belajar)
5. Learning how to live together (Belajar bagaimana hidup bersama)
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang memiliki sikap dan kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian yang positif antara lain:
• Memiliki dan bangga berkompetensi, yakni memiliki Ilmu pengetahuan
• Bangga berdisiplin
• Tahan mental menghadapi kesulitan hidup
• Jujur dan dapat dipercaya (memiliki karakter yang baik dan integritas yang baik atau suka bekerjasama dalam tim)
• Memiliki pola pikir yang rasional dan ilmiah
• Bangga bertanggung jawab
• Terbiasa bekerja keras
• Mengutamakan kepedulian terhadap sesamanya
• Mengutamakan berdiskusi dari pada berdebat (not conflict but consensus)
• Hormat pada aturan
• Menghormati hak-hak orang lain
• Memiliki moral dan etika yang baik
• Mencintai pekerjaan
• Suka menabung
Menghasilkan manusia Indonesia seperti keadaan di atas merupakan keinginan insan pendidikan. Semua pendidik dan tenaga kependidikan di negeri ini harus memahami hal itu sehingga dalam melaksanakan setiap aktivitas belajar-mengajar, tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada warga didik (warga belajar), tetapi kita harus membimbing mereka melalui melalui motivasi dan contoh keteladanan yang bermuara pada pembinaan sikap (behaviour) maupun etika/moral peserta didik ataupun warga belajar.
Sasaran Pendidikan Indonesia
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, akan mewujudkan pendidikan Indonesia sebagai proses pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya. Pernyataan itu akan termanifestasikan dalam 3 hal yaitu:
1. Penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
2. Estetika (Seni)
3. Moral dan Etika
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan itu tidaklah sekedar transfer of knowledge. Pendidikan itu juga harus belajar tentang behaviour, etika-moral dan mental anak didik.
Presiden R.I. Susilo Bambang Yudhoyono, pada acara Hari Anak Nasional, mengatakan Bahwa Bangsa yang pendidikannya jelek tidak maju, Bangsa yang maju adalah bangsa yang produktif, inovatif, dan cerdas, di samping memiliki akhlak dan kepribadian yang baik, sehat jasmani dan rohani dan rukun satu sama lain.
Wakil Presiden Yusuf Kalla, dalam menyikapi pro dan kontra tentang standarisasi Ujian Nasional (UN) menegaskan, Anak-anak yang yang telah belajar keras dan sungguh-sungguh tidak boleh disamakan dengan anak-anak yang malas,hal itu tidak benar, karena negara Indonesaia tidak dibangun dengan kemalasan, namun harus dengan kerja keras.
Tentunya,tujuan dan sasaran pendidikan di atas akan dapat tercapai melalui peran aktif semua pihak yang terlibat yakni orangtua, tenaga pendidik, siswa-siswi, pemerintah, dan masyarakat, serta keberadaan dana pendidikan yang cukup pula. Di Indonesia, proses pendidikan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, sehingga apa yang menjadi sasaran pendidikan tersebut belum dapat diwujudkan. Keadaan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, jumlah penduduk yang sangat besar, kondisi geografis Indonesia yang luas serta belum maksimalnya peran serta seluruh komponen bangsa menjadi kenyataan yang dapat memperlambat proses pembangunan pendidikan nasional. Namun berbagai upaya signifikan telah dilakukan pemerintah untuk mempercepat pembangunan pendidikan nasional, penetapan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN maupun APBD (Sesuai pasal 31 ayat 3 UUD 1945) menjadi indikator utama dimulainya percepatan peningkatan mutu pendidikan Indonesia, pembenahan kurikulum nasional, penataan mutu tenaga pendidik yang simultan dilakukan diharapkan akan membawa perubahan ke arah terciptanya manusia Indonesia yang berpendidikan baik, bermoral, dan berdaya saing tinggi.
Penutup
Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan “terlahir� manusia Indonesia yang mampu bersaing di era globalisasi bercirikan high competition. Tanda-tanda ke arah itu sudah mulai tampak dengan adanya prestasi anak-anak bangsa pada tingkat internasional. Perolehan medali pada berbagai event sains tingkat dunia, peningkatan rating Human Development Index (HDI) manusia Indonesia, pemberantasan buta aksara yang gencar dilakukan baik melaui jalur pendidikan fomal terutama oleh jalur pendidikan nonformal, penanggulangan angka putus sekolah melalui program pendidikan kesetaraan untuk mensukseskan Program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun dan juga upaya pemberian kecakapan dan keterampilan hidup kepada masyarakat, upaya meningkatan minat baca masyarakat sampai ke pelosok desa, menjadi usaha dan prestasi nyata yang telah dan akan tetap kita lakukan kita torehkan saat ini. Prestasi terbaru pendidikan Indonesia adalah masuknya 4 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) nasional ke dalam kelompok 500 perguruan tinggi terbaik dunia. Melihat kesungguhan yang begitu besar dari pemerintah, maka sudah selayaknya kita sebagai anak bangsa, terutama yang bergerak pada sektor pendidikan, baik formal, nonformal, maupun in-formal, menyatukan langkah dan pikiran untuk bersama-sama membantu pemerintah meningkatan pendidikan nasional untuk menghasilkan masyarakat Indonesia yang cerdas, terampil dan berbudi pekerti yang baik demi terwujudnya tujuan negara Indonesia yakni masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
Pendahuluan
Berbicara tentang pendidikan, maka membahas perkembangan peradaban manusia. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia, serta sasaran pendidikan secara umum di Indonesia.
Dari masa perkembangan peradaban kuno sampai munculnya abad “pencerahan� (renaisance) di eropa, bidang pendidikan mendapat tempat utama dan strategis dalam kehidupan pemerintahan. Pendidikan merupakan yang paling utama, hal itu setidaknya dapat kita lihat dari pendapat beberapa ahli berikut ini;
Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan, Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan.
Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat, bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meperbaiki sistem pendidikan.
Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan, Pendidikan yang diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi,
Tokoh Pendiri nasional yakni Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah Pendidikan.
Selanjutnya menurut UNESCO, badan PBB yang menangani bidang pendidikan menyerukan kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia bahwa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.oleh karena itu UNESCO merumuskan bahwa pendidikan itu adalah:
1. Learning how to think (Belajar bagaimana berpikir)
2. Learning how to do (Belajar bagaimana melakukan)
3. Learning how to be (Belajar bagaimana menjadi)
4. Learning how to learn (Belajar bagaimana belajar)
5. Learning how to live together (Belajar bagaimana hidup bersama)
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang memiliki sikap dan kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian yang positif antara lain:
• Memiliki dan bangga berkompetensi, yakni memiliki Ilmu pengetahuan
• Bangga berdisiplin
• Tahan mental menghadapi kesulitan hidup
• Jujur dan dapat dipercaya (memiliki karakter yang baik dan integritas yang baik atau suka bekerjasama dalam tim)
• Memiliki pola pikir yang rasional dan ilmiah
• Bangga bertanggung jawab
• Terbiasa bekerja keras
• Mengutamakan kepedulian terhadap sesamanya
• Mengutamakan berdiskusi dari pada berdebat (not conflict but consensus)
• Hormat pada aturan
• Menghormati hak-hak orang lain
• Memiliki moral dan etika yang baik
• Mencintai pekerjaan
• Suka menabung
Menghasilkan manusia Indonesia seperti keadaan di atas merupakan keinginan insan pendidikan. Semua pendidik dan tenaga kependidikan di negeri ini harus memahami hal itu sehingga dalam melaksanakan setiap aktivitas belajar-mengajar, tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada warga didik (warga belajar), tetapi kita harus membimbing mereka melalui melalui motivasi dan contoh keteladanan yang bermuara pada pembinaan sikap (behaviour) maupun etika/moral peserta didik ataupun warga belajar.
Sasaran Pendidikan Indonesia
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, akan mewujudkan pendidikan Indonesia sebagai proses pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya. Pernyataan itu akan termanifestasikan dalam 3 hal yaitu:
1. Penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
2. Estetika (Seni)
3. Moral dan Etika
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan itu tidaklah sekedar transfer of knowledge. Pendidikan itu juga harus belajar tentang behaviour, etika-moral dan mental anak didik.
Presiden R.I. Susilo Bambang Yudhoyono, pada acara Hari Anak Nasional, mengatakan Bahwa Bangsa yang pendidikannya jelek tidak maju, Bangsa yang maju adalah bangsa yang produktif, inovatif, dan cerdas, di samping memiliki akhlak dan kepribadian yang baik, sehat jasmani dan rohani dan rukun satu sama lain.
Wakil Presiden Yusuf Kalla, dalam menyikapi pro dan kontra tentang standarisasi Ujian Nasional (UN) menegaskan, Anak-anak yang yang telah belajar keras dan sungguh-sungguh tidak boleh disamakan dengan anak-anak yang malas,hal itu tidak benar, karena negara Indonesaia tidak dibangun dengan kemalasan, namun harus dengan kerja keras.
Tentunya,tujuan dan sasaran pendidikan di atas akan dapat tercapai melalui peran aktif semua pihak yang terlibat yakni orangtua, tenaga pendidik, siswa-siswi, pemerintah, dan masyarakat, serta keberadaan dana pendidikan yang cukup pula. Di Indonesia, proses pendidikan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, sehingga apa yang menjadi sasaran pendidikan tersebut belum dapat diwujudkan. Keadaan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, jumlah penduduk yang sangat besar, kondisi geografis Indonesia yang luas serta belum maksimalnya peran serta seluruh komponen bangsa menjadi kenyataan yang dapat memperlambat proses pembangunan pendidikan nasional. Namun berbagai upaya signifikan telah dilakukan pemerintah untuk mempercepat pembangunan pendidikan nasional, penetapan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN maupun APBD (Sesuai pasal 31 ayat 3 UUD 1945) menjadi indikator utama dimulainya percepatan peningkatan mutu pendidikan Indonesia, pembenahan kurikulum nasional, penataan mutu tenaga pendidik yang simultan dilakukan diharapkan akan membawa perubahan ke arah terciptanya manusia Indonesia yang berpendidikan baik, bermoral, dan berdaya saing tinggi.
Penutup
Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan “terlahir� manusia Indonesia yang mampu bersaing di era globalisasi bercirikan high competition. Tanda-tanda ke arah itu sudah mulai tampak dengan adanya prestasi anak-anak bangsa pada tingkat internasional. Perolehan medali pada berbagai event sains tingkat dunia, peningkatan rating Human Development Index (HDI) manusia Indonesia, pemberantasan buta aksara yang gencar dilakukan baik melaui jalur pendidikan fomal terutama oleh jalur pendidikan nonformal, penanggulangan angka putus sekolah melalui program pendidikan kesetaraan untuk mensukseskan Program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun dan juga upaya pemberian kecakapan dan keterampilan hidup kepada masyarakat, upaya meningkatan minat baca masyarakat sampai ke pelosok desa, menjadi usaha dan prestasi nyata yang telah dan akan tetap kita lakukan kita torehkan saat ini. Prestasi terbaru pendidikan Indonesia adalah masuknya 4 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) nasional ke dalam kelompok 500 perguruan tinggi terbaik dunia. Melihat kesungguhan yang begitu besar dari pemerintah, maka sudah selayaknya kita sebagai anak bangsa, terutama yang bergerak pada sektor pendidikan, baik formal, nonformal, maupun in-formal, menyatukan langkah dan pikiran untuk bersama-sama membantu pemerintah meningkatan pendidikan nasional untuk menghasilkan masyarakat Indonesia yang cerdas, terampil dan berbudi pekerti yang baik demi terwujudnya tujuan negara Indonesia yakni masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
EVALUASI PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DALAM BIDANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang: (1) tingkat kebutuhan masyarakat dan dukungan lingkungan terhadap program; (2) karakteristik peserta didik, nara sumber teknis (NST), penyelenggara, program pembelajaran, serta sarana dan prasarana; (3) proses penyelenggaraan program, meliputi: proses pembelajaran, pendampingan dan penilaian pembelajaran; (4) hasil program berupa capaian kecakapan hidup yang diperoleh peserta didik dan manfaat program terhadap penyelenggara dan UPTD SKB.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan: Pertama, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap program cukup tinggi; Kedua, dukungan lingkungan terhadap program cukup memadai; Ketiga, karakteristik peserta didik memenuhi kriteria, tetapi pemahaman NST terhadap konsep PBKH serta rasio NST dengan peserta didik belum memadai. Disamping itu, pemahaman penyelenggara terhadap konsep PBKH masih kurang, serta masih terdapat penyelenggara yang belum memiliki struktur dan uraian tugas yang jelas; Keempat, program pembelajaran tidak disusun secara integratif; Kelima, kualitas dan kuantitas bahan belajar pokok dan pelengkap masih kurang; Keenam, aktivitas belajar mandiri peserta didik masih kurang, demikian pula dengan aktivitas koordinasi lintas sektor penyelenggara masih kurang; Ketujuh, pendampingan belum terlaksana dengan baik; Kedelapan, penilaian pembelajaran belum menggunakan teknik bervariasi, belum terdokumentasi dan belum diolah dengan baik; Kesembilan, peserta didik telah menunjukkan capaian aspek social skills dan vocational skills yang baik. Sebaliknya, capaian aspek personal skills dan daily living skills berada dalam kategori kurang. Meskipun demikian, Program PBKH telah memberi manfaat terhadap penyelenggara maupun bagi UPTD SKB.
PENDAHULUAN
Dalam rangka menjawab berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia dewasa ini, Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan berbagai kebijakan dan upaya, antara lain dengan terus-menerus mengusahakan pemerataan/perluasan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat, sejalan dengan era desentralisasi pendidikan. Khusus berkenaan dengan mutu dan relevansi, disamping mengembangkan kurikulum pendidikan yang berbasis kompetensi, juga mengarahkan sistem pendidikan di berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan pada pendidikan kecakapan hidup (life skills) melalui pendekatan pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan masyarakat luas (Broad Base Education).
Di bidang pendidikan luar sekolah dan pemuda (selanjutnya disebut PLSP), kebijaksanaan penyelenggaraan pendidikan berorientasi kecakapan hidup (selanjutnya disebut PBKH) terutama ditujukan untuk membantu warga masyarakat agar memiliki bekal kemampuan untuk bekerja yang dapat mendatangkan penghasilan yang layak guna memenuhi kehidupannya. Program PBKH menjadikan kecakapan vokasional sebagai entry point dalam menggarap segmen masyarakat miskin dan menganggur untuk dibekali dengan berbagai kecakapan hidup yang dibutuhkan. Pelembagaan PBKH melalui jalur PLSP dilaksanakan melalui berbagai lembaga penyelenggara PLSP yang membentuk kelompok belajar keterampilan pilihan/tertentu yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
Sejak Tahun 2002, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (Ditjen Diklusepa) telah menyelenggarakan Program PBKH melalui berbagai lembaga PLSP yang ada, baik di pusat maupun di daerah. Salah satu institusi PLSP berkedudukan di daerah yang menyelenggarakan program dimaksud adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten/Kota.
Program PBKH bidang PLS yang diselenggarakan oleh SKB merupakan program rintisan yang masih memerlukan perbaikan dan pengembangan lebih lanjut dari berbagai aspek. Dengan demikian, diperlukan tersedianya hasil kajian evaluasi terhadap program yang sedang berjalan sebagai bahan masukan dalam rangka menyusun kebijaksanaan selanjutnya guna memperbaiki serta meningkatkan dayaguna dan hasilguna program di masa datang.
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian evaluasi ini dikemukakan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tingkat kebutuhan masyarakat dan dukungan lingkungan terhadap Program PBKH?
2. Bagaimanakah karakteristik input Program PBKH?
3. Bagaimanakah proses penyelenggaraan Program PBKH?
4. Bagaimanakah kecakapan hidup yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti Program PBKH?
5. Bagaimanakah manfaat Program PBKH bagi penyelenggara dan UPTD SKB?
KAJIAN TEORETIK
Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup bukanlah sesuatu yang baru, meskipun konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup baru digulirkan di Indonesia sejak dua tahun terakhir. Menurut Santoso S. Hamijoyo (2002: 2-3) Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup telah dimulai oleh UNESCO pada tahun 1949 melalui konsep functional literacy. Gagasan pokok dari konsep tersebut adalah agar kemampuan baca-tulis-hitung dapat berfungsi memberi manfaat bagi yang bersangkutan untuk keluar dari tiga kesengsaraan, yaitu: kebodohan (ignorance), kepenyakitan (ill-health) dan kemelaratan (poverty).
Pentingnya pembekalan kecakapan hidup terhadap peserta didik telah mendapat pengakuan dari para pakar yang berkecimpung di dunia pendidikan. Penegasan tentang pentingnya kecakapan hidup dapat dilihat pada Pokok-Pokok Deklarasi Dakkar Tahun 2000 tentang Pendidikan Untuk Semua (Fasli Jalal, 2004: 11-12) yang menunjukkan adanya hak bagi setiap warga negara, baik anak-anak maupun orang dewasa, untuk memperoleh kesempatan yang adil dalam mengikuti pendidikan kecakapan hidup, dan adanya kewajiban bagi setiap negara untuk menyediakan, memperbaiki, meningkatkan dan menjamin kualitas penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup, terutama kecakapan hidup yang bersifat penting, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara merata.
kecakapan hidup merupakan serangkaian kemampuan yang dibutuhkan oleh seseorang agar dapat mengatasi berbagai persoalan yang ditemui dalam kehidupannya. Sejalan dengan pengertian ini, Malik Fadjar (Slamet PH, 2002: 4) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik.
Pengertian lain dikemukakan oleh Tatang Amirin (Majalah Dinamika Pendidikan, 2002: 58) yang menyatakan bahwa istilah ‘skill’ sering diartikan sebagai keterampilan, padahal keterampilan mempunyai makna yang sama dengan kecakapan fisik dan pekerjaan tangan. Hal ini menyebabkan life skills sering dimaknai hanya sebagai vocational skill, keterampilan kerja-kejuruan (pertukangan) atau kemampuan yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka dapat segera bekerja mencari nafkah untuk kehidupannya. Pemikiran Tatang Amirin didukung oleh Muchlas Samani (2002: 10) yang menyatakan ” Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja. Baik orang yang bekerja maupun yang tidak bekerja tetap memerlukan kecakapan hidup, karena mereka pun menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Setiap orang, dimanapun dan kapanpun, selalu menemui masalah yang memerlukan pemecahan “.
Menurut Ditjen Diklusepa (2003: 6), hakikat pendidikan berorientasi kecakapan hidup di bidang PLS adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan peserta didik dapat hidup mandiri. Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup di bidang PLS didasarkan atas prinsip lima pilar pendidikan, yaitu: learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan), learning to learn (belajar untuk tahu cara belajar), learning to do (belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan), learning to be (belajar agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan minat, bakat dan potensi diri), dan learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain). Berdasarkan prinsip lima pilar pendidikan di atas, peserta didik Program PBKH diharapkan mampu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya, memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya serta membantu orang lain yang membutuhkannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada empat UPTD SKB Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan, yaitu: UPTD SKB Kabupaten Polmas, UPTD SKB Kabupaten Enrekang, UPTD SKB Kota Pare-Pare dan UPTD SKB Kabupaten Sidrap. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian evaluasi dengan menggunakan model Context-Input-Process-Product (CIPP) dari Daniel L Stuflebeam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung pendekatan kualitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah 14 UPTD SKB yang menyelenggarakan Program PBKH. Pengambilan sampel ditempuh dengan teknik Purposive Sampling dengan memperhatikan karakteristik UPTD SKB populasi. Berdasarkan teknik tersebut dipilih empat UPTD SKB Kabupaten/Kota yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian, yaitu: UPTD SKB Kabupaten Polmas, Kabupaten Enrekang, Kota Pare-Pare dan UPTD SKB Kabupaten Sidrap.
Sumber informasi dalam evaluasi ini adalah peserta didik, NST, penyelenggara dan Kepala SKB. Pengumpulan data dilakukan dengan angket, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan dan memaknai data dari masing-masing komponen yang dievaluasi. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data akan dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil perhitungan statistik deskriptif akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram berdasarkan persentase yang diperoleh dari hasil penilaian.
PEMBAHASAN
1. Evaluasi Context
Kebutuhan masyarakat terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup tinggi. Hal tersebut ditandai oleh besarnya animo masyarakat yang berkeinginan untuk berpartisipasi sebagai peserta didik di dalam program. Kondisi dapat dimengerti, mengingat penyelenggaraan Program PBKH dilandasi oleh kondisi sosial dan ekonomi warga masyarakat, dimana sebagian dari mereka adalah angkatan kerja produktif yang belum memiliki pekerjaan tetap dan layak (menganggur), serta berada di bawah garis kemiskinan. Titik berat Program PBKH adalah memberi pelayanan pendidikan keterampilan tertentu kepada peserta didik agar mereka mampu membuka lapangan kerja baru atau bekerja pada individu/perusahaan tertentu dan memperoleh penghasilan yang layak untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidupnya. Dalam perjalanan penyelenggaraannya, Program PBKH tidak hanya diminati oleh mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan tertinggal secara ekonomi, tetapi juga oleh warga masyarakat yang telah bekerja dan memiliki penghasilan tetap.
Dukungan lingkungan terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup memadai. Dukungan tersebut tidak hanya terlihat dari keadaan geografis dan ekonomi di daerah yang bersangkutan, tetapi juga bersumber dari berbagai berbagai pihak di lingkungan sosial, diantaranya: individu/pengusaha, perusahaan lokal, organisasi sosial kemasyarakatan (orsosmas), aparat pemerintah di berbagai jenjang, dan instansi teknis yang relevan.
2. Evaluasi Input
a. Karakteristik Peserta Didik
Berdasarkan hasil telaah dokumen Program PBKH, warga masyarakat yang terdaftar sebagai peserta didik berjumlah 150 orang. Namun demikian, dari hasil evaluasi input diketahui bahwa jumlah peserta didik yang aktif mengikuti program pada saat pengumpulan data dilaksanakan sebanyak 99 orang. Data tersebut menunjukkan terdapat 51 orang (34,0%) peserta didik yang tidak dapat menyelesaikan program PBKH. Dari hasil pengumpulan data diperoleh informasi bahwa peserta yang drop out memiliki alasan yang beragam, yaitu: (1) pindah domisili; (2) merantau mengikuti keluarga ke daerah lain; (3) sibuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari; dan (4) merasa malas mengikuti program.
Data yang diperoleh dari hasil evaluasi input, menunjukkan sebagian besar peserta didik berada pada rentang usia angkatan kerja produktif. Berdasarkan kualifikasi pendidikan, proporsi terbesar peserta didik berasal dari mereka yang berkualifikasi SLTA (38,38%). Bekaitan dengan status pelatihan, hasil pengumpulan data menunjukkan 72,72% peserta didik yang mengikuti Program PBKH belum pernah mengikuti pelatihan keterampilan apapun sebelumnya, sedangkan dilihat dari status pekerjaan, 66,66% peserta didik tidak memiliki pekerjaan tetap pada saat bergabung dengan Program PBKH. Dilihat dari motivasi mengikuti program PBKH, hasil pengumpulan data menunjukkan 84,84% peserta didik memiliki kategori motivasi yang sangat tinggi.
b. Karakteristik Nara Sumber Teknis
Berdasarkan kualifikasi pendidikan, diketahui bahwa proporsi terbesar adalah NST dengan berkualifikasi S1. Berdasarkan kualifikasi pelatihan, diketahui bahwa sebagian besar NST telah mengikuti berbagai pelatihan yang relevan dibidangnya. Kasus khusus terjadi pada pada NST di UPTD SKB Kabupaten Polmas, dimana keterampilan di bidang pertukangan kayu diperoleh secara otodidak dari hasil magang secara tradisional di tempat kerjanya.
Dilhat dari pengalaman mengajar pada kelompok belajar orang dewasa, NST telah memiliki pengalaman mengajar pada satuan-satuan pendidikan luar sekolah. Hal tersebut dimungkinkan karena NST yang bersangkutan sekaligus adalah staf pada masing-masing UPTD SKB. Disamping itu, UPTD SKB memanfaatkan NST yang berasal dari instansi teknis dan individu yang telah memiliki pengalaman bertahun-tahun di bidang keahliannya. Berdasarkan aspek pemahaman konsep, diperoleh informasi bahwa sebagian NST belum memiliki pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup di bidang pendidikan luar sekolah dan belum mampu menerapkan konsep tersebut dalam proses pembelajaran. Ditinjau dari rasio NST terhadap peserta didik, ditemukan fakta sebagian besar kelompok belajar memiliki rasio NST yang kurang ideal dibandingkan dengan jumlah peserta didik.
c. Karakteristik Penyelenggara
Penyelenggara yang bertugas pada Program PBKH berjumlah 27 orang, mayoritas dari mereka adalah tenaga fungsional pamong belajar di masing-masing UPTD SKB. Berdasarkan kualifikasi pendidikan, proporsi tertinggi (59,26%) dimiliki oleh penyelenggara yang berkualifikasi S1 dan. semua penyelenggara belum pernah mengikuti pelatihan penyelengara Program PBKH atau pelatihan penyelenggara program lain yang sejenis, mereka hanya mengandalkan pengalaman sebagai penyelenggara satuan-satuan pendidikan luar sekolah lainnya yang telah digeluti selama bertahun-tahun.
Hasil evaluasi input menunjukkan sebagian penyelenggara tidak memiliki pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup dan implementasinya dalam Program PBKH. Ditinjau dari segi struktur organisasi penyelenggara, hasil evaluasi input menunjukkan semua penyelenggara Program PBKH telah memiliki struktur organisasi yang dilengkapi dengan fungsi-fungsi yang bervariasi antara satu UPTD SKB dengan UPTD SKB lainnya.
d. Karakteristik Program Pembelajaran
Program pembelajaran yang disusun oleh masing-masing UPTD SKB memiliki tujuan umum dan tujuan-tujuan khusus. Berdasarkan hasil evaluasi input diketahui bahwa pada umumnya terdapat dua kelompok materi yang tercantum dalam program pembelajaran PBKH, yaitu: (1) kelompok materi pokok; dan (2) kelompok materi penunjang. Kelompok materi pokok terdiri atas materi-materi yang menjelaskan teknik dasar keterampilan tertentu, sedangkan kelompok materi penunjang terdiri atas materi-materi yang menjelaskan teknik kewirausahaan dan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan luar sekolah dan pemuda. Kasus berbeda ditemukan pada program pembelajaran di UPTD SKB Kabupaten Enrekang, dimana program pembelajaran Pelatihan Intensifikasi Pertanaman Jagung Kuning secara keseluruhan berisi materi-materi pokok dan tidak terdapat materi penunjang.
Alokasi jam pelajaran yang diberikan oleh masing-masing UPTD SKB untuk setiap kelompok materi cukup bervariasi. Terdapat empat strategi pokok yang digunakan dalam program pembelajaran PBKH, yaitu: ceramah, diskusi, simulasi dan praktek. Berdasarkan hasil evaluasi input, diketahui bahwa strategi yang paling banyak digunakan dalam program pembelajaran PBKH adalah strategi simulasi, diskusi dan pratek. Kondisi ini tentunya merupakan hal yang wajar, mengingat titik berat Program PBKH adalah memberi penguasaan keterampilan kerja tangan kepada peserta didik.
Berkaitan dengan penilaian pembelajaran, hasil evaluasi menunjukkan terdapat dua bentuk penilaian yang digunakan dalam program pembelajaran, yaitu: (1) pertanyaan lisan; dan (2) penugasan, baik penugasan individu maupun penugasan kelompok.
Berdasarkan hasil telaah terhadap karakteristik program pembelajaran, tidak ditemukan adanya upaya pengintegrasian berbagai jenis kecakapan hidup didalam penyusunan program pembelajaran oleh masing-masing UPTD SKB. Penyusunan program pembelajaran hanya difokuskan pada pembekalan terhadap mata pelajaran kecakapan vokasional tanpa disertai strategi pengintegrasian dengan berbagai kecakapan hidup yang lain.
e. Karakteristik Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil pengumpulan data, 75,75% peserta didik berpendapat bahwa secara umum ketersediaan sarana dan prasarana belajar berada pada kategori baik, 21,21% berpendapat ketersediaan sarana dan prasarana berada pada kategori kurang, dan 3,03% sisanya berpendapat ketersediaan sarana dan prasarana berada pada kategori sangat baik. Data tersebut menunjukkan pada umumnya warga belajar merasa puas dengan kinerja penyelenggara dalam menyediakan sarana dan prasarana belajar. Kondisi ini tentu saja menjadi faktor penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
3. Evaluasi Process
a. Proses Pembelajaran
1) Aktivitas Peserta Didik
Aktivitas belajar tutorial dan aktivitas belajar kelompok yang dilakukan peserta didik selama berlangsungnya kegiatan pelatihan/kursus berada dalam kategori baik. Namun demikian, aktivitas belajar mandiri peserta didik berada pada kategori kurang.
2) Aktivitas NST
Secara umum NST yang bertugas pada Program PBKH telah melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Hasil pengisian angket yang disebarkan kepada NST menunjukkan 75,0% NST telah melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Bila dicermati lebih jauh, aktivitas perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh NST berada dalam kategori baik. Namun demikian, aktivitas penilaian pembelajaran oleh NST berada dalam kategori kurang. Rendahnya aktivitas penilaian pembelajaran NST dikarenakan mereka belum mampu menggunakan teknik yang bervariasi dalam menilai hasil belajar peserta didik. NST masih terpaku pada dua strategi utama yang sudah sangat umum digunakan dalam kegiatan penilaian, yaitu: penugasan dan pertanyaan lisan.
3) Aktivitas Penyelenggara
Secara umum, aktivitas penyelenggara berada pada kategori baik. Hasil pengumpulan data menunjukkan 75,0% penyelenggara berada dalam kategori baik dan 25,0% lainnya berada pada kategori sangat baik.
Bila dicermati lebih jauh, aktivitas penyelenggara dalam menyiapkan proses pembelajaran berada pada kategori baik, aktivitas penyelenggara dalam mendukung pelaksanaan proses pembelajaran dan mengelola administrasi kelompok belajar bahkan berada dalam kategori sangat baik. Namun demikian, aktivitas penyelenggara dalam melaksanakan koordinasi lintas sektor masih berada dalam kategori kurang.
b. Proses Pendampingan
Pendampingan pada Program PBKH dilaksanakan setelah berakhirnya masa pelatihan/masa kursus. Kunjungan ke kelompok belajar dilakukan secara bergantian oleh NST dan penyelenggara, dengan fokus kegiatan: (1) penataan organisasi dan administrasi program; (2) bimbingan teknis produksi; (3) bantuan modal usaha; dan (4) bantuan pemasaran hasil produksi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa NST dan penyelenggara tidak menetapkan jadwal kunjungan yang tetap dan teratur. Kunjungan ke kelompok belajar disesuaikan dengan waktu luang yang dimiliki NST dan penyelenggara serta permintaan dari kelompok belajar. Frekuensi kunjungan paling sering adalah 2 kali sebulan, sedangkan frekuensi paling jarang adalah 1 kali sebulan.
Terdapat sebuah hal positif yang patut dicatat, bahwa fokus kegiatan pendampingan yang dilaksanakan oleh NST dan penyelenggara telah sejalan dengan kriteria keberhasilan program pendampingan yang menitikberatkan pada pemberian bimbingan teknis, baik administratif maupun produksi, serta pemberian motivasi kepada peserta didik. Fokus tersebut diharapkan dapat tetap dipertahankan, sambil berusaha menyusun konsep pelaksanaan pendampingan yang lebih konkrit dan terukur.
c. Penilaian Pembelajaran
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa masing-masing UPTD SKB melaksanakan tiga jenis penilaian pembelajaran, yaitu: penilaian awal, penilaian proses dan penilaian akhir pembelajaran. Namun demikian, tidak ditemukan informasi apapun berkaitan dengan dokumentasi dan analisis hasil penilaian peserta didik. Kenyataan tersebut menunjukkan walaupun NST telah melaksanakan kegiatan penilaian secara tepat, namun NST dan penyelenggara tidak mengelola hasil penilaian sebagaimana mestinya, sehingga penilaian tersebut terkesan hanya bersifat formalitas belaka.
Berkaitan dengan teknik penilaian, hasil pengumpulan data menunjukkan NST tidak menggunakan teknik penilaian yang bervariasi. Kondisi tersebut sangat mungkin dilatarbelakangi oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan NST dalam menggunakan berbagai teknik penilaian. Sebagai konsekuensinya, penilaian yang dilakukan NST hanya mampu menjangkau pencapaian ranah kognitif peserta didik, sedangkan ranah psikomotorik dan afektif tidak terjangkau.
4. Evaluasi Produk
a. Hasil Program
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa capaian kecakapan hidup peserta didik setelah mengikuti program PBKH berada dalam kategori baik. Hasil pengisian angket yang dilakukan peserta didik, 11,1% memiliki capaian kecakapan hidup yang sangat baik, 83,8% berada dalam kategori baik dan hanya 5,1% yang memiliki capaian kecakapan hidup pada kategori kurang.
Bila dicermati lebih jauh, capaian aspek vocational skills peserta didik berada dalam kategori baik. Hasil pengumpulan data, 48,5% peserta didik telah menunjukkan capaian aspek vocational skills baik, 45,6% lainnya bahkan berada dalam kategori sangat baik. Berkaitan dengan aspek social skills, hasil mengumpulan data menunjukkan 71,7% peserta didik telah mampu menumbuhkan social skills mereka dengan baik.
Kondisi sebaliknya ditemukan pada aspek daily living skills. Hasil pengumpulan data menunjukkan 42,2% peserta didik belum memiliki kecakapan yang baik dalam mengelola kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari aspek personal skills, hasil pengumpulan data menunjukkan masih terdapat 41,4% peserta didik yang belum memperlihatkan capaian kecakapan personal yang baik.
b. Manfaat Program
Berdasarkan hasil wawancara dengan penyelenggara, diperoleh informasi bahwa melalui program ini penyelenggara memperoleh tambahan pengalaman dalam melaksanakan satuan pendidikan luar sekolah. Program PBKH telah pula memberi kesempatan kepada penyelenggara untuk bertemu dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, baik individu maupun institusi pemerintah/non pemerintah. Disamping itu, manfaat yang dirasakan secara langsung oleh penyelenggara adalah terciptanya peluang untuk belajar dan menguasai keterampilan di bidang tertentu tanpa harus mengalokasikan waktu, tenaga dan biaya secara khusus.
Berkaitan dengan manfaat terhadap UPTD SKB, diperoleh informasi bahwa pelaksanaan Program PBKH telah membuka kesempatan bagi UPTD SKB untuk menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat. Manfaat lain yang dirasakan UPTD SKB melalui Program PBKH adalah kesempatan untuk memperluas jangkauan akses pelayanan pendidikan kepada masyarakat luas, utamanya masyarakat miskin yang tidak memiliki mata pencaharian tetap. Sisi lain yang tidak kalah pentingnya, melalui Program PBKH UPTD SKB telah mampu memperluas jaringan kemitraan dengan berbagai individu maupun lembaga terkait. Jaringan kemitraan tersebut diharapkan tidak hanya bermanfaat dalam pelaksanaan Program PBKH, tetapi dapat dikembangkan lebih jauh dalam pelaksanaan program-program UPTD SKB lainnya.
KESIMPULAN
1. Tingkat Kebutuhan masyarakat terhadap Program PBKH cukup tinggi. Tingginya kebutuhan tersebut ditunjukkan oleh besarnya animo masyarakat untuk mengikuti Program PBKH. Peserta didik tidak hanya berasal dari warga masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap dan tertinggal secara ekonomi, tetapi juga dari mereka yang berkeinginan untuk mempelajari keterampilan baru.
2. Dukungan terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup memadai. Penetapan jenis keterampilan yang akan dipelajari oleh peserta didik di masing-masing UPTD SKB didasari oleh dukungan sumber daya geografis yang mencukupi serta tinjauan ekonomi di masing-masing daerah. Disamping itu, penyelenggaraan Program PBKH memperoleh dukungan dari elemen masyarakat dan aparat pemerintah daerah di setiap jenjang.
3. Karakteristik Input Program
a. Karakteristik peserta didik telah memenuhi kriteria keberhasilan program, baik dilihat dari indikator usia, kualifikasi pendidikan dan pelatihan, status pekerjaan maupun motivasi mengikuti program.
b. Karakteristik NST, ditinjau dari indikator kualifikasi pendidikan dan pelatihan serta pengalaman mengajar orang dewasa, telah memenuhi kriteria keberhasilan program. Namun demikian, indikator pemahaman tentang konsep PBKH dan rasio perbandingan antara NST dengan peserta didik masih berada dalam kategori kurang.
c. Karakteristik Penyelenggara yang berkaitan dengan indikator kualifikasi pendidikan dan pengalaman menjadi penyelenggara, telah sesuai dengan kriteria keberhasilan program. Sebaliknya, indikator kualifikasi pelatihan, pemahaman konsep PBKH serta struktur dan uraian tugas belum sepenuhnya sesuai dengan kriteria keberhasilan program yang telah ditetapkan.
d. Karakteristik Program Pembelajaran.
Program pembelajaran PBKH di UPTD SKB telah memiliki tujuan belajar yang jelas, materi pokok dan materi pendukung, serta menggunakan strategi belajar partisipatif. Namun demikian, program dimaksud belum memiliki strategi untuk mengintegrasikan pembelajaran berbagai kecakapan hidup sebagai satu kesatuan utuh yang harus dikuasai peserta didik. Penyusunan program pembelajaran hanya difokuskan pada pembekalan terhadap mata pelajaran kecakapan vokasional tanpa disertai strategi pengintegrasian dengan berbagai kecakapan hidup lain.
e. Dukungan sarana dan prasarana
Secara umum, sarana dan prasarana pembelajaran telah tersedia secara memadai. Panti dan perlengkapan belajar tersedia secara memadai, demikian pula dengan bahan dan alat keterampilan dirasakan cukup memadai oleh peserta didik. Namun demikian, ketersediaan bahan belajar pokok dan pelengkap masih perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
4. Proses pembelajaran Program
Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran secara umum berada dalam kategori baik. Aktivitas belajar tutorial dan kelompok telah dilaksanakan dengan baik, namun aktivitas belajar mandiri masih berada dalam kategori kurang. Aktivitas NST, ditinjau dari indikator perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, telah berlangsung dengan baik dan telah memenuhi kriteria keberhasilan program. Namun demikian, aktivitas penilaian hasil pembelajaran belum terlaksana dengan baik.
Aktivitas penyelenggara secara umum telah berlangsung dengan baik dan telah sesuai dengan kriteria keberhasilan program. Namun demikian, koordinasi lintas sektor dengan mitra kerja masih perlu ditingkatkan lagi, sehingga keterlibatan pihak-pihak terkait dalam Program PBKH tidak terkesan elementer dan parsial.
5. Pendampingan Program PBKH belum terlaksana dengan baik, karena NST dan penyelenggara tidak memiliki program pendampingan yang jelas dan serius.
6. Penilaian pembelajaran telah dilaksanakan secara teratur, namun teknik penilaian yang digunakan tidak bervariasi. Disamping itu, hasil penilaian tidak terdokumentasi dan tidak diolah dengan baik untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi kelangsungan program.
7. Peserta didik telah menunjukkan capaian kecakapan hidup yang baik dari aspek social skills dan vocational skills. Namun demikian, capaian aspek personal skills dan daily living skills masih berada dalam kategori kurang.
8. Program PBKH telah memberi manfaat terhadap penyelenggara berupa bertambahnya keterampilan di bidang tertentu dan bertambahnya pengalaman dalam mengelola satuan pendidikan luar sekolah. Bagi UPTD SKB, Program PBKH menjadi wadah dalam meningkatkan eksistensi lembaga dan partisipasi dalam memberikan pelayanan pendidikan alternatif bagi masyarakat miskin dan tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Diklusepa Depdiknas. (2003) Pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup (life skills) pendidikan luar sekolah. Jakarta: Ditjen Diklusepa Depdiknas.
______________________. (2004). Pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup pendidikan non formal. Jakarta: Bagian Proyek Life Skills PLS Ditjen Diklusepa Depdiknas.
Fasli Jalal. (2004). Isu strategis pendidikan: pendidikan untuk semua dan kesepakatan Dakkar. Disampaikan pada Capacity Building bagi calon anggota DPR-RI dan DPD perempuan periode 2004-2009 yang diselengarakan oleh DPR-RI pada tanggal 04 Agustus 2004 di Jakarta.
Santoso S Hamijoyo. (2002). Menjelajah ranah keterampilan hidup: satu analisis dan arahan konseptual. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema Life Skill dalam Perspektif Pendidikan Nasional di Era Global yang diselengarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 11 April 2002 di Yogyakarta.
Slamet P.H. (2002). Pendidikan kecakapan hidup: konsep dasar. (diperoleh dari http://www.depdiknas.go.id pada tanggal 15 Nopember 2002)
Tatang Amirin. (2002). Landasan filosofis pendidikan berwawasan kecakapan hidup (life skills). Yogyakarta: Majalah Dinamika Pendidikan No. 1/Tahun IX, Maret 2002.
Tim Broad Based Education Depdiknas. (2002). Pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pendekatan pendidikan berbasis luas (broad base education) (Buku I Konsep). Jakarta: Depdiknas.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang: (1) tingkat kebutuhan masyarakat dan dukungan lingkungan terhadap program; (2) karakteristik peserta didik, nara sumber teknis (NST), penyelenggara, program pembelajaran, serta sarana dan prasarana; (3) proses penyelenggaraan program, meliputi: proses pembelajaran, pendampingan dan penilaian pembelajaran; (4) hasil program berupa capaian kecakapan hidup yang diperoleh peserta didik dan manfaat program terhadap penyelenggara dan UPTD SKB.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan: Pertama, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap program cukup tinggi; Kedua, dukungan lingkungan terhadap program cukup memadai; Ketiga, karakteristik peserta didik memenuhi kriteria, tetapi pemahaman NST terhadap konsep PBKH serta rasio NST dengan peserta didik belum memadai. Disamping itu, pemahaman penyelenggara terhadap konsep PBKH masih kurang, serta masih terdapat penyelenggara yang belum memiliki struktur dan uraian tugas yang jelas; Keempat, program pembelajaran tidak disusun secara integratif; Kelima, kualitas dan kuantitas bahan belajar pokok dan pelengkap masih kurang; Keenam, aktivitas belajar mandiri peserta didik masih kurang, demikian pula dengan aktivitas koordinasi lintas sektor penyelenggara masih kurang; Ketujuh, pendampingan belum terlaksana dengan baik; Kedelapan, penilaian pembelajaran belum menggunakan teknik bervariasi, belum terdokumentasi dan belum diolah dengan baik; Kesembilan, peserta didik telah menunjukkan capaian aspek social skills dan vocational skills yang baik. Sebaliknya, capaian aspek personal skills dan daily living skills berada dalam kategori kurang. Meskipun demikian, Program PBKH telah memberi manfaat terhadap penyelenggara maupun bagi UPTD SKB.
PENDAHULUAN
Dalam rangka menjawab berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia dewasa ini, Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan berbagai kebijakan dan upaya, antara lain dengan terus-menerus mengusahakan pemerataan/perluasan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat, sejalan dengan era desentralisasi pendidikan. Khusus berkenaan dengan mutu dan relevansi, disamping mengembangkan kurikulum pendidikan yang berbasis kompetensi, juga mengarahkan sistem pendidikan di berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan pada pendidikan kecakapan hidup (life skills) melalui pendekatan pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan masyarakat luas (Broad Base Education).
Di bidang pendidikan luar sekolah dan pemuda (selanjutnya disebut PLSP), kebijaksanaan penyelenggaraan pendidikan berorientasi kecakapan hidup (selanjutnya disebut PBKH) terutama ditujukan untuk membantu warga masyarakat agar memiliki bekal kemampuan untuk bekerja yang dapat mendatangkan penghasilan yang layak guna memenuhi kehidupannya. Program PBKH menjadikan kecakapan vokasional sebagai entry point dalam menggarap segmen masyarakat miskin dan menganggur untuk dibekali dengan berbagai kecakapan hidup yang dibutuhkan. Pelembagaan PBKH melalui jalur PLSP dilaksanakan melalui berbagai lembaga penyelenggara PLSP yang membentuk kelompok belajar keterampilan pilihan/tertentu yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
Sejak Tahun 2002, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (Ditjen Diklusepa) telah menyelenggarakan Program PBKH melalui berbagai lembaga PLSP yang ada, baik di pusat maupun di daerah. Salah satu institusi PLSP berkedudukan di daerah yang menyelenggarakan program dimaksud adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten/Kota.
Program PBKH bidang PLS yang diselenggarakan oleh SKB merupakan program rintisan yang masih memerlukan perbaikan dan pengembangan lebih lanjut dari berbagai aspek. Dengan demikian, diperlukan tersedianya hasil kajian evaluasi terhadap program yang sedang berjalan sebagai bahan masukan dalam rangka menyusun kebijaksanaan selanjutnya guna memperbaiki serta meningkatkan dayaguna dan hasilguna program di masa datang.
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian evaluasi ini dikemukakan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tingkat kebutuhan masyarakat dan dukungan lingkungan terhadap Program PBKH?
2. Bagaimanakah karakteristik input Program PBKH?
3. Bagaimanakah proses penyelenggaraan Program PBKH?
4. Bagaimanakah kecakapan hidup yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti Program PBKH?
5. Bagaimanakah manfaat Program PBKH bagi penyelenggara dan UPTD SKB?
KAJIAN TEORETIK
Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup bukanlah sesuatu yang baru, meskipun konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup baru digulirkan di Indonesia sejak dua tahun terakhir. Menurut Santoso S. Hamijoyo (2002: 2-3) Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup telah dimulai oleh UNESCO pada tahun 1949 melalui konsep functional literacy. Gagasan pokok dari konsep tersebut adalah agar kemampuan baca-tulis-hitung dapat berfungsi memberi manfaat bagi yang bersangkutan untuk keluar dari tiga kesengsaraan, yaitu: kebodohan (ignorance), kepenyakitan (ill-health) dan kemelaratan (poverty).
Pentingnya pembekalan kecakapan hidup terhadap peserta didik telah mendapat pengakuan dari para pakar yang berkecimpung di dunia pendidikan. Penegasan tentang pentingnya kecakapan hidup dapat dilihat pada Pokok-Pokok Deklarasi Dakkar Tahun 2000 tentang Pendidikan Untuk Semua (Fasli Jalal, 2004: 11-12) yang menunjukkan adanya hak bagi setiap warga negara, baik anak-anak maupun orang dewasa, untuk memperoleh kesempatan yang adil dalam mengikuti pendidikan kecakapan hidup, dan adanya kewajiban bagi setiap negara untuk menyediakan, memperbaiki, meningkatkan dan menjamin kualitas penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup, terutama kecakapan hidup yang bersifat penting, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara merata.
kecakapan hidup merupakan serangkaian kemampuan yang dibutuhkan oleh seseorang agar dapat mengatasi berbagai persoalan yang ditemui dalam kehidupannya. Sejalan dengan pengertian ini, Malik Fadjar (Slamet PH, 2002: 4) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik.
Pengertian lain dikemukakan oleh Tatang Amirin (Majalah Dinamika Pendidikan, 2002: 58) yang menyatakan bahwa istilah ‘skill’ sering diartikan sebagai keterampilan, padahal keterampilan mempunyai makna yang sama dengan kecakapan fisik dan pekerjaan tangan. Hal ini menyebabkan life skills sering dimaknai hanya sebagai vocational skill, keterampilan kerja-kejuruan (pertukangan) atau kemampuan yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka dapat segera bekerja mencari nafkah untuk kehidupannya. Pemikiran Tatang Amirin didukung oleh Muchlas Samani (2002: 10) yang menyatakan ” Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja. Baik orang yang bekerja maupun yang tidak bekerja tetap memerlukan kecakapan hidup, karena mereka pun menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Setiap orang, dimanapun dan kapanpun, selalu menemui masalah yang memerlukan pemecahan “.
Menurut Ditjen Diklusepa (2003: 6), hakikat pendidikan berorientasi kecakapan hidup di bidang PLS adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan peserta didik dapat hidup mandiri. Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup di bidang PLS didasarkan atas prinsip lima pilar pendidikan, yaitu: learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan), learning to learn (belajar untuk tahu cara belajar), learning to do (belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan), learning to be (belajar agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan minat, bakat dan potensi diri), dan learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain). Berdasarkan prinsip lima pilar pendidikan di atas, peserta didik Program PBKH diharapkan mampu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya, memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya serta membantu orang lain yang membutuhkannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada empat UPTD SKB Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan, yaitu: UPTD SKB Kabupaten Polmas, UPTD SKB Kabupaten Enrekang, UPTD SKB Kota Pare-Pare dan UPTD SKB Kabupaten Sidrap. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian evaluasi dengan menggunakan model Context-Input-Process-Product (CIPP) dari Daniel L Stuflebeam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung pendekatan kualitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah 14 UPTD SKB yang menyelenggarakan Program PBKH. Pengambilan sampel ditempuh dengan teknik Purposive Sampling dengan memperhatikan karakteristik UPTD SKB populasi. Berdasarkan teknik tersebut dipilih empat UPTD SKB Kabupaten/Kota yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian, yaitu: UPTD SKB Kabupaten Polmas, Kabupaten Enrekang, Kota Pare-Pare dan UPTD SKB Kabupaten Sidrap.
Sumber informasi dalam evaluasi ini adalah peserta didik, NST, penyelenggara dan Kepala SKB. Pengumpulan data dilakukan dengan angket, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan dan memaknai data dari masing-masing komponen yang dievaluasi. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data akan dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil perhitungan statistik deskriptif akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram berdasarkan persentase yang diperoleh dari hasil penilaian.
PEMBAHASAN
1. Evaluasi Context
Kebutuhan masyarakat terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup tinggi. Hal tersebut ditandai oleh besarnya animo masyarakat yang berkeinginan untuk berpartisipasi sebagai peserta didik di dalam program. Kondisi dapat dimengerti, mengingat penyelenggaraan Program PBKH dilandasi oleh kondisi sosial dan ekonomi warga masyarakat, dimana sebagian dari mereka adalah angkatan kerja produktif yang belum memiliki pekerjaan tetap dan layak (menganggur), serta berada di bawah garis kemiskinan. Titik berat Program PBKH adalah memberi pelayanan pendidikan keterampilan tertentu kepada peserta didik agar mereka mampu membuka lapangan kerja baru atau bekerja pada individu/perusahaan tertentu dan memperoleh penghasilan yang layak untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidupnya. Dalam perjalanan penyelenggaraannya, Program PBKH tidak hanya diminati oleh mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan tertinggal secara ekonomi, tetapi juga oleh warga masyarakat yang telah bekerja dan memiliki penghasilan tetap.
Dukungan lingkungan terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup memadai. Dukungan tersebut tidak hanya terlihat dari keadaan geografis dan ekonomi di daerah yang bersangkutan, tetapi juga bersumber dari berbagai berbagai pihak di lingkungan sosial, diantaranya: individu/pengusaha, perusahaan lokal, organisasi sosial kemasyarakatan (orsosmas), aparat pemerintah di berbagai jenjang, dan instansi teknis yang relevan.
2. Evaluasi Input
a. Karakteristik Peserta Didik
Berdasarkan hasil telaah dokumen Program PBKH, warga masyarakat yang terdaftar sebagai peserta didik berjumlah 150 orang. Namun demikian, dari hasil evaluasi input diketahui bahwa jumlah peserta didik yang aktif mengikuti program pada saat pengumpulan data dilaksanakan sebanyak 99 orang. Data tersebut menunjukkan terdapat 51 orang (34,0%) peserta didik yang tidak dapat menyelesaikan program PBKH. Dari hasil pengumpulan data diperoleh informasi bahwa peserta yang drop out memiliki alasan yang beragam, yaitu: (1) pindah domisili; (2) merantau mengikuti keluarga ke daerah lain; (3) sibuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari; dan (4) merasa malas mengikuti program.
Data yang diperoleh dari hasil evaluasi input, menunjukkan sebagian besar peserta didik berada pada rentang usia angkatan kerja produktif. Berdasarkan kualifikasi pendidikan, proporsi terbesar peserta didik berasal dari mereka yang berkualifikasi SLTA (38,38%). Bekaitan dengan status pelatihan, hasil pengumpulan data menunjukkan 72,72% peserta didik yang mengikuti Program PBKH belum pernah mengikuti pelatihan keterampilan apapun sebelumnya, sedangkan dilihat dari status pekerjaan, 66,66% peserta didik tidak memiliki pekerjaan tetap pada saat bergabung dengan Program PBKH. Dilihat dari motivasi mengikuti program PBKH, hasil pengumpulan data menunjukkan 84,84% peserta didik memiliki kategori motivasi yang sangat tinggi.
b. Karakteristik Nara Sumber Teknis
Berdasarkan kualifikasi pendidikan, diketahui bahwa proporsi terbesar adalah NST dengan berkualifikasi S1. Berdasarkan kualifikasi pelatihan, diketahui bahwa sebagian besar NST telah mengikuti berbagai pelatihan yang relevan dibidangnya. Kasus khusus terjadi pada pada NST di UPTD SKB Kabupaten Polmas, dimana keterampilan di bidang pertukangan kayu diperoleh secara otodidak dari hasil magang secara tradisional di tempat kerjanya.
Dilhat dari pengalaman mengajar pada kelompok belajar orang dewasa, NST telah memiliki pengalaman mengajar pada satuan-satuan pendidikan luar sekolah. Hal tersebut dimungkinkan karena NST yang bersangkutan sekaligus adalah staf pada masing-masing UPTD SKB. Disamping itu, UPTD SKB memanfaatkan NST yang berasal dari instansi teknis dan individu yang telah memiliki pengalaman bertahun-tahun di bidang keahliannya. Berdasarkan aspek pemahaman konsep, diperoleh informasi bahwa sebagian NST belum memiliki pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup di bidang pendidikan luar sekolah dan belum mampu menerapkan konsep tersebut dalam proses pembelajaran. Ditinjau dari rasio NST terhadap peserta didik, ditemukan fakta sebagian besar kelompok belajar memiliki rasio NST yang kurang ideal dibandingkan dengan jumlah peserta didik.
c. Karakteristik Penyelenggara
Penyelenggara yang bertugas pada Program PBKH berjumlah 27 orang, mayoritas dari mereka adalah tenaga fungsional pamong belajar di masing-masing UPTD SKB. Berdasarkan kualifikasi pendidikan, proporsi tertinggi (59,26%) dimiliki oleh penyelenggara yang berkualifikasi S1 dan. semua penyelenggara belum pernah mengikuti pelatihan penyelengara Program PBKH atau pelatihan penyelenggara program lain yang sejenis, mereka hanya mengandalkan pengalaman sebagai penyelenggara satuan-satuan pendidikan luar sekolah lainnya yang telah digeluti selama bertahun-tahun.
Hasil evaluasi input menunjukkan sebagian penyelenggara tidak memiliki pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup dan implementasinya dalam Program PBKH. Ditinjau dari segi struktur organisasi penyelenggara, hasil evaluasi input menunjukkan semua penyelenggara Program PBKH telah memiliki struktur organisasi yang dilengkapi dengan fungsi-fungsi yang bervariasi antara satu UPTD SKB dengan UPTD SKB lainnya.
d. Karakteristik Program Pembelajaran
Program pembelajaran yang disusun oleh masing-masing UPTD SKB memiliki tujuan umum dan tujuan-tujuan khusus. Berdasarkan hasil evaluasi input diketahui bahwa pada umumnya terdapat dua kelompok materi yang tercantum dalam program pembelajaran PBKH, yaitu: (1) kelompok materi pokok; dan (2) kelompok materi penunjang. Kelompok materi pokok terdiri atas materi-materi yang menjelaskan teknik dasar keterampilan tertentu, sedangkan kelompok materi penunjang terdiri atas materi-materi yang menjelaskan teknik kewirausahaan dan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan luar sekolah dan pemuda. Kasus berbeda ditemukan pada program pembelajaran di UPTD SKB Kabupaten Enrekang, dimana program pembelajaran Pelatihan Intensifikasi Pertanaman Jagung Kuning secara keseluruhan berisi materi-materi pokok dan tidak terdapat materi penunjang.
Alokasi jam pelajaran yang diberikan oleh masing-masing UPTD SKB untuk setiap kelompok materi cukup bervariasi. Terdapat empat strategi pokok yang digunakan dalam program pembelajaran PBKH, yaitu: ceramah, diskusi, simulasi dan praktek. Berdasarkan hasil evaluasi input, diketahui bahwa strategi yang paling banyak digunakan dalam program pembelajaran PBKH adalah strategi simulasi, diskusi dan pratek. Kondisi ini tentunya merupakan hal yang wajar, mengingat titik berat Program PBKH adalah memberi penguasaan keterampilan kerja tangan kepada peserta didik.
Berkaitan dengan penilaian pembelajaran, hasil evaluasi menunjukkan terdapat dua bentuk penilaian yang digunakan dalam program pembelajaran, yaitu: (1) pertanyaan lisan; dan (2) penugasan, baik penugasan individu maupun penugasan kelompok.
Berdasarkan hasil telaah terhadap karakteristik program pembelajaran, tidak ditemukan adanya upaya pengintegrasian berbagai jenis kecakapan hidup didalam penyusunan program pembelajaran oleh masing-masing UPTD SKB. Penyusunan program pembelajaran hanya difokuskan pada pembekalan terhadap mata pelajaran kecakapan vokasional tanpa disertai strategi pengintegrasian dengan berbagai kecakapan hidup yang lain.
e. Karakteristik Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil pengumpulan data, 75,75% peserta didik berpendapat bahwa secara umum ketersediaan sarana dan prasarana belajar berada pada kategori baik, 21,21% berpendapat ketersediaan sarana dan prasarana berada pada kategori kurang, dan 3,03% sisanya berpendapat ketersediaan sarana dan prasarana berada pada kategori sangat baik. Data tersebut menunjukkan pada umumnya warga belajar merasa puas dengan kinerja penyelenggara dalam menyediakan sarana dan prasarana belajar. Kondisi ini tentu saja menjadi faktor penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
3. Evaluasi Process
a. Proses Pembelajaran
1) Aktivitas Peserta Didik
Aktivitas belajar tutorial dan aktivitas belajar kelompok yang dilakukan peserta didik selama berlangsungnya kegiatan pelatihan/kursus berada dalam kategori baik. Namun demikian, aktivitas belajar mandiri peserta didik berada pada kategori kurang.
2) Aktivitas NST
Secara umum NST yang bertugas pada Program PBKH telah melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Hasil pengisian angket yang disebarkan kepada NST menunjukkan 75,0% NST telah melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Bila dicermati lebih jauh, aktivitas perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh NST berada dalam kategori baik. Namun demikian, aktivitas penilaian pembelajaran oleh NST berada dalam kategori kurang. Rendahnya aktivitas penilaian pembelajaran NST dikarenakan mereka belum mampu menggunakan teknik yang bervariasi dalam menilai hasil belajar peserta didik. NST masih terpaku pada dua strategi utama yang sudah sangat umum digunakan dalam kegiatan penilaian, yaitu: penugasan dan pertanyaan lisan.
3) Aktivitas Penyelenggara
Secara umum, aktivitas penyelenggara berada pada kategori baik. Hasil pengumpulan data menunjukkan 75,0% penyelenggara berada dalam kategori baik dan 25,0% lainnya berada pada kategori sangat baik.
Bila dicermati lebih jauh, aktivitas penyelenggara dalam menyiapkan proses pembelajaran berada pada kategori baik, aktivitas penyelenggara dalam mendukung pelaksanaan proses pembelajaran dan mengelola administrasi kelompok belajar bahkan berada dalam kategori sangat baik. Namun demikian, aktivitas penyelenggara dalam melaksanakan koordinasi lintas sektor masih berada dalam kategori kurang.
b. Proses Pendampingan
Pendampingan pada Program PBKH dilaksanakan setelah berakhirnya masa pelatihan/masa kursus. Kunjungan ke kelompok belajar dilakukan secara bergantian oleh NST dan penyelenggara, dengan fokus kegiatan: (1) penataan organisasi dan administrasi program; (2) bimbingan teknis produksi; (3) bantuan modal usaha; dan (4) bantuan pemasaran hasil produksi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa NST dan penyelenggara tidak menetapkan jadwal kunjungan yang tetap dan teratur. Kunjungan ke kelompok belajar disesuaikan dengan waktu luang yang dimiliki NST dan penyelenggara serta permintaan dari kelompok belajar. Frekuensi kunjungan paling sering adalah 2 kali sebulan, sedangkan frekuensi paling jarang adalah 1 kali sebulan.
Terdapat sebuah hal positif yang patut dicatat, bahwa fokus kegiatan pendampingan yang dilaksanakan oleh NST dan penyelenggara telah sejalan dengan kriteria keberhasilan program pendampingan yang menitikberatkan pada pemberian bimbingan teknis, baik administratif maupun produksi, serta pemberian motivasi kepada peserta didik. Fokus tersebut diharapkan dapat tetap dipertahankan, sambil berusaha menyusun konsep pelaksanaan pendampingan yang lebih konkrit dan terukur.
c. Penilaian Pembelajaran
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa masing-masing UPTD SKB melaksanakan tiga jenis penilaian pembelajaran, yaitu: penilaian awal, penilaian proses dan penilaian akhir pembelajaran. Namun demikian, tidak ditemukan informasi apapun berkaitan dengan dokumentasi dan analisis hasil penilaian peserta didik. Kenyataan tersebut menunjukkan walaupun NST telah melaksanakan kegiatan penilaian secara tepat, namun NST dan penyelenggara tidak mengelola hasil penilaian sebagaimana mestinya, sehingga penilaian tersebut terkesan hanya bersifat formalitas belaka.
Berkaitan dengan teknik penilaian, hasil pengumpulan data menunjukkan NST tidak menggunakan teknik penilaian yang bervariasi. Kondisi tersebut sangat mungkin dilatarbelakangi oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan NST dalam menggunakan berbagai teknik penilaian. Sebagai konsekuensinya, penilaian yang dilakukan NST hanya mampu menjangkau pencapaian ranah kognitif peserta didik, sedangkan ranah psikomotorik dan afektif tidak terjangkau.
4. Evaluasi Produk
a. Hasil Program
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa capaian kecakapan hidup peserta didik setelah mengikuti program PBKH berada dalam kategori baik. Hasil pengisian angket yang dilakukan peserta didik, 11,1% memiliki capaian kecakapan hidup yang sangat baik, 83,8% berada dalam kategori baik dan hanya 5,1% yang memiliki capaian kecakapan hidup pada kategori kurang.
Bila dicermati lebih jauh, capaian aspek vocational skills peserta didik berada dalam kategori baik. Hasil pengumpulan data, 48,5% peserta didik telah menunjukkan capaian aspek vocational skills baik, 45,6% lainnya bahkan berada dalam kategori sangat baik. Berkaitan dengan aspek social skills, hasil mengumpulan data menunjukkan 71,7% peserta didik telah mampu menumbuhkan social skills mereka dengan baik.
Kondisi sebaliknya ditemukan pada aspek daily living skills. Hasil pengumpulan data menunjukkan 42,2% peserta didik belum memiliki kecakapan yang baik dalam mengelola kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari aspek personal skills, hasil pengumpulan data menunjukkan masih terdapat 41,4% peserta didik yang belum memperlihatkan capaian kecakapan personal yang baik.
b. Manfaat Program
Berdasarkan hasil wawancara dengan penyelenggara, diperoleh informasi bahwa melalui program ini penyelenggara memperoleh tambahan pengalaman dalam melaksanakan satuan pendidikan luar sekolah. Program PBKH telah pula memberi kesempatan kepada penyelenggara untuk bertemu dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, baik individu maupun institusi pemerintah/non pemerintah. Disamping itu, manfaat yang dirasakan secara langsung oleh penyelenggara adalah terciptanya peluang untuk belajar dan menguasai keterampilan di bidang tertentu tanpa harus mengalokasikan waktu, tenaga dan biaya secara khusus.
Berkaitan dengan manfaat terhadap UPTD SKB, diperoleh informasi bahwa pelaksanaan Program PBKH telah membuka kesempatan bagi UPTD SKB untuk menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat. Manfaat lain yang dirasakan UPTD SKB melalui Program PBKH adalah kesempatan untuk memperluas jangkauan akses pelayanan pendidikan kepada masyarakat luas, utamanya masyarakat miskin yang tidak memiliki mata pencaharian tetap. Sisi lain yang tidak kalah pentingnya, melalui Program PBKH UPTD SKB telah mampu memperluas jaringan kemitraan dengan berbagai individu maupun lembaga terkait. Jaringan kemitraan tersebut diharapkan tidak hanya bermanfaat dalam pelaksanaan Program PBKH, tetapi dapat dikembangkan lebih jauh dalam pelaksanaan program-program UPTD SKB lainnya.
KESIMPULAN
1. Tingkat Kebutuhan masyarakat terhadap Program PBKH cukup tinggi. Tingginya kebutuhan tersebut ditunjukkan oleh besarnya animo masyarakat untuk mengikuti Program PBKH. Peserta didik tidak hanya berasal dari warga masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap dan tertinggal secara ekonomi, tetapi juga dari mereka yang berkeinginan untuk mempelajari keterampilan baru.
2. Dukungan terhadap penyelenggaraan Program PBKH cukup memadai. Penetapan jenis keterampilan yang akan dipelajari oleh peserta didik di masing-masing UPTD SKB didasari oleh dukungan sumber daya geografis yang mencukupi serta tinjauan ekonomi di masing-masing daerah. Disamping itu, penyelenggaraan Program PBKH memperoleh dukungan dari elemen masyarakat dan aparat pemerintah daerah di setiap jenjang.
3. Karakteristik Input Program
a. Karakteristik peserta didik telah memenuhi kriteria keberhasilan program, baik dilihat dari indikator usia, kualifikasi pendidikan dan pelatihan, status pekerjaan maupun motivasi mengikuti program.
b. Karakteristik NST, ditinjau dari indikator kualifikasi pendidikan dan pelatihan serta pengalaman mengajar orang dewasa, telah memenuhi kriteria keberhasilan program. Namun demikian, indikator pemahaman tentang konsep PBKH dan rasio perbandingan antara NST dengan peserta didik masih berada dalam kategori kurang.
c. Karakteristik Penyelenggara yang berkaitan dengan indikator kualifikasi pendidikan dan pengalaman menjadi penyelenggara, telah sesuai dengan kriteria keberhasilan program. Sebaliknya, indikator kualifikasi pelatihan, pemahaman konsep PBKH serta struktur dan uraian tugas belum sepenuhnya sesuai dengan kriteria keberhasilan program yang telah ditetapkan.
d. Karakteristik Program Pembelajaran.
Program pembelajaran PBKH di UPTD SKB telah memiliki tujuan belajar yang jelas, materi pokok dan materi pendukung, serta menggunakan strategi belajar partisipatif. Namun demikian, program dimaksud belum memiliki strategi untuk mengintegrasikan pembelajaran berbagai kecakapan hidup sebagai satu kesatuan utuh yang harus dikuasai peserta didik. Penyusunan program pembelajaran hanya difokuskan pada pembekalan terhadap mata pelajaran kecakapan vokasional tanpa disertai strategi pengintegrasian dengan berbagai kecakapan hidup lain.
e. Dukungan sarana dan prasarana
Secara umum, sarana dan prasarana pembelajaran telah tersedia secara memadai. Panti dan perlengkapan belajar tersedia secara memadai, demikian pula dengan bahan dan alat keterampilan dirasakan cukup memadai oleh peserta didik. Namun demikian, ketersediaan bahan belajar pokok dan pelengkap masih perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
4. Proses pembelajaran Program
Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran secara umum berada dalam kategori baik. Aktivitas belajar tutorial dan kelompok telah dilaksanakan dengan baik, namun aktivitas belajar mandiri masih berada dalam kategori kurang. Aktivitas NST, ditinjau dari indikator perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, telah berlangsung dengan baik dan telah memenuhi kriteria keberhasilan program. Namun demikian, aktivitas penilaian hasil pembelajaran belum terlaksana dengan baik.
Aktivitas penyelenggara secara umum telah berlangsung dengan baik dan telah sesuai dengan kriteria keberhasilan program. Namun demikian, koordinasi lintas sektor dengan mitra kerja masih perlu ditingkatkan lagi, sehingga keterlibatan pihak-pihak terkait dalam Program PBKH tidak terkesan elementer dan parsial.
5. Pendampingan Program PBKH belum terlaksana dengan baik, karena NST dan penyelenggara tidak memiliki program pendampingan yang jelas dan serius.
6. Penilaian pembelajaran telah dilaksanakan secara teratur, namun teknik penilaian yang digunakan tidak bervariasi. Disamping itu, hasil penilaian tidak terdokumentasi dan tidak diolah dengan baik untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi kelangsungan program.
7. Peserta didik telah menunjukkan capaian kecakapan hidup yang baik dari aspek social skills dan vocational skills. Namun demikian, capaian aspek personal skills dan daily living skills masih berada dalam kategori kurang.
8. Program PBKH telah memberi manfaat terhadap penyelenggara berupa bertambahnya keterampilan di bidang tertentu dan bertambahnya pengalaman dalam mengelola satuan pendidikan luar sekolah. Bagi UPTD SKB, Program PBKH menjadi wadah dalam meningkatkan eksistensi lembaga dan partisipasi dalam memberikan pelayanan pendidikan alternatif bagi masyarakat miskin dan tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Diklusepa Depdiknas. (2003) Pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup (life skills) pendidikan luar sekolah. Jakarta: Ditjen Diklusepa Depdiknas.
______________________. (2004). Pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup pendidikan non formal. Jakarta: Bagian Proyek Life Skills PLS Ditjen Diklusepa Depdiknas.
Fasli Jalal. (2004). Isu strategis pendidikan: pendidikan untuk semua dan kesepakatan Dakkar. Disampaikan pada Capacity Building bagi calon anggota DPR-RI dan DPD perempuan periode 2004-2009 yang diselengarakan oleh DPR-RI pada tanggal 04 Agustus 2004 di Jakarta.
Santoso S Hamijoyo. (2002). Menjelajah ranah keterampilan hidup: satu analisis dan arahan konseptual. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema Life Skill dalam Perspektif Pendidikan Nasional di Era Global yang diselengarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 11 April 2002 di Yogyakarta.
Slamet P.H. (2002). Pendidikan kecakapan hidup: konsep dasar. (diperoleh dari http://www.depdiknas.go.id pada tanggal 15 Nopember 2002)
Tatang Amirin. (2002). Landasan filosofis pendidikan berwawasan kecakapan hidup (life skills). Yogyakarta: Majalah Dinamika Pendidikan No. 1/Tahun IX, Maret 2002.
Tim Broad Based Education Depdiknas. (2002). Pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pendekatan pendidikan berbasis luas (broad base education) (Buku I Konsep). Jakarta: Depdiknas.
Langganan:
Postingan (Atom)